Share

Suami Salih

Penulis: Kuriziki
last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-18 00:09:37

Biar sajalah. Itu bukan urusanku. Eh, tapi tadi bajunya masih basah itu. Kalau dia masuk angin bagaimana?

Sepertinya orang yang meneleponnya tadi sangat penting bagi Rafael sampai-sampai dia mengabaikan diri sendiri seperti itu. Ah, sudahlah. Lebih baik aku membersihkan diri lalu istirahat. Urusan Rafael bukan urusanku.

**

Malam sudah makin larut. Tapi Rafael belum kembali juga. Sebenarnya dia pergi ke mana? Jika terjadi apa-apa padanya, bisa-bisa aku yang kena omel Papa Mama.

Baru saja hendak meraih ponsel di atas nakas untuk menghubungi bocah itu, kulihat pintu kamar terbuka. Syukurlah dia sudah kembali.

"Dari mana?" tanyaku serius.

Rafael menatapku sekilas. Tanpa menjawab, dia melepas jaket, lalu menyambar handuk di cantelan. Wajahnya jadi tambah kusut sekarang. Baiklah. Sepertinya dia tidak mau berbagi denganku.

Aku meraih ponsel di atas nakas, lalu berselancar di aplikasi berwarna biru. Tidak ada yang menarik. Hanya scroll-scroll saja melihat status dari orang-orang di daftar pertemananku.

Ada satu teman yang sangat aktif memperbarui status di aplikasi ini. Nama akunnya Nadia Talita. Foto profilnya seorang gadis cantik. Sepertinya dia seusia Rafael. Tiap kali dia memposting sesuatu di berandanya, para kaum buaya pasti ramai memberi like dan komen. Tak heran juga. Sebab Nadia ini gemar sekali berpose seksi.

"Belum tidur, Tan?"

"Belum ngantuk," jawabku tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel. "Lu dari mana, sih, sebenarnya?"

Rafael merangkak naik ke atas ranjang. Aku beringsut menjauh, "Mau ngapain?"

"Mau duduk doang, Tan. Sekalian gue mau ngomong penting sama lu."

Aku berdehem beberapa kali untuk menghilangkan rasa gugup, "Apaan?"

"Sebenarnya gue masih punya pacar, Tan. Tadi gue juga baru ketemu sama dia. Ibunya lagi sakit."

Mulutku membulat membentuk huruf O. Benar, kan, dugaanku? Dia memiliki seorang pacar. Tapi tidak apa-apa. Lagi pula itu tidak berpengaruh sedikit pun padaku.

"Tapi tadi gue udah mutusin dia. Gue bilang kalau gue udah nikah."

"Terus?"

"Ya cewek kalau masih sayang diputusin udah pasti nangis lah, Tan."

Aku manggut-manggut. Memang begitu, ya, kalau diputusin nangis gitu? Ah, aku belum pernah punya pacar dan diputusin juga. Jadi aku tidak terlalu paham dengan persoalan anak muda seperti itu.

"Terus?" tanyaku lagi.

"Gue bilang, kalau buat temenan oke-oke aja. Kalau dia minta bantuan pun gue juga siap bantuin," jelasnya lagi.

"Terus?"

"Elah, Tan. Dari tadi terus-terus mulu. Ya nabrak entar." Dia turun dari ranjang menuju ke sofa.

Aku menghela napas pelan. "Sebenarnya gue nggak papa, sih, mau elo pacaran sama dia sekalipun. Soalnya kita, kan, juga nggak saling punya perasaan. Tapi kalau dengan putus menurut lo lebih baik, ya, itu terserah elo."

"Tentu aja putus menjadi pilihan terbaik, Tan. Gue dah nikah, dah punya istri. Gue bukan lagi bujang yang bisa tebar pesona sana-sini. Jadi, gue harap Tante juga bisa menempatkan diri sebagai istri. Gue yakin suatu saat nanti, cinta bisa tumbuh di antara kita," ucapnya panjang lebar. Malah yang terakhir disertai gerakan alisnya naik turun dengan senyum jahil.

Aku tertawa. "Cinta lo bilang? Ya kali gue demen ama bocah kayak lo. Kalau mau, nih, ya, gue bisa nyari cowok yang usianya jauh lebih matang. Cuma emang gue nggak mau terikat hati dengan siapapun aja."

Rafael berdiri. Dia berjalan lagi ke arahku. Eh, apa dia tersinggung. Duh! Terkadang mulutku ini memang susah dikontrol.

Rafael semakin mendekat. Dia mengunci tubuhku dengan kedua tangan yang bertumpu pada kepala ranjang sebab aku tengah bersandar di sana.

Jantungku ... jantungku berdegup tak beraturan lagi.

"Yang matang dari segi usia pun belum tentu bisa bertanggung jawab, Tan. Jadi jangan menilai kedewasaan seseorang dari usia." Dia tersenyum. Ah, bukan! Menyeringai lebih tepatnya. Lalu seperti tadi pagi, dia kembali mendaratkan kecupan di keningku.

Oh, astaga! Kenapa setiap kali dia melakukan ini, aku seperti tak bisa bergerak? Jangan sampai aku termakan ucapan sendiri. Tidak! Aku tidak akan pernah jatuh cinta pada anak kecil seperti dia. Tidak akan pernah!

***

"Mau ke mana lo? Katanya dipecat?" tanyaku saat melihat Rafael sudah rapi. Kalau dilihat-lihat, dia keren juga. Eh, apaan, sih?

Tapi serius. Dengan kemeja yang lengannya digulung sampai siku seperti itu, dia terlihat jauh lebih dewasa. Otot lengannya yang kekar tercetak jelas.

"Semalam gue dapat ajakan dari temen buat kerja di toko. Jadi, ya, gue langsung masuk hari ini," jawabnya dengan wajah semringah.

"Hebat juga lo. Baru juga dipecat dah langsung dapet kerjaan aja." Aku yang baru keluar dari kamar mandi, menuju meja rias untuk mengeringkan rambut yang masih basah. Readers jangan mikir macam-macam, ya. Aku keramas karena memang rambut sudah kotor. Bukan karena ... Ah, skip!

"Rezeki suami soleh ini namanya, Tan."

Aku mencebik. Lalu mulai menyalakan hairdryer di tangan.

"Mau bukti kalau gue ini suami soleh?"

Dari cermin rias kulihat Rafael berjalan di belakangku. Dia lantas mengambil alih hairdryer dari tanganku. Aku berbalik, berniat merebutnya kembali. Tapi dia dengan sigap memutar tubuhku lagi agar menghadap ke cermin.

Dengan telaten, pemuda itu mengeringkan rambutku. Napasku tercekat. Rasanya untuk bergerak saja aku tak bisa. Apa dia punya kekuatan super untuk membuat orang lain membatu ketika berada di dekatnya?

"Elo boleh anggep gue anak kecil, Tan. Tapi asal lo tahu, gue bahkan bisa bikin anak kecil kalau gue mau," bisiknya di telingaku. Sementara tangannya masih setia mengarahkan hairdryer pada rambutku.

Tunggu dulu! Bisa bikin anak kecil? Maksudnya?

Aku melotot setelah menyadari maksud ucapannya. Lalu secepat kilat aku merebut pengering rambut itu dari tangannya.

"Eh, dasar omes! Pergi sana lo! Rese banget jadi orang!"

Rafael tergelak. Dia berlari menjauh lalu menjulurkan lidah mengejekku.

"Ntar malem kita bikin anak, ya, Tan!" teriaknya lantang. Astaga! Rafael!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bukan Perawan Tua   Akhir Sebuah Cerita

    "Mas! Mas!" Aku memukul-mukul lengan Rafael."Apa, sih, Sayang? Bahaya ini lagi nyetir jangan dipukul-pukul.""Berhenti dulu coba."Mobil menepi. Mesin pun dimatikan. Aku langsung menunjukkan foto-foto di akun Fatih pada Rafael."Jadi, Talita nikah sama orang ini? Dia yang pernah meriksa Ibu di rumah, kan?" Rafael bertanya.Aku mengangguk. Jemariku bergerak cepat menelusuri profilnya kembali untuk mendapatkan alamatnya.**Rumah mewah dua lantai sudah terpampang di depan mata. Inikah rumah Mas Fatih? Beruntung sekali Talita mendapatkan lelaki mapan seperti Mas Fatih."Ayo, Mas!" Aku menggandeng tangan Rafael. Tiba di depan pintu, aku menekan belnya.Cukup lama juga kami menunggu. Sekitar lima menit lebih, pintu baru terbuka. Seraut wajah perempuan yang aku cari, muncul di sebaliknya. Perempuan itu sangat jauh berbeda sekarang. Dia mengenakan jilbab lebar dan gamis. Sungguh cantik."Mbak Mayang?" Talita tiba-tiba memelukku. "Maafin saya, Mbak. Sungguh, saya benar-benar menyesal."Aku m

  • Bukan Perawan Tua   Mencari Talita

    "Lepasin, Mas! Aku mau habisin perempuan itu!" Fira berteriak lagi."Jangan gila, Fira!" Ammar berusaha sekuat tenaga untuk merebut pisau itu dari tangan istrinya.Pelukan Rafael semakin erat aku rasa. Terutama saat tiba-tiba Ammar memekik. Perutnya tertusuk pisau!"Ammar!" Aku memekik histeris. Pisau terjatuh dari tangan Fira. Tubuh Ammar ambruk. Disusul dengan Fira yang luruh ke lantai. Perempuan itu memandangi tangannya yang berlumuran darah."Maafin aku, Mas! Aku nggak bermaksud buat nyakitin kamu!" Fira menangis penuh sesal. Cinta, jika terlalu tak tahu diri, akibatnya akan menyakiti dan merugikan diri sendiri.***Isak tangis dari dua wanita beda generasi di kursi tunggu semakin menambah suasana memilukan. Ammar masih menjalani penanganan. Sementara Fira digelandang ke kantor polisi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Bersyukur Papa bergerak cepat lapor polisi tadi.Sekarang aku dan Rafael masih menunggu kabar dari Dokter mengenai keadaan Ammar. Sejak tadi, tautan di tan

  • Bukan Perawan Tua   Kenekatan Fira

    "F-Fira? Kamu ngapain di sini?"Fira melangkah masuk. Dia duduk di sebelahku. Rafael hendak berdiri, tapi kucegah."Bu Mayang dari rumah saya, ya? Bu Mayang baik banget pakai jenguk Ibu saya segala," ucapnya penuh haru. Sungguh, perempuan ini sangat misterius bagiku. Kupikir, dulu kami sangat dekat dan saling mengerti satu sama lain. Nyatanya tidak. Dia sulit untuk kumengerti.Sebuah sentakan kasar dari Ammar di bahu Fira, membuat tubuh perempuan itu berbalik."Hentikan omong kosongmu, Fira! Jangan macam-macam di sini!" Ammar berucap nyalang. Aku khawatir jika Alvin akan terbangun karena hal ini."Kamu kenapa, sih, Mas? Kamu terus aja mojokin aku. Kamu terus aja belain Bu Mayang. Apa-apa selalu Bu Mayang. Sebenarnya yang istri kamu itu aku atau dia?"Aku tercengang. Bukankah kalimat Fira barusan ini merupakan bentuk rasa cemburunya terhadapku? Sebelumnya aku tidak pernah melihat Fira bersikap sekasar ini saat membicarakanku.Ammar terdiam. Dapat kulihat dia melirikku sungkan."Kenapa

  • Bukan Perawan Tua   Kemunculan Fira

    "Mas, mereka bawa pistol!" pekikku."Sial!" Rafael menginjak pedal gas makin dalam. Mobil kami meliuk-liuk di jalanan. Dari kaca spion, pengendara motor itu masih mengejar. Siapa mereka sebenarnya? Apa ini ada hubungannya dengan Fira juga?"Gimana ini, Mas?" tanyaku panik."Tenang saja. Kamu pegangan yang kuat. Aku akan menambah kecepatan." Rafael semakin fokus ke jalanan. Keringatnya mulai mengalir di pelipis. Aku tahu dia tegang setengah mati.Aku memejamkan mata sembari berdoa. Bunyi tembakan yang bergema membuat rasa takutku makin nyata.Mobil kami oleng. Sebuah peluru sepertinya berhasil melubangi ban mobil kami. Rafael membanting stir ke kiri. Lalu setelahnya semua berubah gelap.***Mataku mengerjap. Bau menusuk yang sangat familiar menyerbu hidung. Sepertinya belum lama ini aku juga mencium bau seperti ini.Kuarahkan pandangan ke samping kiri. "Ma?""Mayang? Alhamdulillah kamu sudah sadar, Nak."Aku mencoba bangkit dengan kedua tangan di belakang sebagai tumpuan."Jangan banya

  • Bukan Perawan Tua   Datang ke Rumah Fira

    Aku menatap Mama Ammar dengan sorot meminta penjelasan.Helaan napas panjang terdengar dari bibirnya. "Benar, Nak. Fira itu aneh. Dulu saya pikir dia gadis yang baik. Tapi makin ke sini, ternyata dia menakutkan. Terkadang dia marah-marah nggak jelas. Terkadang juga dia terlihat begitu baik. Seperti dua orang yang berbeda."Aku berpandangan dengan Rafael. Alis laki-laki itu terangkat. Apa mungkin Fira memiliki kepribadian ganda? Sepertinya kami mulai menemukan titik terang sekarang."Apa Ammar tahu?" Rafael bertanya."Ya, dia tahu. Bahkan dia sempat ingin mengakhiri rumah tangganya. Hanya saja demi menjaga nama baik perusahaan, dia masih bertahan sampai sekarang. Usia pernikahan mereka masih seumur jagung. Jika bercerai sekarang, pasti akan banyak pertanyaan dari berbagai pihak."Benar juga. Selain itu, sikap Fira yang aneh juga pasti memengaruhi perusahaan Ammar."Bu, apa boleh saya minta alamat rumah Fira? Saya ingin menjenguk Ibunya yang dia bilang baru saja sakit.""Tentu saja bole

  • Bukan Perawan Tua   Mengorek Informasi

    Sepertinya aku harus berkunjung ke rumah Fira untuk memastikan. Tapi sebelum itu, aku akan ke rumah Ammar terlebih dahulu."Gimana anak-anak selama kamu tinggal, Fir? Pembukuannya bener nggak?" tanyaku. Untuk saat ini aku harus bersikap biasa saja."Bener, kok, Bu. Mereka udah mulai terbiasa kayaknya."Ada beberapa pembeli yang datang. Membuat percakapanku dengan Fira terhenti. Aku beralih pada Rafael yang sedang terpaku pada layar ponselnya."Mas, bisa antar aku ke tempat lain?"Dia memasukkan ponsel ke saku celana. "Bisa, dong. Mau ke mana? Beli bakso? Atau beli cilok?"Aku mencebik. "Bukan! Aku mau ke suatu tempat."Kami beranjak. "Fir, saya pergi, ya. Titip toko," pamitku.Fira mengacungkan jempolnya. Apa iya perempuan baik seperti dia tega menyakiti atasannya sendiri? Bahkan aku sudah menganggapnya seperti saudara sendiri."Kita mau ke mana, Sayang?" Rafael bertanya seiring dengan mesin mobil yang mulai menyala."Kita ke rumah Ammar, Mas."Pijakan pada pedal gas, urung dia lakuka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status