"Terus sayang."
Langit mengernyitkan keningnya saat mendengar suara tersebut. Dia penasaran apa yang dilakukan oleh Jingga bersama temannya yang sama-sama perempuan.Langit tidak punya pikiran buruk, dan daripada penasaran dengan apa yang dilakukan Jingga, Langit meraih handle pintu.Ceklek!Kebetulan pintu itu tidak terkunci, namun betapa terkejutnya saat melihat apa yang sedang Jingga lakukan bersama temannya."Bangsat! Apa yang kalian lakukan?!" teriak Langit terkejut dan kembali menutup pintu kamar itu dari luar.Braaak!Langit mengelus dadanya, dia begitu syok dengan pemandangan yang sempat dia lihat. Jingga sedang bergumul bersama teman wanitanya. Dan dari raut wajah mereka tampak benar-benar menikmati.Jingga dan Lily pun tampak sangat terkejut saat Langit membuka pintu. Mungkin mereka kelupaan mengunci pintu, atau tidak menyangka kalau Langit akan masuk.Tangan Langit terkepal, entah rahasia dan kejutan apalagi yang dimiliki oleh Jingga. Yang pasti, Langit tidak menyangka kalau Jingga adalah penyuka sesama jenis.Langit masih terdiam di depan kamarnya, dia kembali teringat saat kemarin Jingga menolaknya. Sekarang Langit paham alasan Jingga menolak, karena Jingga memang tidak menginginkan hubungan dengan lelaki.Langit tidak tahu, sesakit apa pernikahan pertama Jingga sampai merubah Jingga menjadi seperti itu."Jadi, aku juga sebagai tameng dari berita miring? Pernikahan ini untuk menutupi semuanya. Astaga," ujar Langit dan dengan langkah gontai menuruni tangga menuju ke kamar Biru. Waktunya Biru makan dan beristirahat sebelum melakukan kegiatan yang lainnya.Hingga tiga puluh menit, Jingga dan Lily belum juga turun. Sambil melayani Biru makan, mata Langit terus memperhatikan ke arah tangga. Menunggu Jingga dan temannya keluar dari kamar."Apakah menyelesaikan permainan mereka? Benar-benar biadap!" kesal Langit dalam hatinya. Karena dia tidak mungkin mengumpat di depan Biru.Tidak berapa lama terdengar suara tawa dari lantai dua, dan benar saja Jingga dan Lily tampak berjalan dengan santai sambil tertawa bahagia. Wajah mereka tampak fresh, mungkin sudah mandi dan make up lagi. Keduanya menuruni tangga, dan Jingga tampak melirik ke arah Langit dengan cuek dan terus mengantarkan Lily hingga ke halaman depan.Lily datang hanya untuk memuaskan hasrat mereka dan setelah itu pergi lagi dengan mobil mewahnya."Bagaimana sekolahnya, aman?" tanya Jingga kepada Biru yang sedang asyik menikmati ikan goreng kesukaannya."Iya. Dapat lima bintang," jawab Biru cuek tanpa melihat ke arah mamanya."Anak hebat!" puji Jingga yang kemudian segera meninggalkan Langit dan Biru. Dia kembali ke kamar, mungkin terlalu lelah bergumul bersama Lily. Entah sudah berapa lama Lily datang ke rumah itu.Langit juga tidak mengeluarkan sepatah katapun. Dia hanya terdiam dan beberapa kali menghela nafas berat."Biru, setelah makan kamu harus istirahat ya," ujar Langit mengingatkan anak asuhnya itu."Iya, Papa," jawab Biru.Langit sebenarnya sedikit heran kepada Biru, karena dia adalah anak yang penurut, namun dia hiperaktif dan tantrum. Mungkin semua itu karena sebenarnya dia kekurangan kasih sayang dan sedang mencoba menarik perhatian orang di sekelilingnya."Papa," panggil Biru sambil menepuk pelan tangan Langit. Karena sejak tadi Langit lebih banyak diam.Langit tersentak. "Iya, ada apa?""Bilu cekalang itu senang banget," ujar Biru sambil mengunyah ikan yang perutnya berisi telur semua itu."Wah, apa yang membuat Biru senang?" tanya Langit dengan antusias."Cekalang ada papa yang selalu menemani Bilu. Biacanya Bilu gak ada teman mainnya," jawab Biru sambil tersenyum.Langit mengangguk pelan. "Syukurlah kalau Biru senang. Jadi, Biru gak boleh lagi buat nenek marah ya?""Nenek itu ja-at. Di selalu malah-malah cama Bilu," jawab Biru emosi saat menyebut neneknya.Langit tidak menjawab, dia tidak tahu harus menasehati Biru seperti apa. Karena Langit juga melihat kalau benar apa yang Biru katakan kalau neneknya hanya marah-marah. Bahkan Langit mendengar sendiri saat Nyonya Leni dengan lantang mengatakan Biru itu dengan sebutan 'anak nakal' padahal Biru hanya menangis dikamarnya.Setelah menghabiskan makannya, Biru kembali ke kamarnya. Di akan bermain dengan mainannya yang banyak dan tidur. Sebenarnya tidak terlalu susah mengasuh Biru. Dia sangat patuh dengan jadwalnya.Setelah lelah bermain bersama Langit, Biru tertidur. Itulah saatnya Langit menemui Jingga. Langit ingin mendapatkan jawaban dari Jingga apa yang dia lihat. Walaupun mereka hanya menikah bukan karena cinta, tapi apapun sebutannya Jingga tetaplah istrinya."Apa yang kalian lakukan?" tanya Langit setelah masuk ke kamar dan mendapati sang istri sedang asyik menonton TV di kamar dengan tangannya yang asyik berselancar pada benda pipih di tangannya."Bukannya kamu sudah tahu, kenapa bertanya," jawab Jingga santai."Kalian sakit!" teriak Langit kesal."Apa hubungannya denganmu, kau tidak berhak mengatur kehidupan pribadiku," jawab Jingga yang kemudian mematikan televisi itu dengan kasar dan membanting keras remote di tangannya."Jelas ada! Kau adalah istriku!" ujar Langit."Hanya kontrak. Jangan berlebihan dan jangan merasa kita memang suami istri," jawab Jingga yang tidak mau kalah."Apapun sebutannya! Yang pasti saat belum ada akta cerai, kau tetaplah istriku yang sah," ujar Langit kesal.Jingga melengos dan hanya tersenyum sinis. Sepertinya dia tidak peduli kepada suaminya yang marah-marah. Baginya yang penting dia bahagia.Jingga juga merasa kalau apa yang dia lakukan tidak merugikan siapapun. Toh mereka sesama perempuan dan sudah menikah. Lily juga memiliki suami, namun tidak memiliki anak."Kalian benar-benar gila!" kesal Langit lagi."Jangan pedulikan. Yang penting kehidupanmu lebih layak daripada sebelumnya. Dan juga kami hanya menikmati persahabatan yang sudah begitu lama kami jalin," jawab Jingga cuek.Langit menggelengkan kepalanya. Jingga sama sekali tidak merasa bersalah ataupun merasa malu."Jangan lakukan lagi. Aku bisa membuat kamu merasa puas, Jingga. Katakan saja padaku kamu mau seperti apa. Daripada kamu bermain sesama jenis," ujar Langit pelan.Jingga menatap Langit dengan senyum yang meremehkan. "Apa kau pikir aku tidak suka lelaki?""Jelas! Kau kemarin menolakku, dan sekarang aku melihat dengan mata dan kepalaku sendiri kau sedang berhubungan dengan Lily. Apakah itu tidak cukup?" tanya Langit.Jingga mencebik. "Kalau begitu, tubuh siapa yang bagus? Aku atau Lily?"Pertanyaan Jingga membuat Langit stress, bisa-bisanya dia bertanya bentuk tubuh. Sebagai lelaki, jelas Langit tidak bisa menjawabnya karena menurutnya keduanya sama-sama menggairahkan kalau polos seperti itu."Aku akan menyembuhkanmu, Jingga," ujar Langit kemudian."Oh ya? Aku tidak sakit, jangan pikir aku tidak suka lelaki. Aku juga bisa bermain dengan lelaki, tergantung dengan mood ku. Mau aku buktikan?" tanya Jingga yang kemudian menanggalkan semua pakaiannya hingga Langit bisa melihat berapa banyak tanda merah yang ditinggalkan Lily di tubuh istrinya itu."Jingga, apa yang kau lakukan?" tanya Langit terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Jingga."Mau membuktikan kalau aku bisa memuaskan lelaki," jawab Jingga dengan santai. Dan menarik tangan Langit dengan kasar, sehingga membuat langit terjatuh ke atas kasur dan Jingga dengan segera menindih tubuh Langit.Dada Langit berdebar begitu hebatnya. Bagaimana tidak? Jingga berada diatas tubuhnya dalam keadaan polos tanpa sehelai benangpun. Pastinya jiwa kelelakiannya bergejolak."Jangan gila, Jingga," ujar Langit mencoba menahan hasratnya yang sudah mencapai ubun-ubunnya."Aku tidak gila," jawab Jingga yang dengan terus memberikan rangsangan di seluruh bagian tubuh Langit. Sehingga membuat Langit tidak mampu lagi menahannya dan akhirnya memberikan sentuhan balasan untuk Jingga.Hingga akhirnya pergumulan hebat terjadi di siang itu dan Jingga benar-benar membuktikan kalau dia memang bisa berhubungan dengan lelaki maupun perempuan.Langit tidak menyangka kalau Jingga seliar itu, dan Jingga lebi
"Saya diminta Tuan Abizar untuk menjemput Tuan dan membawa ke hadapannya," jawab Lelaki itu dan memberikan kode kepada temannya.Tidak berapa lama, dua orang datang dan meminta Langit masuk ke salah satu mobil mereka. Sementara lelaki yang tadi mencegat Langit langsung masuk ke mobil milik Langit diikuti oleh salah satu yang lainnya dengan membawa kardus besar. Entah apa isinya.Langit berusaha melawan, tapi tidak bisa. Mereka bersikeras tetap memaksa."Jangan melawan, kami tidak akan menyakiti Tuan Muda," ujar salah satunya."Anak saya di mobil itu," jawab Langit."Tenang aja, kami sudah membeli banyak mainan. Dia tidak akan rewel, teman yang disana paling ahli main sama anak kecil," jawabnya.Mobil mulai bergerak, di depannya mobil milik Langit berjalan lebih dulu dan mereka melalui jalan yang ramai. Langit tetap tenang, karena dia melihat mobil yang membawa Biru tetap berjalan santai. Di dalam pikiran Langit sangat yakin kalau itu adalah orang-orangnya Dion.Namun, sangat Langit ter
"Sudah saya katakan kalau saya tidak punya ayah," jawab Langit."Maafkan papa," ujar Abizar sambil berlutut.Langit sangat terkejut melihat apa yang dilakukan oleh Abizar. Selama hidupnya belum pernah orang memperlakukan dia seperti ini. Yang ada dialah yang selalu di hina dan di rendahkan. Dan tiba-tiba seseorang yang jauh lebih tua darinya seperti Abizar malah berlutut."Apa yang bapak lakukan?" tanya Langit yang segera mengangkat tubuh Abizar untuk duduk. Dia tidak bisa membiarkan seseorang sujud kepadanya karena dia bukanlah orang yang baik."Mohon maafkan papa, Langit. Ada banyak hal yang terjadi. Papa melihat pernikahan kalian di internet dan papa sangat yakin kalau kamu adalah anakku," jawab Abizar.Langit menyugar kasar rambutnya. "Kalau memang bapak adalah papaku, kemana selama ini?"Suara Langit bergetar hebat saat menanyakan hal itu. Rasanya begitu sakit kalau mengingat bagaimana perjuangannya untuk hidup. Sedangkan saat dia sudah sebesar ini ada seseorang yang datang mengak
"Maaf, tadi Biru mau main di taman. Dan Jingga sudah mengizinkan," jawab Langit sungkan."Ck!" Nyonya Leni berdecak dan melengos masuk ke dalam rumah.Langit tidak ambil hati, dia tetap mengeluarkan semua belanjaan dan juga mainan milik Biru. Dan tidak ada yang peduli dengan kedatangan mereka, kecuali pembantu yang membantu membawakan semua belanjaan.Melihat kondisi seperti ini, Langit merasa tidak heran kalau Biru menjadi seperti itu. Sebab, tidak ada perhatian dari semua orang untuknya. Termasuk Jingga. Yang Jingga pedulikan hanyalah memenuhi kebutuhan materi Biru, tidak peduli dengan perhatian yang dibutuhkan oleh Biru."Pa, besok kita main lagi ya," ujar Biru setelah semua mainan dibawa masuk ke kamar."Iya, Biru."Suasana rumah keluarga Fargo itu sangat sepi, meskipun Nyonya Leni dan Jingga ada dirumah. Dan hari ini sepertinya Tuan Fargo sibuk di kantor, sehingga sudah pukul sembilan malam belum pulang.Bahkan di rumah yang sebesar itu tidak ada makan malam bersama, mereka seper
“Astaga! Mati aku!” gumam Langit yang membalikkan badannya dengan perlahan takut melihat orang yang di depannya. Yang dia takutkan adalah kalau itu Nyonya Leni.Tamatlah riwayatnya, baru dua malam menjadi menantu di keluarga out dan nasibnya sepertinya sudah tidak lagi tertolong. Bahkan uang yang diberikan Jingga tadi belum sempat dipindahkan ke rekeningnya atau rekening ibunya.Dan tangan itu menarik Langit segera meninggalkan tempat itu.“Apa yang Tuan lakukan?” tanya suara itu lagi.Langit memberanikan membuka matanya saat mendengar suara itu memanggilnya dengan sebutan ‘tuan’ dan itu artinya bukanlah ibu mertuanya atau Jingga, melainkan pembantu yang tinggal di rumah utama. Dan itu ada tiga orang, berarti salah satu dari mereka.“Bi Inah?” tanya Langit setengah berbisik sata melihat orang yang ada di depannya itu adalah Bi Inah, pembantu yang sudah mulai sepuh.Bi Inah menempelkan jarinya di bibir, itu menandakan meminta Langit untuk diam saja. Entah diam untuk apa yang Langit den
“Ada apa?” tanya Langit yang masih belum mengerti apa maksud dari mertuanya itu. karena mereka baru saja bertemu pagi ini. Dan di dalam hati Langit curiga kalau mertuanya tahu jika dia menguping ruang kerja beliau semalam.“Masih bertanya! Kau menikah dengan Jingga untuk menguras habis uang Jingga. Kau pasti telah mengancam Jingga, makanya Jingga memberikan separuh sahamnya untukmu! Dasar sampah tidak tahu malu, pergi!” teriak Tuan Fargo marah.“Hah!” tanggap Nyonya Leni yang baru saja keluar kamarnya karena mendengar keributan itu.Sontak saja istri Tuan Fargo terkejut kala mendengar hal itu, sejak awal mereka sudah menduga kalau lelaki muda seperti Langit pasti memiliki tujuan tertentu. Dan baru saja dua hari, semua sudah terbuka dengan jelas.Ternyata keributan itu juga memancing Jingga keluar dari kamarnya, dengan masih mengucek matanya Jingga turun. Dia sangat terkejut saat melihat Langit sedang berhadapan dengan papanya. Dia belum tahu apa yang terjadi.“Ada apa sih pagi-pagi su
"Biru!" Jingga juga berteriak dari lantai dua dan kemudian terdiam mematung saat melihat anaknya yang tergeletak di bawah dan Langit dengan segera memeluk Biru.Kaki Biru tergelincir, sehingga membuatnya jatuh terguling di tangga. Dari lima anak tangga hingga jatuh ke lantai. Tampak ada darah dilantai, entah bagian mana yang terluka. Karena saat ino Biru tidak sadarkan diri."Jingga! Bawa kunci mobil!" teriak Langit menyadarkan Jingga yang kemudian berlari turun ke bawah dengan kunci mobil di tangannya.Sementara itu, Tuan Fargo dan istrinya hanya diam mematung. Mungkin karena terlalu syok dengan kejadian hari ini. Mereka pastinya tidak menyangka kalau Biru akan mengejar Langit.Dan juga pastinya mereka tidak tahu kalau hubungan Langit dan Biru itu sudah begitu dekat. Sehingga Biru akan ikut saat Langit pergi dari rumah itu.Brrruuum!Langit mengemudikan mobil dengan kecepatan yang sangat tinggi. Baginya saat ini adalah keselamatan Biru. Sedangkan Jingga duduk di sebelahnya dan Biru
"Siapa kamu?" tanya Langit yang sedikit khawatir, karena Langit tidak mengenal suara tersebut.Dan kalau dia tahu apa yang terjadi pada Biru, itu artinya ada yang terus memata-matainya."Ini papa," jawab suara di ujung sana.Langit menghela nafas lega, setidaknya itu bukanlah Dion yang selalu berusaha merebut Biru darinya. Walaupun dia juga begitu kesal saat tahu kalau itu adalah Abizar. Langit merasa hidupnya menjadi tidak tenang, Abizar sepertinya selalu mengawasinya."Baik, hanya butuh perawatan," jawab Langit dengan datar.Tut!Langit langsung mematikan sambungan telepon tersebut, dia merasa tidak tenang diganggu seperti itu.Langit melihat ke arah Jingga yang ternyata sedang memperhatikannya dengan intens. Dan sudah pasti membuat Langit merasa tidak nyaman."Siapa?" tanya Jingga penasaran. Karena pastinya Jingga tahu kalau orang itu bertanya keadaan Biru. "Seorang kenalan," jawab Langit mengalihkan pandangannya. Langit tidak bisa menjelaskan kepada Jingga kalau Jingga bertanya