Home / Urban / Bukan Pewaris Biasa / Tamu Yang Tak Dikenal

Share

Tamu Yang Tak Dikenal

Author: Mangata
last update Last Updated: 2023-07-31 21:29:06

"Dari mana kau tahu aku akan pulang?" Dannis menyapa pengawalnya di kursi supir. Dirinya sangat terkejut ketika mobil Juna menepi di depannya.

"Aku telah menginstal sebuah aplikasi tambahan untuk meretas smartphone-mu. Dan juga, aku mendapat pesan singkat dari manager restoran bila kau sudah tidak berada di sana," ungkap Juna. 

Ketika mobil itu melaju melewati Luna yang sedang berada di halte bus, perempuan itu terlihat terus saja menatap ke arah mobil hitam yang lewat di depannya. Alih-alih memalingkan wajahnya, Luna justru mencatat plat nomor mobil yang dinaiki oleh Dannis. 

"Siapa sebenarnya yang ada di dalam mobil itu? Apa itu pamannya Dannis? Pikir Luna yang merasa ada yang aneh. 

Di lain sisi, Dannis duduk diam sambil memandangi beberapa toko diluar. Juna yang melihat tuan mudanya terlihat sedang melamun segera menegurnya. Ia tidak menyinggung tentang makan malam tadi, namun ia justru memberikan informasi penting kepada Dannis.

"Apa misi hari ini berhasil? Ada hal yang harus aku beritahukan padamu," ungkap Juna yang mencoba menyela waktu santai tuannya. 

"Tadi berhasil. Aku sangat puas melihat Randy dan kawannya pergi. Lalu ada hal penting apa yang ingin kau bicarakan?" Tanya Dannis. 

"Tuan Kartanegara, kakekmu, ia ingin bertemu denganmu," balas pengawal itu sambil melirik Dannis lewat pantulan cermin. 

"Kakek? Kenapa dia mau bertemu denganku?" Lelaki itu langsung memajukan duduknya dan lebih mendekat ke arah Juna. Rasa penasaran membuatnya ingin tahu lebih banyak tentang alasan pertemuan itu. 

"Beliau hanya ingin melepas rindu dengan cucunya yang sudah lama hilang. Tidak lebih. Bila kau mau, kita bisa pergi besok, ketika weekend. Bagaimana?" Juna melirik kembali. Ia menunggu jawaban tuannya. 

Pikiran Dannis tiba-tiba melayang jauh dengan begitu banyak spekulasi. Tapi ia masih belum bisa menemui kakeknya. Tanpa ia sadari, dirinya menolak permintaan kakeknya untuk bertemu. Dannis memberikan jawabannya bila ia tidak bisa menemui sang kakek. Pemuda itu merasa ini bukan waktu yang tepat baginya untuk tampil.  

"Maaf, mungkin suatu saat nanti aku akan menyetujui permintaan kakek," ungkap Dannis dengan wajah tertunduk. Di dalam dirinya ada rasa malu dan juga cemas yang menghantui pikirannya. 

"Aku mengerti. Santai saja. Aku akan memberitahukannya pada beliau. Untuk sekarang, apa kita akan pergi ke tempat lain, atau langsung balik ke apartemen?" Juna memaklumi keputusan lelaki yang duduk di belakang dirinya. Ia tidak meminta alasan lebih untuk menjelaskan penolakan itu. 

"Kita ke apartemen," balas Dannis.

Juna mengubah lokasi tujuan di monitor dashboard mobilnya menuju ke lokasi apartemen Dannis. Selama perjalanan, Dannis masih berpikir bila hidupnya masihlah sama. Seorang anak yatim-piatu yang tinggal begitu lama di panti asuhan. Tapi ketika ia telah tinggal di apartemen, dirinya baru mengerti bila hidupnya tidaklah sama lagi.

Ketika mereka sampai di lobi apartemen, Dannis langsung turun dari mobil dan membiarkan Juna untuk parkir terlebih dahulu. Ia segera menaiki lift dan menuju ke kamarnya. Saat dirinya membuka pintu kamar apartemen, ia tidak menyangka bila ada yang sedang duduk di ruang tamu. Dannis tidak mengenal orang itu. 

"Maaf, kenapa kau bisa masuk ke tempatku? Apa kau manusia?" Dannis takut bertanya lebih jauh lagi. Ia pernah mengalami hal gaib ketika tinggal di beberapa kos-kosan. Dirinya takut bila sosok yang ada di depannya adalah salah satu penunggu kamarnya. 

"Sudah sangat lama aku mencarimu. Aku benar-benar beruntung kau masih hidup," ungkap pria tua berusia sekitar enam puluh tahun itu. Terlihat ia mengenakan setelan jas layaknya sebuah jubah berwarna hitam dengan sebuah topi hitam yang tersemat di atas kepalanya. 

"Ma–maaf, apa katamu?" Dannis merasa ada yang aneh dengan pria tua di depannya. Ia sempat berpikir bila pria tua ini agak sedikit pikun. Mungkin ia mengira bila Dannis adalah seseorang yang dia kenal.

Tanpa berkata apa-apa lagi, pria tua itu langsung menghampiri Dannis dan memeluknya. Sempat Dannis menolak pelukan itu, namun ketika ia mendengar lirih ucapan pria tua itu, dirinya pun terdiam. 

"Cucuku… Dannis Kartanegara…." 

Tetes air mata terjatuh ke pundak Dannis. Ia tidak menyangka bila pria tua yang memeluknya benar-benar mengenalnya. 

Tapi anehnya Dannis tidak merasakan hal yang sama dengan si pria tua. Karena dirinya tidak dibesarkan di keluarga Kartanegara, Dannis tidak mengenal sama sekali anggota keluarga itu. 

"Maaf, tapi aku tidak mengenali Anda." Ucapan minta maaf adalah satu-satunya jawaban yang Dannis miliki untuk pria tua di depannya.

"Aku mengerti. Seharusnya kakek yang mengucapkan kata itu. Kakek tidak menyangka bila kau masih hidup. Perlu usaha keras bagi kakek untuk menemukanmu. Andai waktu itu ayahmu memberitahukan di mana panti asuhan tempatmu dititipkan, maka kakek bisa menjemputmu," ungkap Aji Kartanegara, kepala keluarga terkaya grup Kartanegara. 

"Itu tidak mungkin, Tuan." Tiba-tiba Juna menyela pembicaraan keduanya. Ia masuk ke dalam apartemen tanpa rasa terkejut ketika melihat Aji Kartanegara.

Juna membeberkan rahasia ketika Alex Kartanegara, ayah dari Dannis, yang memerintahkan ayahnya untuk menitipkan Dannis ke salah satu panti asuhan yang berada diluar kota. Alex Kartanegara berpesan kepada ayahnya agar seluruh keluarga Kartanegara tidak boleh mengetahui lokasi keberadaan Dannis. 

"Kau benar. Anakku yang satu itu agak berhati-hati. Tapi aku bersyukur karena ia melakukannya. Bila tidak, mungkin saat ini kau tidak berada di sini," ungkap Aji Kartanegara yang merujuk ke ayahnya Dannis. 

Pria tua itu mempersilahkan kepada Dannis dan Juna untuk duduk di sofa. Senyuman kecil di wajahnya seakan menjadi obat awet muda bagi Aji Kartanegara. 

"Bagaimana perasaanmu ketika mengetahui bahwa kau adalah bagian dari keluarga Kartanegara?" Pria tua itu bertanya ke cucunya. 

"Jujur saja aku sangat terkejut. Aku tidak menyangka bila kedua orang tuaku meninggalkan banyak harta untukku." Dannis merasa canggung ketika menatap Aji Kartanegara yang duduk di hadapannya.

"Lalu sekarang apa rencanamu? Juna telah menjelaskan kepadamu tentang kejanggalan kematian kedua orang tuamu. Jujur saja, aku juga merasa bila mereka tewas bukan karena kecelakaan tunggal, melainkan karena rencana yang dibuat oleh seseorang," ungkap Aji Kartanegara.

"Entahlah… aku tidak bisa memikirkan apa pun saat ini. Yang ada di pikiranku hanyalah menyelesaikan kuliah saja. Lagi pula, aku merasa tidak terlalu mengenal kedua orang tuaku." Kedua mata pemuda itu menunjuk ke arah bawah. Ada perasaan ragu di hatinya ketika membicarakan sesuatu yang menyangkut kedua orang tuanya. 

"Kalau begitu kau harus cepat lulus. Lalu datanglah ke kantor pusat grup perusahaan Kartanegara. Ambil kembali hakmu sebagai salah satu ahli warisku. Dan… bertarunglah untuk mendapatkan seluruh hartaku." Aji Kartanegara menantang langsung Dannis yang terlihat kebingungan ketika mendengar ucapan pria tua itu. 

"Hah? A–apa maksudmu? Bertarung?" 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Komandan Borneo
cerita menarik
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bukan Pewaris Biasa   Pertarungan Final! (TAMAT)

    “Mereka terlalu banyak!” Anya begitu kesulitan untuk menembak para Jager selama sniper itu masih ada. “Kau harus bunuh snipernya terlebih dulu!” Anya berteriak dari balkon lantai tiga. “Aku tahu!” Dannis yang masih baru pertama kali menggunakan senjata sniper itu tampak kaku ketika membunuh beberapa Jager yang mendekat. Meski begitu, pelatihan yang ia lakukan dengan Rosella tidaklah gagal. Dannis tahu tentang sniper yang ada di lantai tiga itu. Ia tahu kalau sniper itu yang membunuh Aden di tragedi lautan api. Saat Rosella membidiknya, ia juga ikut melihat perawakan sniper itu. Tapi masalahnya, kemampuan sniper itu jauh diatasnya. Ia butuh strategi jitu untuk menumbangkannya. “Ada helikopter yang akan datang lima belas menit lagi! Bertahanlah sampai bala bantuan tiba!” Saka berteriak dari lantai dua.“Bala bantuan? Siapa yang akan membantu kita?” Anya merasa bingung. “Seorang teman lama kenalan ayahku.” Saka tersenyum. Anak itu mencoba menyusuri belakang rumah. Ia memanjat Dindin

  • Bukan Pewaris Biasa   Tamu Tak Diundang Di Villa (S2) 

    Perjalanan menuju ke villa yang berada di perbatasan antara Thailand dan Laos lumayan jauh dan memakan waktu tidak sebentar. Dua jam perjalanan Menggunakan taksi sudah cukup membuat kepala Dannis pegal. Terlebih lagi, Saka dan Anya yang ketiduran dan bersandar ke kedua pundaknya. Ia berganti posisi dengan Saka yang semula duduk di tengah-tengah. Saat memasuki wilayah sebuah komplek perumahan yang berada di lereng bukit, pemandangan di kedua sisi jalan berubah menjadi area pepohonan pinus. Sepi, tidak ada mobil yang lalu-lalang. Bahkan jarang ada orang yang sekadar lewat. Dannis merasa wilayah ini sangat berbeda dengan wilayah lainnya. “Hei, bangun. Kita sudah mau sampai.” Dannis membangunkan keduanya. Tampak liur Saka dan Anya membekas di kaos oblongnya. “Apa kita sudah di villa?” Anya melihat ke luar jendela. Ia sangat terpukau dengan pemandangannya. “Aneh, kenapa sepi sekali?” Saka merasakan hal yang sama dengan Dannis. Bocah itu masih saja menguap padahal sudah tidur dua jam.

  • Bukan Pewaris Biasa   Warisan Rafael & Surat Perpisahan (S2)

    “Ini luar biasa! Apa kuil itu terbuat dari emas?” Saka terpukau dengan kemegahan kuil yang ia lihat. Kuil-kuil yang ada di Chiang Mai sangat dijaga kelestariannya. Bukan hanya bentuk fisiknya saja yang begitu artistik dan memiliki sejarah yang tak ternilai, tapi fasilitas pendukung untuk para wisatawan juga diprioritaskan. Kenyamanan, keamanan dan kebersihan sangat terlihat di lingkungan kuil-kuil itu. Saka sangat menikmati kunjungan wisata itu. Ia sangat senang karena bisa pergi lagi bersama sepupu yang telah dianggapnya sebagai seorang kakak. Tidak sedikit ia bertanya tentang kuil-kuil itu ke Dannis. Meski lelaki itu telah menjelma sebagai pria dingin dan kaku, Dannis masih memiliki sisi lembut ketika bersama Saka. “Ngomong-ngomong, kau ingin menunjukkan apa padaku? Sebelum kita ke sini, kau bilang ingin menunjukkan sesuatu,” tanya Dannis.“Oh, aku baru ingat. Ini hanyalah cerita dari ayahku. Dulu sekali, dia pernah menyinggung soal organisasi hitam bernama Dewan XII. Kau tahu aya

  • Bukan Pewaris Biasa   Kita Bagi Dua Kelompok (S2)

    “Fraksi IX? Apa kau gila?!” Steven langsung menghentikan ucapan temannya. “Organisasi itu seperti hantu. Tidak ada yang tahu di mana dan siapa amggotanya. Kau pikir kita bisa menemukannya?” ucap Reina. “Aku akan jelaskan dulu. Lalu kalian bisa mengambil kesimpulannya,” ungkap Gan. Anya dan Saka yang belum mengetahui organisasi itu tampak bingung. Dannis yang berada di samping mereka mencoba menjelaskan tentang organisasi Fraksi IX kepada keduanya. Meski harus mengabaikan ucapan Gan, tapi Dannis sangat menikmati menjelaskan hal itu pada Anya dan Saka. “Seorang Verbannen ke-6 mengetahui siapa anggota Fraksi IX. Tapi dia hanya memberikan alamatnya saja. Sayangnya, tempat orang itu sangat jauh dari Verbannen ke-6 yang memberitahukan tentang anggota organisasi itu. Yang aku rencanakan adalah… kita berpencar. Kelompok pertama akan menemui Verbannen di Myanmar. Kita akan mengajaknya untuk bergabung. Lalu kelompok kedua akan pergi menemui orang yang diduga sebagai anggota Fraksi IX di Lao

  • Bukan Pewaris Biasa   Berkumpul di Chiang Mai (S2)

    “Kau sudah bangun?” Gan menyapa temannya yang sedang berdiri di atas balkon penginapan. “Chiang Mai. Apa yang kita lakukan di sini? Kau ingin berwisata kuil?” Dannis menyindir. Hari baru dengan pemandangan langit biru tampak mempesona dirinya. Tapi kejadian yang membuat ia terus mengingat tentang lautan api, membuatnya merasa tidak nyaman. Apalagi kejadian kemarin telah menelan korban, yaitu temannya; Aden. Mereka lari sangat jauh dari lokasi pembakaran dan pembantaian malam lalu. Dengan uang yang tersisa, Gan membawa kedua temannya menuju ke Chiang Mai, tempat di mana salah satu klub malam miliknya yang tersisa.“Kita datang ke sini untuk mengambil simpanan uangku. Para Jager brengsek itu pasti telah menghubungi bank lokal untuk membekukan rekeningku. Aku harus mengambil uang tunai di penyimpananku. Dan… kita juga menunggu Steven, Reina dan satu orang lagi yang matanya ikut dari tanah airmu.” Gan pun pergi setelah mengucapkan hal itu. “Satu orang lagi?” Dannis berpikir siapa yang

  • Bukan Pewaris Biasa   Lautan Api (S2)

    Kepergian Gan membuatnya tampak tenang. Saat ini ia hanya ingin beristirahat di tempatnya hingga ajal menjemput. Sambil memegang remote control di salah satu tangannya, Aden menunggu sampai temannya berkumpul dengan yang lain. Tampak dari layar smartphone miliknya ada sebuah foto lama yang membuatnya teringat momen ketika ia masih menjadi seorang Jager. Aden mencoba untuk bernostalgia dengan foto di galeri smartphone miliknya. Sungguh rindu… ia rindu dengan keadaan dulu. “Gan?” Rosella bertemu dengan Gan yang baru saja melompat dari rumah sebelah. “Kenapa kau di sini?” Dannis merasa bingung ketika bertemu dengan Gan. Ia melihat pria itu menangis. Matanya masih tampak bengkak.“Kita harus pergi! Aden akan menekan remote itu! Cepat!” Gan berupaya membawa mereka berdua menjauh. Tapi Rosella dan Dannis tetap diam di tempat sembari mempertanyakan di mana Aden berada. Mereka menolak pergi sebelum Gan menjelaskan tentang keadaan Ad

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status