Share

Tersinggung

Penulis: Kuriziki
last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-18 00:08:04

Kuusap keningku berkali-kali agar bekas ciuman si Rafael hilang. Tapi sebenarnya kalau dipikir-pikir, dia tidak salah juga. Aku ini, kan, istrinya. Mau diapain juga sudah halal.

"Kamu kenapa, sih, May? Dari tadi Mama lihatin itu kening diusap-usap mulu. Pusing?"

Aku memutar bola mata malas. "Iya, pusing banget. Mual, mau muntah juga," jawabku asal.

Di luar dugaan, Mama malah menganga sambil melotot, "Wah! Hebat banget si Rafael, ya. Baru juga semalam, udah tokcer aja."

Yasalam! Apa yang sedang dipikirkan Mama sekarang?

"Tokcer apanya, sih, Ma? Mama pikir aku hamil gitu? Astaga, Ma! Mana ada orang baru tidur bareng semalam langsung hamil? Lagian kami juga nggak ngapa-ngapain, kok," jawabku kesal.

Mama tergelak, lalu melenggang meninggalkanku begitu saja. Puas banget itu ketawanya.

Rasanya seisi rumah ini lama-lama membuatku naik darah. Huft! Sabar, Mayang. Sabar.

Aku berlalu ke kamar untuk bersiap bekerja. Lebih tepatnya mengawasi orang-orang bekerja. Aku memiliki toko kue yang cukup terkenal di daerah ini. Bisa dibilang aku ini bos.

Sejak kecil aku memang sudah diberi kemewahan oleh Papa dan Mama. Aku tidak pernah kekurangan suatu apapun. Aku juga tidak perlu bersusah payah mencari kerja setelah lulus kuliah. Karena mengambil jurusan tata boga dan hobi ngebaking, mereka membuatkan toko kue tanpa kuminta.

***

Saat aku pulang dari toko, kulihat Rafael tengah termenung di depan jendela kamar.

"Ngelamun bae. Kesambet ntar," selorohku. Tapi dia hanya diam. Sikapnya ini membuatku penasaran. Setelah meletakkan tas kecil di atas meja, aku mendekat padanya. "Kenapa?"

Rafael menghela napas pelan. Tampak sekali dia menyimpan beban yang begitu berat.

"Gue dipecat."

"Kok, bisa?"

"Pengurangan pegawai karena tempatnya lagi sepi belakangan ini," jawabnya lesu.

"Ya udah, sih, nggak usah panik gitu. Lagian elu hidup di sini itu dah enak. Nggak kerja pun lu udah bisa makan enak setiap hari," ucapku santai sembari melangkah ke ranjang. Namun baru saja ingin merebahkan badan di sana, Rafael menahan tanganku.

Wajahnya kali ini terlihat serius. Tampak menakutkan juga kalau seperti ini.

"Elu bisa ngomong kayak gitu karena memang nggak pernah hidup susah. Gue sekarang udah berstatus sebagai suami. Jangan lu pikir gue cuma mau hidup enak di sini. Gue masih punya harga diri!"

Sungguh, Rafael tidak terlihat seperti bocah saat ini. Dia terlihat seperti lelaki dewasa yang bahkan mengerti kewajibannya sebagai seorang suami.

Rafael melepaskan tanganku dengan kasar. Kemudian berlalu keluar dari kamar. Dia benar-benar berbeda dengan pertama kali kami bertemu. Entah kenapa aku jadi merasa bersalah begini. Sepertinya dia marah.

"Raf!" Aku mencoba memanggilnya. Bahkan kali ini aku memanggil namanya. Tapi dia sama sekali tak menggubris. Terpaksa aku mengikutinya.

Rafael berjalan menuju samping rumah. Di mana terdapat kolam renang yang begitu luas. Dia duduk di sana dengan kedua kaki dicelupkan ke dalam air. Ini sudah malam. Apa dia tidak kedinginan?

Aku turut duduk bersimpuh di sebelahnya. Kutoleh wajahnya yang masih saja menunjukkan ekspresi datar.

"Maafin gue, deh. Gue nggak ada maksud buat ngehina elu tadi. Gue akuin, gue emang manja dari dulu. Jadi gue nggak pernah ngerasain rasanya hidup susah," ucapku pelan. Berusaha berbicara kembali secara baik-baik.

Rafael menghela napas panjang, lalu menatapku. "Gue nikahin lu emang demi nyokap gue meski beliau nggak pernah minta. Tapi gue juga punya rasa tanggung jawab. Gimana pun juga gue ini seorang suami. Jadi gue wajib nafkahin lu."

Duh! Kok ada yang melting begini rasanya di dalam dada. Jangan sampai laper, May. Eh, baper.

"Tapi gue nggak minta lu buat nafkahin gue. Gue udah punya segalanya. Gue nggak butuh apa-apa dari elu."

Rafael tertawa kecil mendengar jawabanku. Memang ada yang lucu?

"Mana ada nikah model kayak begitu? Yang namanya suami, ya, tetap wajib nafkahin istri. Umur lu emang lebih tua dari gue, Tan. Tapi pikiran lu kayak anak kecil." Rafael menggeleng pelan seolah sedang meremehkanku.

"Udah dibilang jangan panggil gue kayak gitu! Lagian gue juga ngerti kewajiban suami. Cuma seperti yang gue bilang tadi. Gue nggak butuh apa-apa dari elu." Aku bangkit berdiri. Rencananya, sih, mau balik ke kamar. Tapi sepertinya sedikit menjahili Rafael mungkin bisa membuat moodnya kembali seperti biasa.

Aku mengendap-endap di belakangnya yang tengah menatap air kolam. Lalu ....

Byur!

Aku mendorongnya hingga terjungkal masuk ke dalam air. Aku tertawa lepas saat Rafael mengepak-ngepakkan tangannya. Dia persis seperti anak ayam yang tak bisa berenang.

"Tan! Tolongin gue!"

"Halah! Pura-pura, kan, lu? Mana ada cowok kayak lu nggak bisa berenang." Aku bersedekap. Dia pasti mau ngerjain balik supaya aku ikutan nyemplung. Jangan harap.

"Tan!"

Eh, tapi kalau dia beneran tak bisa berenang bagaimana? Astaga! Cerobohnya aku.

Dengan terpaksa aku ikut terjun ke dalam kolam. Kuraih tubuh Rafael yang mulai diam di dalam air. Pikiranku makin kalut. Bagaimana kalau anak orang sampai? Ah, tidak! Tidak boleh!

Aku menarik tubuhnya hingga ke tepi. Lalu dengan susah payah kuangkat dia ke atas. Kutepuk-tepuk pipinya, kuguncang-guncang badannya. Tapi tetap saja dia tak bergerak.

Lalu aku teringat dengan pertolongan pertama korban seperti ini. Napas buatan. Tapi apa iya aku harus melakukannya? Yang benar saja?

Tapi melihat bibirnya yang pucat, aku jadi makin takut. Papa dan Mama pasti akan memarahiku habis-habisan jika terjadi sesuatu pada Rafael. Belum lagi nanti jika aku mendapat gelar baru, yaitu janda kembang. Astaga! Jangan sampai!

Tanpa pikir panjang lagi, aku menekan kedua pipinya agar mulutnya sedikit terbuka. Lalu mulai memberikannya napas buatan. Baru saja aku menarik wajah darinya, pemuda itu tersenyum. Eh, kok?

"Wah! Tante diam-diam menghanyutkan rupanya."

Eh, dia cuma pura-pura? Aaa! Rafael!

"Lu cuma pura-pura? Dasar nyebelin lu, ya!" Aku memukuli tubuhnya. Dia tergelak. Terlihat sangat puas sudah berhasil mengerjaiku.

"Habisnya Tante main dorong-dorong aja. Eh, bibir berondong rasanya gimana? Manis nggak?"

"Apaan? Awas lu, ya!" Aku makin gencar memukulinya. Dia dengan cepat bangkit dan melarikan diri. Jadilah kami dengan badan basah kuyup lari-larian di dalam rumah.

"Astaga! Kalian ini ngapain malam-malam basah-basahan begitu?"

Kami berhenti mendengar teguran Papa.

"Ini, Pa. Mayang ngajakin main air malam-malam."

"Eh, rese lu, ya!" Aku mulai mengejar lagi. Rafael berlari menuju kamar kami. "Sini lu! Gue jitak juga lu!"

Rafael tertawa makin lepas. Membuat kepalaku rasanya makin mendidih. Awas saja kalau sampai tertangkap.

Laki-laki berbadan tinggi itu berlari mendekat ke lemari pakaian. Di sana aku berhasil menangkapnya. Aku memukulinya lagi bertubi-tubi tanpa ampun.

Lalu tanpa terduga, Rafael menahan kedua tanganku. Aku mencoba menariknya, tapi tenagaku kalah kuat.

"Lepasin, nggak?" Aku berontak.

"Lu cantik, Tan."

Aku berhenti bergerak mendengar ucapannya. Pandangan kami bertemu. Tatapan Rafael seakan mengunciku agar tak berpaling ke arah manapun.

"Gue bingung aja kenapa lu masih melajang sampai umur yang udah begitu matang. Padahal lu cantik banget," ucapnya lagi. Serius, sepertinya di dalam dadaku ada yang sengaja menabuh genderang.

Rafael melepas tanganku. Lalu tangannya berpindah ke tengkuk leherku. Perlahan wajahnya mendekat. Mau apa dia? Ini, kenapa tubuhku tak bisa bergerak begini? Mama tolong!

Ketika wajah kami hanya tinggal berjarak beberapa senti, terdengar suara ponsel berbunyi. Rafael melepaskan tangannya dariku. Dia melangkah menuju ponselnya yang tergeletak di atas nakas. 

Aku menghela napas lega. Apa-apaan itu tadi? Bisa-bisanya aku diam begitu saja saat dia ... Ah, malunya.

"Ya, Ta? Ya, aku ke sana sekarang."

Keningku mengernyit saat mendengar Rafael akan pergi. Ini sudah malam. Mau ke mana dia? Lalu siapa orang yang dipanggilnya Ta?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bukan Perawan Tua   Akhir Sebuah Cerita

    "Mas! Mas!" Aku memukul-mukul lengan Rafael."Apa, sih, Sayang? Bahaya ini lagi nyetir jangan dipukul-pukul.""Berhenti dulu coba."Mobil menepi. Mesin pun dimatikan. Aku langsung menunjukkan foto-foto di akun Fatih pada Rafael."Jadi, Talita nikah sama orang ini? Dia yang pernah meriksa Ibu di rumah, kan?" Rafael bertanya.Aku mengangguk. Jemariku bergerak cepat menelusuri profilnya kembali untuk mendapatkan alamatnya.**Rumah mewah dua lantai sudah terpampang di depan mata. Inikah rumah Mas Fatih? Beruntung sekali Talita mendapatkan lelaki mapan seperti Mas Fatih."Ayo, Mas!" Aku menggandeng tangan Rafael. Tiba di depan pintu, aku menekan belnya.Cukup lama juga kami menunggu. Sekitar lima menit lebih, pintu baru terbuka. Seraut wajah perempuan yang aku cari, muncul di sebaliknya. Perempuan itu sangat jauh berbeda sekarang. Dia mengenakan jilbab lebar dan gamis. Sungguh cantik."Mbak Mayang?" Talita tiba-tiba memelukku. "Maafin saya, Mbak. Sungguh, saya benar-benar menyesal."Aku m

  • Bukan Perawan Tua   Mencari Talita

    "Lepasin, Mas! Aku mau habisin perempuan itu!" Fira berteriak lagi."Jangan gila, Fira!" Ammar berusaha sekuat tenaga untuk merebut pisau itu dari tangan istrinya.Pelukan Rafael semakin erat aku rasa. Terutama saat tiba-tiba Ammar memekik. Perutnya tertusuk pisau!"Ammar!" Aku memekik histeris. Pisau terjatuh dari tangan Fira. Tubuh Ammar ambruk. Disusul dengan Fira yang luruh ke lantai. Perempuan itu memandangi tangannya yang berlumuran darah."Maafin aku, Mas! Aku nggak bermaksud buat nyakitin kamu!" Fira menangis penuh sesal. Cinta, jika terlalu tak tahu diri, akibatnya akan menyakiti dan merugikan diri sendiri.***Isak tangis dari dua wanita beda generasi di kursi tunggu semakin menambah suasana memilukan. Ammar masih menjalani penanganan. Sementara Fira digelandang ke kantor polisi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Bersyukur Papa bergerak cepat lapor polisi tadi.Sekarang aku dan Rafael masih menunggu kabar dari Dokter mengenai keadaan Ammar. Sejak tadi, tautan di tan

  • Bukan Perawan Tua   Kenekatan Fira

    "F-Fira? Kamu ngapain di sini?"Fira melangkah masuk. Dia duduk di sebelahku. Rafael hendak berdiri, tapi kucegah."Bu Mayang dari rumah saya, ya? Bu Mayang baik banget pakai jenguk Ibu saya segala," ucapnya penuh haru. Sungguh, perempuan ini sangat misterius bagiku. Kupikir, dulu kami sangat dekat dan saling mengerti satu sama lain. Nyatanya tidak. Dia sulit untuk kumengerti.Sebuah sentakan kasar dari Ammar di bahu Fira, membuat tubuh perempuan itu berbalik."Hentikan omong kosongmu, Fira! Jangan macam-macam di sini!" Ammar berucap nyalang. Aku khawatir jika Alvin akan terbangun karena hal ini."Kamu kenapa, sih, Mas? Kamu terus aja mojokin aku. Kamu terus aja belain Bu Mayang. Apa-apa selalu Bu Mayang. Sebenarnya yang istri kamu itu aku atau dia?"Aku tercengang. Bukankah kalimat Fira barusan ini merupakan bentuk rasa cemburunya terhadapku? Sebelumnya aku tidak pernah melihat Fira bersikap sekasar ini saat membicarakanku.Ammar terdiam. Dapat kulihat dia melirikku sungkan."Kenapa

  • Bukan Perawan Tua   Kemunculan Fira

    "Mas, mereka bawa pistol!" pekikku."Sial!" Rafael menginjak pedal gas makin dalam. Mobil kami meliuk-liuk di jalanan. Dari kaca spion, pengendara motor itu masih mengejar. Siapa mereka sebenarnya? Apa ini ada hubungannya dengan Fira juga?"Gimana ini, Mas?" tanyaku panik."Tenang saja. Kamu pegangan yang kuat. Aku akan menambah kecepatan." Rafael semakin fokus ke jalanan. Keringatnya mulai mengalir di pelipis. Aku tahu dia tegang setengah mati.Aku memejamkan mata sembari berdoa. Bunyi tembakan yang bergema membuat rasa takutku makin nyata.Mobil kami oleng. Sebuah peluru sepertinya berhasil melubangi ban mobil kami. Rafael membanting stir ke kiri. Lalu setelahnya semua berubah gelap.***Mataku mengerjap. Bau menusuk yang sangat familiar menyerbu hidung. Sepertinya belum lama ini aku juga mencium bau seperti ini.Kuarahkan pandangan ke samping kiri. "Ma?""Mayang? Alhamdulillah kamu sudah sadar, Nak."Aku mencoba bangkit dengan kedua tangan di belakang sebagai tumpuan."Jangan banya

  • Bukan Perawan Tua   Datang ke Rumah Fira

    Aku menatap Mama Ammar dengan sorot meminta penjelasan.Helaan napas panjang terdengar dari bibirnya. "Benar, Nak. Fira itu aneh. Dulu saya pikir dia gadis yang baik. Tapi makin ke sini, ternyata dia menakutkan. Terkadang dia marah-marah nggak jelas. Terkadang juga dia terlihat begitu baik. Seperti dua orang yang berbeda."Aku berpandangan dengan Rafael. Alis laki-laki itu terangkat. Apa mungkin Fira memiliki kepribadian ganda? Sepertinya kami mulai menemukan titik terang sekarang."Apa Ammar tahu?" Rafael bertanya."Ya, dia tahu. Bahkan dia sempat ingin mengakhiri rumah tangganya. Hanya saja demi menjaga nama baik perusahaan, dia masih bertahan sampai sekarang. Usia pernikahan mereka masih seumur jagung. Jika bercerai sekarang, pasti akan banyak pertanyaan dari berbagai pihak."Benar juga. Selain itu, sikap Fira yang aneh juga pasti memengaruhi perusahaan Ammar."Bu, apa boleh saya minta alamat rumah Fira? Saya ingin menjenguk Ibunya yang dia bilang baru saja sakit.""Tentu saja bole

  • Bukan Perawan Tua   Mengorek Informasi

    Sepertinya aku harus berkunjung ke rumah Fira untuk memastikan. Tapi sebelum itu, aku akan ke rumah Ammar terlebih dahulu."Gimana anak-anak selama kamu tinggal, Fir? Pembukuannya bener nggak?" tanyaku. Untuk saat ini aku harus bersikap biasa saja."Bener, kok, Bu. Mereka udah mulai terbiasa kayaknya."Ada beberapa pembeli yang datang. Membuat percakapanku dengan Fira terhenti. Aku beralih pada Rafael yang sedang terpaku pada layar ponselnya."Mas, bisa antar aku ke tempat lain?"Dia memasukkan ponsel ke saku celana. "Bisa, dong. Mau ke mana? Beli bakso? Atau beli cilok?"Aku mencebik. "Bukan! Aku mau ke suatu tempat."Kami beranjak. "Fir, saya pergi, ya. Titip toko," pamitku.Fira mengacungkan jempolnya. Apa iya perempuan baik seperti dia tega menyakiti atasannya sendiri? Bahkan aku sudah menganggapnya seperti saudara sendiri."Kita mau ke mana, Sayang?" Rafael bertanya seiring dengan mesin mobil yang mulai menyala."Kita ke rumah Ammar, Mas."Pijakan pada pedal gas, urung dia lakuka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status