Semua orang dibuat panik, karena Kirana tiba-tiba jatuh pingsan. Hal tersebut terjadi ketika Kirana dan Kaivan yang mengjungi rumah kedua orang tuanya, serta menikmati makan malam. Kirana yang memang sejak awal terlihat kurang sehat, mulai merasa mual dan pada akhirnya jatuh tidak sadarkan diri ketika menguras isi perutnya di dalam kamar mandi. Untungnya, Kaivan memang mengikuti Kirana menuju kamar mandi, hingga bisa meminimalisir hal buruk yang kemungkinan terjadi.Kini, Kaivan, Rama dan Helga tengah menunggu hasil pemeriksaan yang tengah dilakukan okeh para dokter. Ketiganya tengah berada di rumah sakit terdekat dari kediaman Mahaswara, di mana Kirana mendapatkan penanganan. Sebenarnya, Rama bisa saja memanggil dokter pribadi keluarga mereka untuk memeriksa kondisi sang menantu. Namun, Kaivan yang rupanya panik, segera membawa Kirana ke rumah sakit, karena berpikir ada hal buruk yang terjadi pada sang istri.Sebagai orang tua, Helga dan Kaivan sama sekali tidak pernah melihat Kaivan
Kini, kehamilan Kirana sudah menginjak usia tiga bulan. Usia yang terbilang masih riskan bagi seorang ibu hamil. Mungkin, karena itulah Kirana tidak mendapatkan izin untuk bekerja seperti biasanya di butik. Kaivan melarang Kirana untuk melakukan aktivitas apa pun yang bisa membuatnya merasa lelah, termasuk berolahraga berat. Setelah dikertahui hamil, Kirana harus hidup sesaui dengan aturan yang dibuat oleh Kaivan dan dokter.Hingga saat ini pun, Kirana masih belum percaya bahwa saat ini ada janin yang tengah tumbuh di dalam kandungannya. Lebih tidak percaya jika apa yang ia dan Kaivan lakukan saat bulan madu benar-benar berhasil menghasilkan buah hati yang tinggal menunggu waktu untuk dilahirkan ke dunia ini. Kirana mengurut pelipisnya, saat kesulitan untuk memilah perasaan yang tengah ia rasakan. Jujur saja, Kirana bingung apakah saat ini dirinya tengah merasa senang atau tidak. Ia benar-benar bingung, apalagi saat dirinya teringat dengan taruhan yang ia buat dengan Kaivan sebelumnya
“Hati-hati,” ucap Kaivan sembari menggenggam tangan Kirana yang tengah turun dari mobil.Kini, Kaivan dan Kirana tengah berada di rumah sakit. Tidak ada yang sakit di antara keduanya, hanya saja keduanya datang untuk memeriksakan kondisi kandungan Kirana yang sekarang sudah menginjak usia lima bulan. Benar, kini usia kandungan Kirana sudah masuk trimester kedua. Namun, Kaivan masih belum memberikan izin pada Kirana untuk bekerja, dan hal tersebut membuat Kirana harus tetap menghabiskan waktu di dalam rumah. Ia hanya merancang beberapa buah gaun selama dua bulan ini, dan hal tersebut membuat butiknya semakin eksklusif saja.Karena itulah, Kirana meminta Tya untuk mengambil alih tugasnya selama Kirana masih belum bisa mengunjungi butik. Jujur saja, karena Kirana selama ini selalu sibuk bekerja, dan hampir tidak memiliki waktu luang di akhir minggunya sekali pun, saat dirinya mendapatkan waktu luang yang tidak terbatas ini, Kirana merasa sangat bosan. Kirana tidak tahu apa yang harus ia
Meskipun masih belum mendapatkan izin untuk bekerja, tetapi kini Kirana setidaknya bisa mendapatkan izin untuk ke luar dari rumah, atau lebih tepatnya memberikan izin bagi Kirana untuk mengunjungi butik. Selain bosan karena tetap di rumah, Kirana melakukan hal tersebut untuk sekalian memeriksa keadaan butik. Meskipun ia percaya bahwa Tya bisa mengurus dan menggantikan dirinya dengan baik memimpin para pekerja yang lain, tetapi Kirana tetap ingin berkunjung dan melihat butik secara langsung.Setelah sekian lama, akhirnya Kirana bisa mengunjungi butiknya. Tentu saja Kirana merasa sangat senang, hingga tidak bisa menyembunyikan senyuman manisnya. Ketika ia turun dari mobil dengan bantuan Citra yang menggenggam tangannya, Kirana berkata, “Citra dan Adam, kalian bisa beristirahat. Pergilah ke kafe dan membeli camilan lezat. Aku akan di butik sekitar satu jam. Di sini ada begitu banyak orang termasuk Tya. Jadi, tidak perlu mencemaskan apa pun.”Mendengar hal itu tentu saja Citra dan Ada—sup
Kirana tampak duduk dengan gugup di kursi sebuah kafe yang cukup tertutup. Kirana kembali menghela napas saat dirinya berusaha untuk meredakan rasa gugup yang ia rasakan. Kirana berhasil mendapatkan izin Kaivan untuk ke luar tanpa mendapatkan pengawalan atau pengawasan, dengan alasan bahwa dirinya ingin bertemu serta menghabiskan waktu bersama dengan Tya. Tentu saja, sebelumnya Kirana sudah membuat janji terlebih dahulu dengan Tya. Agar jika nantinya Kaivan memeriksa hal itu, Kirana sudah membuat semuanya sempurna hingga Kaivan tidak bisa mencurugainya.Kirana meraih ponselnya dan menghubungi Tya. Pada dering pertama, teleponnya sudah diangkat oleh Tya. “Halo, Tya. Maaf janji kita hari ini harus batal.”“Ah begitu, Bu. Iya tidak apa-apa. Tidak perlu meminta maaf, Bu,” ucap Tya paham.Kirana berdeham sebelum berkata, “Terima kasih. Tapi bisakah aku meminta bantuanmu?”“Tentu saja, Bu. Ibu perlu bantuan apa? Jika saya bisa membantu, saya pasti akan membantu Ibu,” ucap Tya tanpa ragu.Ta
Perkataan Keysa seakan-akan terus berputar di dalam benak Kirana. Rasanya sangat sulit bagi Kirana untuk menerima dan percaya dengan apa yang dikatakan oleh Keysa. Apakah mungkin Kaivan memang sekejam itu hingga berencana untuk menjadikan dirinya sebagai rahim pengganti. Kirana yang teringat dengan semua perhatian dan tindakan penuh kasih yang ditunjukkan Kaivan padanya, merasa jika Keysa hanya mengatakan omong kosong. Atau lebih tepatnya berusaha untuk berpikri seperti itu.Kirana berusaha untuk tersenyum meremehkan dan berkata, “Apa kau pikir aku akan percaya dengan perkataanmu? Jelas itu hanyalah omong kosong.”“Kau jelas harus percaya. Karena sejak awal, sudah menjadi rencana bagi Kaivan menjadikanmu pengantin pengganti. Kaivan memintaku untuk menunggu hingga kau melahirkan, dan setelah itu Kaivan akan menceraikanmu dan menikah denganku. Selain itu, kami akan merebut anakmu yang nantinya akan Kaivan jadikan sebagai penerus. Karena sejak awal, aku sudah mengatakan pada Kaivan ia t
Helga dan Rama berlari memasuki kediaman putra mereka yang tiba-tiba terlihat beraura suram. Keduanya terlihat begitu cemas hingga keduanya memasuki aula luas yang biasanya difungsikan untuk tempat diselenggarakannya pesra. Di sana, terlihat Kaivan yang beridiri di hadapan para pelayan dan pengawal yang berbaris dengan kepala tertunduk. Helda dan Rama jelas bisa melihat bahwa jika saat ini Kaivan tengah marah besar. Kemarahan yang belum meluap dan masih menunggu waktu kapan meledak.Citra, sang kepala pelayan berkata, “Maafkan kami, Tuan.”Namun, Kaivan tidak menjawab dan hanya melihatnya dengan dingin. Hingga Joan pun menyadari kehadiran kedua orang tua Kaivan dan menyapa keduanya dengan hormat. “Selamat datang Tuan dan Nyonya,” ucap Joan membuat Kaivan sedikit rileks lalu berbalik untuk menatap kedua orang tuanya.“Ibu kenapa ada di sini?” tanya Kaivan lembut.Meskipun terkenal sebagai seseorang yang dingin dan terkadang bersikap kejam, tetapi Kaivan adalah seorang putra yang berbak
“Hati-hati di jalan, Tika,” ucap seorang pemilik kafe pada Tya.Benar, kini Tya memiliki nama Tika. Ia sengaja melakukan hal itu menyembunyikan identitasnya. Karena upayanya dan Kirana untuk melarikan diri dari Kaivan, salah satu cara yang mereka gunakan adalah mengganti nama mereka untuk mengaburkan jejak. Karena pengalaman hidup bertahun-tahun di jalanan ketika dirinya masih muda, Tya tahu cara seperti apa yang harus ia gunakan untuk menghindari pengejaran serta mengaburkan jejaknya.Saat Tya mendengar cerita Kirana mengenai rencana Kaivan, Tya saat itu merasa begitu marah. Ia pikir, Kaivan adalah pria baik yang bisa membahagiakan Kirana. Meskipun mereka menikah dengan cara yang tidak terduga, Tya berharap bahwa Kaivan memang bisa membahagiakan Kirana pada akhirnya nanti. Namun sayangnya, semua harapan dan ekspektasi Tya untuk Kaivan hancur begitu saja. Rasanya, Tya ingin menghajar pria itu ketika mendengar cerita Kirana. Namun, Tya tahu jika ada hal yang lebih penting yang perlu ia