Yoshiro menghela nafas saat tiba-tiba saja ada tiga orang menggunakan jas hitam berwajah mengerikan menghadang jalannya.
Tanpa bertanya lebih dulu, Yoshiro sudah mengerti alasan mengapa ketiga orang itu datang. Mingzu. Sudah pasti perempuan itu dalang dari kedatangan ketiga orang itu. Dua orang membawa tongkat besi. Dan satu orang yang berjaga membawa pistol. Kelompok mafia. "Apakah kamu yang mencari masalah dengan putri dari Keluarga Archine?" tanya seorang mafia yang membawa pistol. "Sepertinya aku tidak terlalu asing dengan lambang yang ada di jasmu," balas Yoshiro mengabaikan pertanyaan laki-laki itu. Dan lebih memiliki fokus pada lambang yang terdapat pada jas laki-laki itu. "Wajah burung hantu berwarna putih? Apakah kalian dari WO?" tanya Yoshiro menatap saksama laki-laki pemegang pistol itu. "Hee. Tidak kusangka kamu bisa menyadari itu. Sepertinya kamu bukanlah anak murid pada umumnya. Karena bisa tau sesuatu tentang kelompok kami," balas laki-laki itu. WO. Atau lebih tepatnya White Owl. Sebuah kelompok mafia bayaran yang bergerak sesuai dengan 'pesanan' yang mereka terima. Kebanyakan dari orang-orang yang membayar mereka memiliki tujuan untuk menyingkirkan seseorang. Dan laki-laki yang saat ini berbicara dengan Yoshiro adalah Keenan Sky. Pemimpin tertinggi dari kelompok White Owl. "Aku mendengar sedikit tentang pertengkaran kalian. Untuk apa kalian melakukan hal bodoh itu? Bukankah seharusnya hidupmu lebih aman jika tidak melindungi perempuan itu? Kamu tidak dilindungi oleh orang-orang pemerintahan. Bahkan jika kamu mati dan jasadmu tidak ditemukan, maka tidak akan ada yang menyadari itu," tanya Keenan. "Tidak ada. Aku hanya ingin melindunginya. Lagipula apa salahnya melindungi orang yang lebih lemah?" tanya Yoshiro mengangkat kedua bahunya. "Aku rasa itu tidak ada salahnya. Namun akan lebih aman jika kamu tidak mencari masalah dengan orang yang tidak bisa kamu lawan. Sedangkan aku sendiri sebenarnya cukup menyukai orang sepertimu. Namun, ya, karena ini tugas. Maka mau tidak mau aku harus menyingkirkanmu." Sepanjang percakapan Keenan sama sekali tidak ada ekspresi ketakutan pada wajah Yoshiro. Dengan posisi Yoshiro seperti sekarang, maka kesempatan Yoshiro untuk bisa bertahan hidup sangatlah kecil. Kematian adalah hal yang menakutkan. Namun itu tidak terlihat pada diri Yoshiro. Seakan-akan Yoshiro percaya bahwa ia bisa keluar dari situasi itu dengan selamat. "Sepertinya kamu berpikir bahwa kamu memiliki kesempatan untuk keluar dari tempat ini. Katakan padaku, apa yang akan kamu lakukan setelah ini?" tanya Keenan melepaskan pistolnya dan membiarkan senjata api itu jatuh tergeletak di tanah. "Entahlah, mungkin aku akan menghancurkan Keluarga Archine. Atau mungkin juga aku akan melenyapkan Mingzu dan menaruh jasadnya ke tempat yang tidak bisa ditemukan oleh orang lain," balas Yoshiro dengan santainya. "Jangan naif, Anak Kecil. Keluarga Archine bukanlah keluarga biasa. Kamu bahkan tidak akan bisa mendekat ke area rumahnya karena di sana memiliki penjagaan yang ketat. Mendekat ke sana sama saja dengan bunuh diri." "Begitu, 'kah? Tapi, ya, bukankah saat seorang laki-laki sudah mengucapkan sesuatu, maka laki-laki itu tidak boleh menariknya kembali?" Keenan menyukai sikap Yoshiro. Seorang petarung yang tidak takut dengan siapa pun. Seorang laki-laki yang tidak akan menarik kembali kata-katanya. Itu benar-benar sempurna. Keenan ingin membawa Yoshiro ke dalam kelompoknya. Namun Keenan tidak bisa melakukan itu. Karena ia dibayar untuk melenyapkan laki-laki itu. "Menyerahlah. Kamu tidak akan bisa melakukannya. Sejak awal dunia memang seperti ini. Dunia tidak pernah berputar sesuai keinginan orang miskin seperti kita. Dunia berpihak pada mereka yang memiliki uang dan kekuasaan. Orang-orang kotor seperti kita seharusnya tidak naik ke atas dan mencari masalah dengan mereka," ujar Keenan menggunakan sarung tangan hitamnya dan maju mendekat ke arah Yoshiro. "Jangan sama kan aku denganmu. Ada orang yang aku harus selamatkan. Oleh karena itu, aku akan melakukan apa pun untuk menyelamatkannya. Tidak peduli apa pun hasilnya, aku akan melakukannya," balas Yoshiro. "Sungguh. Semua ini membuatku penasaran. Sebenarnya apa yang kamu ingin lindungi? Apa yang membuatmu harus bekerja sebagai pelindung nona muda dari Keluarga Mith?" "Ibuku." Keenan berhenti tepat di hadapan Yoshiro. Dengan mata membulat sempurna dan jantung yang sempat berdetak lebih kencang. Keenan tidak menyangka bahwa jawaban itu yang akan keluar dari mulut Yoshiro. "Apakah selama ini seorang berandalan yang suka mencuri dan melakukan kasus penganiayaan adalah seorang anak baik yang ingin melindungi ibunya?" tanya Keenan dengan senyuman lebar. "Aku rasa kamu benar," balas Yoshiro. "Aku cukup senang mendengar itu. Tapi tugas tetaplah tugas. Sejak awal aku sudah ditugaskan untuk menyingkirkanmu. Jadi aku tidak akan mengalah dan melepaskanmu hanya karena itu."Sheila menggaruk keningnya saat melihat ada banyak sekali laporan perusahaan yang menumpuk di meja kerjanya. Sheila sudah bergabung dengan perusahaan milik Keluarga Olivia semenjak keberangkatan Yoshiro ke Jepang sebelas tahun lalu.Selama sebelas tahun itu, Yoshiro dan Ivona selalu menyempatkan waktu untuk kembali dan menemui Sheila. Namun satu tahun ke belakangan ini kedua orang itu sama sekali tidak memberikan tanda-tanda bahwa akan kembali. Membuat Sheila sedikit takut jika seandainya ada sesuatu yang buruk terjadi pada mereka.Perhatian Sheila teralihkan saat mendengar ada suara ketukan pintu. Ia merasa malas karena ia yakin itu adalah salah satu bawahannya yang membawa dokumen untuk diperiksa."Masuk," ujar Sheila dengan suara lemas.Pintu terbuka. Namun tidak terlalu lebar. Sheila memandangi pintu itu, bertanya-tanya siapakah orang yang sedang mengerjainya. Serena? Tidak, Sheila yakin itu bukan Serena. Karena pada jam seperti sekarang, Serena masih berada di universitas dan bar
Yoshiro dan Ivona sudah berada di Jepang selama beberapa minggu. Dan mereka lebih sibuk dari biasanya. Bahkan Mereka lebih banyak menghabiskan waktu di kantor daripada di rumah. Namun semuanya mulai membaik setelah dua minggu berlalu.Ivona sudah mulai bisa bernafas lega dan pulang ke rumah lebih awal. Sedangkan Yoshiro juga sudah mulai berhasil mengikuti lebih banyak kelas di universitas tempatnya berkuliah.Seperti saat ini, Yoshiro dan Ivona sedang berada di cafe kecil. Ivona menikmati kopi hitam. Dan Yoshiro menikmati minuman cokelat hangat."Aku akan mulai menyerahkan tanggung jawab beberapa perusahaan pada CEO yang aku tunjuk mulai minggu depan. Jadi kemungkinan aku akan memimpin satu perusahaan utama dan hotel yang kamu pegang sekarang," ujar Ivona memegang gelas kopinya dengan kedua tangan untuk memastikan seberapa panas kopi itu."Aku rasa tidak masalah jika aku yang masih memimpin hotel itu. Lagipula membiarkanmu bekerja sendiri, itu tidak masuk di akalku. Lebih baik kamu me
Yoshiro menghela nafas sambil memandang ke arah pantai. Ia melepaskan segala penatnya setelah selama seminggu dirinya harus fokus pada ujian akhir sekolahnya. Dan kini ia sudah berhasil melewati itu semua. Hanya sisa pengambilan berkas nilai. Lalu acara kelulusan siswa.Pandangan Yoshiro teralihkan dari ombak pantai saat melihat sebuah mobil putih menuju ke arahnya dan berhenti tepat di hadapan mobilnya. Pemilik mobil itu keluar. Kening Yoshiro mengkerut. Ia mengenal siapa perempuan itu. Yang menjadi pertanyaannya sekarang adalah kenapa perempuan itu ada di sini? Bukankah seharusnya perempuan itu berada di kantor untuk menyelesaikan tugasnya?Ivona Olivia. Pemimpin Keluarga Olivia yang sebentar lagi akan berpindah ke Jepang untuk membangun beberapa perusahaan baru bersama Yoshiro."Apakah ada masalah?" tanya Yoshiro menghadap Ivona."Tidak ada. Aku sempat melacak mobilmu dan melihatnya menuju ke arah pantai. Aku berpikir bahwa kamu sedang bersama seseorang di sini. Jadi aku ke mari,"
Yoshiro terkejut saat Ivona datang ke kantornya dan masuk ke dalam ruang kerjanya. Perempuan itu masih menggunakan setelan jas berwarna hitam. Menandakan bahwa perempuan itu langsung menemuinya setelah melakukan rapat penting di kantor utama. "Kenapa?" tanya Yoshiro bangkit dari kursi kerjanya."Tidak ada. Aku hanya ingin mengajakmu makan siang. Kita sudah lama tidak makan bersama bukan?" jawab Ivona menutup pintu."Bukankah akan menjadi masalah jika ada orang yang melihat kita bersama?""Kita makan di sini. Aku sudah memesan makanan. Dan akan diantar oleh Yuri.""Kenapa tidak makan nanti setelah pulang dari kantor saja?""Aku ingin makan sekarang. Kenapa? Apakah tidak boleh?""Boleh."Ivona duduk di sofa. Lalu Yoshiro pun duduk di samping Ivona. Ivona merangkul tangan Yoshiro. Dan menyandarkan kepalanya pada bahu Yoshiro."Aku belum membelikanmu hadiah ulang tahun. Kemarin pun tidak sempat merayakannya karena kamu pulang tengah malam," ujar Ivona."Tidak masalah. Kita sudah sama-sam
Yoshiro berjalan mengendap-endap saat memasuki kamar. Karena ia melihat ada tubuh Ivona terbaring di atas kasurnya. Ia tidak mengerti mengapa perempuan itu akhir-akhir ini lebih sering tidur di kamarnya. Namun itu jelas-jelas membuatnya tidak memiliki banyak ruang.Secara hati-hati, Yoshiro melepas jas dan sepatunya. Lalu duduk di kasur secara perlahan supaya tidak membuat kasur bergoyang. Namun tiba-tiba saja tubuh Ivona bangkit dan membuat Yoshiro terkejut."Kenapa kamu baru pulang?!" tanya Ivona dengan nada keras."Aku bertemu dengan teman lamaku. Bukankah aku sudah mengirim pesan tadi?" balas Yoshiro dengan nada lemah karena takut."Kamu hari ini ulang tahun! Kenapa kamu tidak bertemu dengan temanmu besok atau lusa saja?! Seharusnya kamu menghabiskan hari ini bersamaku!""Aku tidak pernah merayakan hari ulang tahunku. Aku pikir tidak ada perayaan spesial hari ini. Dan aku pikir kamu tidak tau. Jadi aku minum bersama temanku sepulang kerja.""Kamu minum?""Sedikit.""Berapa orang?"
Keenan mendatangi club malam yang selalu menjadi tempat berkumpulnya dengan anggota kelompok White Owl. Ia datang bukan untuk bertemu dengan client yang ingin menyewa jasa kelompoknya. Melainkan karena ia mendapatkan kabar bahwa ada seorang laki-laki mengamuk di bar dan menghantam seluruh orang termasuk seluruh anggota White Owl yang sedang asik berdansa di sana.Saat memasuki club, sama sekali tidak ada suara musik terdengar. Bahkan tidak ada suara-suara orang. Benar-benar senyap. Saat Keenan mulai masuk lebih dalam, Keenan bisa melihat ada banyak sekali orang terkapar di lantai dengan luka memar dan beberapa bagian wajah mengeluarkan darah. Di antara semua orang yang jatuh pingsan itu, ada seorang laki-laki menggunakan jas sedang duduk di kursi meja bar. Dengan gelas kecil dan sebotol minuman beralkohol."Apa kamu ke sini untuk membunuhku?" tanya Keenan pada laki-laki itu.Remaja itu memutar badannya. Dan saat itu Keenan bisa melihat jelas sosok laki-laki yang telah mengacaukan mar