Serena menatap seorang laki-laki menggunakan mantel yang baru saja mendekat ke arah mobilnya.
Ia membuka kaca mobil dan mengulurkan sebuah amplop cokelat yang berisikan tentang segala dokumen dan foto yang Serena minta. Serena meminta segala informasi tentang Yoshiro Shikazu pada Kazue. Karena laki-laki paruh baya itu sangat dekat dengan ayahnya. Dan Serena yakin bahwa Kazue tau sesuatu tentang Yoshiro. "Nona Muda, tidak baik keluar malam seperti ini. Ada banyak orang jahat di luar sana. Supirmu saja tidak akan sanggup melawan mereka," ujar Kazue bersandar pada body mobil Serena. "Aku tau itu," balas Serena membuka amplop cokelat itu. "Apakah Ayah sedang ada di dalam?" tanya Serena. "Tidak. Ayah Nona Muda sedang keluar untuk melakukan patroli bersama para anggota polisi yang lainnya. Nona Muda tau sendiri kalau beliau itu tidak bisa diam di satu tempat dalam waktu yang lama," balas Kazue. Serena mengangguk pelan. Diam. Membaca biografi tentang Yoshiro Shikazu. Memahami secara detail segala yang tertulis di sana. Sampai di satu titik di mana Serena mengerti bahwa sejak awal Yoshiro adalah seorang jenius. Yang harus mengorbankan sekolahnya demi uang. "Bagaimana tanggapanmu tentang anak itu?" tanya Serena masih membaca biografi Yoshiro. "Saya cukup terkesan dengannya. Saya dengar dia meninggalkan sekolahnya dan mengambil banyak pekerjaan paruh waktu untuk membayar biaya rumah sakit ibunya," balas Kazue. "Di rumah sakit mana ibunya dirawat?" "Rumah Sakit Central. Ruangan Celius. Nomor satu." "Kenapa Ayah memilihnya?" "Kemampuannya dalam bertarung cukup meyakinkan. Otaknya juga sangat cerdas. Lalu juga, dia bukanlah tipe orang yang akan mengkhianati orang yang sudah membantunya." "Bagaimana kamu tau itu? Bukankah seharusnya hal itu tidak bisa disimpulkan sebelum semuanya selesai?" "Tentang saja Nona Muda. Dia tidak akan mengkhiatimu. Karena mau bagaimana pun juga, pekerjaan ini dia lakukan untuk kesembuhan ibunya. Dia tidak mungkin mengambil langkah yang bisa memperburuk keadaan ibunya." Serena menghela nafas. Ia tidak mendapatkan hal menarik dari dokumen yang diberikan oleh Kazue. Hanya ada biografi dan beberapa catatan tentang kriminalitas yang pernah dilakukan oleh Yoshiro. "Bagaimana dengan kondisi di sekolah? Apakah ada masalah?" tanya Kazue mencoba mengalihkan topik pembicaraan. "Orang yang kalian kirimkan langsung membuat masalah di hari pertama dia masuk. Menendang dan mengintimidasi anak dari Keluarga Archine," balas Serena menaruh berkas dokumen itu pada sisi kursi mobil yang kosong. "Saya rasa dia tidak melakukan hal itu tanpa alasan yang jelas. Seharusnya ada sesuatu yang membuatnya melakukan itu, 'kan?" "Apa pun alasannya, dia tidak seharusnya melakukan itu. Dia bukanlah orang yang akan bisa bertahan dari tekanan para murid di kelas elite. Hanya perlu menunggu waktu sampai dia menghilang dari dunia ini." "Apakah Nona Muda mengkhawatirkannya?" "Bodoh sekali. Untuk apa aku harus peduli dengan orang yang tidak aku kenal? Lagipula dia melakukan itu atas kemauannya sendiri. Bukan karena perintahku." "Jika dia memang selemah itu, bukankah seharusnya dia sudah tiada dalam beberapa tindakan kriminalitas yang pernah dia lakukan?" Kazue harus mengakui bahwa ilmu bela diri Yoshiro belum sehebat itu untuk mengalahkannya. Kazue bisa dengan muda mengalahkan Yoshiro jika mereka diharuskan untuk bertarung satu sama lain. Yang menjadi keunggulan Yoshiro adalah tekad. Laki-laki bodoh itu tidak akan pernah berhenti bertarung sebelum tenaganya benar-benar habis. Permasalahan nyawa, laki-laki itu sudah tidak peduli. Selama laki-laki itu masih bisa bertarung, maka laki-laki itu akan melakukannya sampai akhir. "Dan tentang tindakannya serta pilihannya saat ini, saya rasa jika dia memiliki pilihan lain, maka dia akan memilih pilihan itu. Ini semua terjadi di luar kehendaknya. Semua ini terasa sulit dan membuatnya menderita. Namun mau bagaimana lagi? Bukankah memang hanya ini satu-satunya jalan yang dia miliki?" tanya Kazue tersenyum kecil sembari memandang ke arah langit malam. "Sepertinya kamu menyukainya. Jarang sekali mendengarmu memuji seseorang," balas Serena memasang kembali sabuk pengamannya. "Saya seorang polisi. Sudah sepantasnya saya membenci dan menangkap para tindak kriminalitas. Namun, sebagai sesama laki-laki, saya tidak mungkin menghentikan langkah seorang anak yang sedang berusaha menyelamatkan nyawa ibunya." "Sayang sekali. Itu tidak akan berlaku padaku. Tidak peduli mau sesedih apa pun keadaannya di masa lalu dan sekarang, tidak akan membuatku bisa menerimanya. Aku tidak suka ada orang yang tiba-tiba saja masuk ke dalam kehidupanku dan berniat merubah segala yang sudah ada sejak awal." "Sekarang saya mengerti kenapa Ayah Nona Muda sering terlihat pusing. Cukup sulit memang menjadi seorang ayah dari seorang anak perempuan yang keras kepala." "Berhati-hatilah. Jika aku melaporkan ucapanmu tadi ke ayahku, kamu tidak akan bisa selamat." "Benar-benar perempuan yang mengerikan."Sheila menggaruk keningnya saat melihat ada banyak sekali laporan perusahaan yang menumpuk di meja kerjanya. Sheila sudah bergabung dengan perusahaan milik Keluarga Olivia semenjak keberangkatan Yoshiro ke Jepang sebelas tahun lalu.Selama sebelas tahun itu, Yoshiro dan Ivona selalu menyempatkan waktu untuk kembali dan menemui Sheila. Namun satu tahun ke belakangan ini kedua orang itu sama sekali tidak memberikan tanda-tanda bahwa akan kembali. Membuat Sheila sedikit takut jika seandainya ada sesuatu yang buruk terjadi pada mereka.Perhatian Sheila teralihkan saat mendengar ada suara ketukan pintu. Ia merasa malas karena ia yakin itu adalah salah satu bawahannya yang membawa dokumen untuk diperiksa."Masuk," ujar Sheila dengan suara lemas.Pintu terbuka. Namun tidak terlalu lebar. Sheila memandangi pintu itu, bertanya-tanya siapakah orang yang sedang mengerjainya. Serena? Tidak, Sheila yakin itu bukan Serena. Karena pada jam seperti sekarang, Serena masih berada di universitas dan bar
Yoshiro dan Ivona sudah berada di Jepang selama beberapa minggu. Dan mereka lebih sibuk dari biasanya. Bahkan Mereka lebih banyak menghabiskan waktu di kantor daripada di rumah. Namun semuanya mulai membaik setelah dua minggu berlalu.Ivona sudah mulai bisa bernafas lega dan pulang ke rumah lebih awal. Sedangkan Yoshiro juga sudah mulai berhasil mengikuti lebih banyak kelas di universitas tempatnya berkuliah.Seperti saat ini, Yoshiro dan Ivona sedang berada di cafe kecil. Ivona menikmati kopi hitam. Dan Yoshiro menikmati minuman cokelat hangat."Aku akan mulai menyerahkan tanggung jawab beberapa perusahaan pada CEO yang aku tunjuk mulai minggu depan. Jadi kemungkinan aku akan memimpin satu perusahaan utama dan hotel yang kamu pegang sekarang," ujar Ivona memegang gelas kopinya dengan kedua tangan untuk memastikan seberapa panas kopi itu."Aku rasa tidak masalah jika aku yang masih memimpin hotel itu. Lagipula membiarkanmu bekerja sendiri, itu tidak masuk di akalku. Lebih baik kamu me
Yoshiro menghela nafas sambil memandang ke arah pantai. Ia melepaskan segala penatnya setelah selama seminggu dirinya harus fokus pada ujian akhir sekolahnya. Dan kini ia sudah berhasil melewati itu semua. Hanya sisa pengambilan berkas nilai. Lalu acara kelulusan siswa.Pandangan Yoshiro teralihkan dari ombak pantai saat melihat sebuah mobil putih menuju ke arahnya dan berhenti tepat di hadapan mobilnya. Pemilik mobil itu keluar. Kening Yoshiro mengkerut. Ia mengenal siapa perempuan itu. Yang menjadi pertanyaannya sekarang adalah kenapa perempuan itu ada di sini? Bukankah seharusnya perempuan itu berada di kantor untuk menyelesaikan tugasnya?Ivona Olivia. Pemimpin Keluarga Olivia yang sebentar lagi akan berpindah ke Jepang untuk membangun beberapa perusahaan baru bersama Yoshiro."Apakah ada masalah?" tanya Yoshiro menghadap Ivona."Tidak ada. Aku sempat melacak mobilmu dan melihatnya menuju ke arah pantai. Aku berpikir bahwa kamu sedang bersama seseorang di sini. Jadi aku ke mari,"
Yoshiro terkejut saat Ivona datang ke kantornya dan masuk ke dalam ruang kerjanya. Perempuan itu masih menggunakan setelan jas berwarna hitam. Menandakan bahwa perempuan itu langsung menemuinya setelah melakukan rapat penting di kantor utama. "Kenapa?" tanya Yoshiro bangkit dari kursi kerjanya."Tidak ada. Aku hanya ingin mengajakmu makan siang. Kita sudah lama tidak makan bersama bukan?" jawab Ivona menutup pintu."Bukankah akan menjadi masalah jika ada orang yang melihat kita bersama?""Kita makan di sini. Aku sudah memesan makanan. Dan akan diantar oleh Yuri.""Kenapa tidak makan nanti setelah pulang dari kantor saja?""Aku ingin makan sekarang. Kenapa? Apakah tidak boleh?""Boleh."Ivona duduk di sofa. Lalu Yoshiro pun duduk di samping Ivona. Ivona merangkul tangan Yoshiro. Dan menyandarkan kepalanya pada bahu Yoshiro."Aku belum membelikanmu hadiah ulang tahun. Kemarin pun tidak sempat merayakannya karena kamu pulang tengah malam," ujar Ivona."Tidak masalah. Kita sudah sama-sam
Yoshiro berjalan mengendap-endap saat memasuki kamar. Karena ia melihat ada tubuh Ivona terbaring di atas kasurnya. Ia tidak mengerti mengapa perempuan itu akhir-akhir ini lebih sering tidur di kamarnya. Namun itu jelas-jelas membuatnya tidak memiliki banyak ruang.Secara hati-hati, Yoshiro melepas jas dan sepatunya. Lalu duduk di kasur secara perlahan supaya tidak membuat kasur bergoyang. Namun tiba-tiba saja tubuh Ivona bangkit dan membuat Yoshiro terkejut."Kenapa kamu baru pulang?!" tanya Ivona dengan nada keras."Aku bertemu dengan teman lamaku. Bukankah aku sudah mengirim pesan tadi?" balas Yoshiro dengan nada lemah karena takut."Kamu hari ini ulang tahun! Kenapa kamu tidak bertemu dengan temanmu besok atau lusa saja?! Seharusnya kamu menghabiskan hari ini bersamaku!""Aku tidak pernah merayakan hari ulang tahunku. Aku pikir tidak ada perayaan spesial hari ini. Dan aku pikir kamu tidak tau. Jadi aku minum bersama temanku sepulang kerja.""Kamu minum?""Sedikit.""Berapa orang?"
Keenan mendatangi club malam yang selalu menjadi tempat berkumpulnya dengan anggota kelompok White Owl. Ia datang bukan untuk bertemu dengan client yang ingin menyewa jasa kelompoknya. Melainkan karena ia mendapatkan kabar bahwa ada seorang laki-laki mengamuk di bar dan menghantam seluruh orang termasuk seluruh anggota White Owl yang sedang asik berdansa di sana.Saat memasuki club, sama sekali tidak ada suara musik terdengar. Bahkan tidak ada suara-suara orang. Benar-benar senyap. Saat Keenan mulai masuk lebih dalam, Keenan bisa melihat ada banyak sekali orang terkapar di lantai dengan luka memar dan beberapa bagian wajah mengeluarkan darah. Di antara semua orang yang jatuh pingsan itu, ada seorang laki-laki menggunakan jas sedang duduk di kursi meja bar. Dengan gelas kecil dan sebotol minuman beralkohol."Apa kamu ke sini untuk membunuhku?" tanya Keenan pada laki-laki itu.Remaja itu memutar badannya. Dan saat itu Keenan bisa melihat jelas sosok laki-laki yang telah mengacaukan mar