Hari ini, tepatnya pukul 6 sore, Leon yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya hendak beranjak menuju rumah salah satu mantan karyawati yang tadi malam baru saja membuat janji dengannya.Setibanya di rumah itu, Leon langsung disambut baik oleh wanita bernama Reta. Tidak hanya itu saja, bahkan Reta juga mengajak kedua orang tuanya untuk menemui Leon juga.Hal ini tentu membuat Leon keherananan dan merasa Reta terlalu berlebihan."Bu, Pak, ini atasan Reta dulu waktu Reta masih bekerja di perusahaan Halton Group. Beliau juga yang sering membantu Reta untuk memenuhi kebutuhan keluarga kita dengan cara melebihkan gaji bulanan Reta," jelasnya di hadapan Leon."Oh, ini Nak Leon. Terima kasih ya atas kebaikanmu pada Reta selama ini," kata ibunya Reta.Leon tak tersenyum, tapi dia menundukkan kepala untuk menunjukkan rasa hormatnya pada kedua orang tua tersebut."Senang bertemu kalian," kata Leon dingin."Astaga, kami juga sangat senang bertemu dengan Anda. Benar-benar keberuntungan yang lua
Beberapa hari kemudian, kalung yang Leon pesan sudah jadi.Merasa tidak percaya dengan orang lain karena harga barang yang mau dikirim terlalu mahal, Reta memutuskan untuk datang sendiri ke rumah Leon.Leon juga sudah memberinya izin, dan kebetulan Leon sedang berada di rumah saat itu."Terima kasih, Reta. Tidak salah saya memesannya padamu. Saya benar-benar puas dengan hasilnya. Sekali lagi, terima kasih banyak," kata Leon."Iya, Tuan. Sama-sama. Justru ini sudah menjadi kewajiban saya untuk membuatnya sebaik mungkin. Apalagi ini untuk pasangan Anda," balas Reta sambil meledeknya.Leon ingin tersenyum karena tersipu malu.. Tapi ia mengurungkan niat dan tetap memasang ekspresi wajah profesional.Setelah memenuhi keinginan Leon dan menerima sisa bayaran, Reta langsung pulang karena ada pekerjaan susulan yang harus ia kerjakan."Oke, kalau begitu ... saya pamit dulu ya, Tuan. Jangan lupa orderan selanjutnya. He-he-he," kata Reta sambil bercanda.Leon berkata bahwa ia berjanji akan memes
Hingga satu hari kemudian, sakit tenggorokan Laura tak kunjung sembuh. Justru suaranya semakin berubah, jauh berbeda dibanding yang kemarin.Menyadari akan hal itu, Leon yang sudah siap berangkat ke kantor pun mengajak Laura untuk pergi bersama ke rumah sakit."Tidak usah, Leon. Nanti juga sembuh sendiri," balas Laura.Laura sangat tau betul bahwa Leon sedang terburu-buru. Apalagi biasanya jam segini Leon sudah berangkat ke kantor lebih awal."Kenapa? Apa kamu tidak mau sembuh? Atau kamu mau tenggorokanmu terus-terusan sakit seperti itu?" tanya Leon."Bu---bukan itu maksudku. Tentu aku mau untuk pergi ke dokter karena rasa sakit ini benar-benar mengganggu aktivitasku. Tapi ... aku tau kamu sedang terburu-buru, 'kan? Jadi lebih baik kita undur saja nanti," jelas Laura. Matanya tak berani menatap mata tajam Leon.Dalam hati Leon, ucapan Laura sama sekali tidak salah. Dia memang sedang ada tugas dadakan yang harus diselesaikan secepat mungkin.Tapi bagi Leon kesehatan Laura adalah yang p
Di suatu hari yang cerah, Laura terlihat sudah sangat rapi dengan gaun merah di atas lutut dan riasan wajah yang membuatnya semakin mempesona.Laura sama sekali tidak mengerti mengapa Angel mendadani dirinya seperti ini. Setiap kali Laura bertanya, Angel selalu menjawab, "Tidak tau, Nona. Ini adalah perintah."Sekarang Laura sedang berdiri di tengah-tengah sebuah taman besar yang sangat indah.Tidak hanya keindahan alami, bahkan dekorasi khusus pun ikut berperan dalam menghiasi.Laura sama sekali tidak ingat bahwa ini adalah hari perempuan sedunia. Ya, itu berarti Leon akan menyatakan perasaan padanya di hari ini juga.Sudah hampir lima menit Laura berdiri, ia pun merasa bosan dan memutuskan untuk jongkok saja. Ia bahkan tidak tahu siapa yang sedang dia tunggu."Semoga tidak ada yang lihat," kata Laura yang langsung jongkok di tempat dengan pakaian serta riasan mewah yang ia kenakan.Tapi tidak lama kemudian Leon datang dan berjalan santai menuju ke arah Laura. Spontan, Laura segera
"Leon, terima kasih untuk segalanya. Aku tak akan pernah melarangmu jika kamu ingin menganggap bahwa aku adalah wanita terburuk, wanita keji, atau apa pun itu.""Tidak, Laura. Aku tidak akan mungkin menganggapmu seperti apa yang baru saja kamu sebutkan. Justru aku salut pada kesetiaanmu terhadap pasangan.""Oh ya, satu lagi. Karena kemungkinan besar perpisahan ini akan menjadi selamanya dan kita tidak akan bertemu lagi, jadi aku hanya punya satu kesempatan untuk menyampaikan sebuah permintaanku padamu. Apa kamu keberatan untuk memenuhinya?""Tidak, Leon. Tidak! Aku berjanji akan memenuhinya untukmu. Karena selama ini kamu sudah sangat baik padaku," balas Laura dengan penuh keyakinan."Baiklah. Aku ingin kamu terus menjadi Laura yang aku kenal. Menjadi wanita yang selalu berbuat baik pada siapa pun, tidak boleh telat makan dan selalu menjaga kesehatan di mana pun kamu berada.""Hanya itu saja?" tanya Laura.Leon mengedipkan kedua matanya serentak. Menandakan bahwa tebakan Laura benar.
Di bawah gelapnya langit malam, Laura berjalan sendirian tanpa arah.Ia tidak tau ke mana harus membawa dirinya pergi. Bahkan tempat tinggal saja juga tidak punya.Laura merasa sangat lapar. Perutnya sudah berisik meminta makan. Sangat perih rasanya.Setiap kali melihat orang-orang lewat sambil membawa cemilan atau minuman, Laura merasa ingin sekali bisa membelinya. Tapi apalah daya dia yang bahkan uang di dalam dompetnya saja tinggal sedikit.Sambil berjalan, Laura terus memainkan kedua kakinya dengan menendang-nendang batu kecil yang ada di depan dia untuk menghilangkan kegalauan.Tiba-tiba batu itu mendarat di depan sebuah warung 24 jam yang masih terbuka lebar.Merasa sudah tak tahan, Laura memutuskan untuk membeli makanan di sana saja.Laura masuk ke warung tersebut dan melihat seorang anak laki-laki yang sedang berdiri di samping etalase.Laura memilih beberapa roti dari sebuah keranjang biru dan mengambil segelas air mineral dari dalam kulkas."Dek, Kakak beli ini," ucap Laura
Leon memainkan tepian gelas bir dengan jari telunjuknya.Bayang-bayang sudah mulai buram. Penglihatan tak sejelas biasanya."Satu botol lagi!" kata Leon pada seorang barista."Maaf, Tuan. Apakah Anda yakin? Malam ini Anda sudah minum terlalu banyak. Bahkan lebih banyak dari biasanya," kata barista yang sudah mengenal Leon lumayan lama.Leon tak menjawab dan malah melempar tatapan tajam padanya. Ia tidak bicara satu kata pun, tapi bisa membuat barista itu langsung ketakutan."Ba---baik, Tuan. Akan saya ambilkan," jawabnya gugup.Berselang beberapa menit, barista itu datang dan memberikan apa yang Leon pesan tadi."Ini, Tuan," jawabnya yang kemudian bergegas meninggalkan Leon sendirian.Dari kejauhan terlihat beberapa wanita muda yang tengah tertawa dan berbincang-bincang satu sama lain.Di antaranya ada yang masih sadar dan ada juga yang sudah setengah mabuk.Salah satu di antara mereka menoleh ke sana kemari. Entah apa yang sedang dia cari, sepertinya tidak ada.Melihat seorang pria y
Saat matahari terbit, Felix sedang merapikan kemejanya dan sudah siap berangkat ke kantor.Hari ini senyum tak menyertai wajah Felix. Ia benar-benar tidak tenang karena perasaan bersalah yang terus mengganggu tidurnya semalam.Saat Felix melangkah menuju pintu rumah, ia berpapasan dengan Leon yang hendak masuk ke rumah tersebut.Langkah Felix terhenti, ia melirik kakaknya yang baru pulang entah dari mana."Apa dia habis mabuk lagi?" tanya Felix dalam hati.Melihat Leon jalan tanpa menyapanya, Felix berbalik badan."Kak Leon telah kembali seperti dulu lagi. Dan semua ini adalah kesalahanku. Seharusnya kemarin aku membiarkan Kak Laura menerima perasaan Kak Leon lebih dulu, baru aku mengabarinya tentang keberadaan Devano," gumam batin Felix.Tidak mau mengganggu Leon, Felix kembali melanjutkan langkahnya menuju halaman rumah untuk menghampiri supir yang sudah menunggu dia.Di walking closed, Leon bercermin di depan kaca. Ia menatap dirinya sendiri dan memperhatikan wajahnya.Entah apa ya