Home / Romansa / Bukan Sang Pewaris / 2. Calon Tunangan

Share

2. Calon Tunangan

last update Last Updated: 2025-02-22 11:40:09

Suara denting bel yang ditekan terus menerus memaksa Leon membuka kedua matanya. Dengan penuh keengganan, pria itu melangkah turun dari ranjangnya yang hangat. Yoanna Ezardy, anak kedua dari tiga bersaudara sekaligus mama kandungnya berdiri di depan pintu apartemen. Memasang wajah kesal ketika menerobos masuk ke dalam apartemennya.

“Mama tidak akan merestui pernikahanmu dengan anak cacat itu.”

“Kenapa? Dia keponakan mama.”

“Anak tiri,” koreksi Yoanna. Menahan kesal di kedua ujung bibir.

“Anak tiri tante Monica, adik mama.”

“Dia sama sekali tak memiliki hubungan darah dengan keluarga kita, Leon.” Suara Yoanna mulai diselimuti kefrustrasian akan permainan kata sang putri. “Tak ada keuntungan apa pun yang akan kau dapatkan dengan menikahinya.”

“Mama lebih suka aku menikah dengan Anna?”

Sejenak wajah Yoanna terdiam, tetapi kemudian menggeleng. “Berlian Mamora.”

“Calon tunangan Bastian?”

Yoanna mengangguk. “Mama sudah bicara dengan kedua orang tuanya. Kau hanya butuh mendekati Berlian. Bastian jelas tak lebih tampan dan pintar darimu. Dia akan lebih memilihmu.”

Meski Leon setuju dengan kalimat terakhir sang mama, kepalanya menggeleng dengan tegas. Keantusiasan sang mama pada Berlian dan ketidak sukaan yang terlalu jelas pada Aleta malah membuat Leon semakin tertantang. “Leon akan menikahi Aleta.”

Mata Yoanna membeliak akan keputusan telak sang putra. “Jangan gila kau, Leon.”

Leon mendesah pelan. Beranjak dari duduknya dan berjalan pergi. Hendak kembali tidur sebelum acara makan malam keluarga di kediaman Thobias. Acara keluarga yang diadakan sebulan sekali dan bergantian. Di minggu pertama. 

Yoanna setengah berlari menyusul langkah sang putra sebelum masuk ke dalam kamar. “Tantemu sengaja menjodohkanmu dengannya karena tak ingin kau mengancam posisi Bastian. Kau sadar apa yang akan kau lakukan?”

“Lalu, apakah sekarang mama meragukan kemampuanku untuk duduk di kursi tertinggi Thobias Group?”

Pertanyaan balasan Leon membuat mulut Yoanna terkatup rapat. 

“Percayalah, Berlian akan menjadi menantu yang lebih merepotkan ketimbang Aleta. Leon bisa melihatnya dengan jelas.” Leon menarik tangannya dari pegangan Yoanna. “Kecuali mama tak percaya dengan penilaianku.”

“Dia bahkan tak bisa menggunakan kakinya dengan benar.”

“Dokter mengatakan dia tidak akan bangun dari komanya lima bulan yang lalu.”

“Mama akan memilih mati daripada harus cacat.”

“Itulah yang membedakan mama dan Aleta.”

“Kau membela anak cacat itu?”

“Yang kutahu. Mama sebaiknya bersiap untuk acara keluarga nanti malam. Ada kejutan yang menunggu.”

Wajah kesal Yoanna berubah pucat. “N-nanti malam?”

Leon mengedikkan bahunya. “Mama hanya perlu tahu perjodohan ini serius, tak harus memberikan restu.”

*** 

Wanita dengan tinggi semampai itu melenggok penuh kepercayaan diri saat turun dari mobil mewahnya yang sudah terparkir rapi di halaman kediaman Thobias yang luas. Suara hak sepatu yang beradu dengan jalanan setapak menuju teras rumah, memecah keheningan malam. Udara malam yang dingin sama sekali tak membuatnya kapok untuk berpakaian tipis yang hanya sebagian menutupi tubuhnya. Mengabaikan rasa dingin menusuk kulitnya di mana-mana. Tak hanya perhiasan mahal yang menggantung di telinga dan melingkari leher serta pergelangan tangannya. Tas bermerk yang menggantung di pundaknya menyempurnakan penampilannya yang super mewah tersebut.

“Aleta?” Wanita itu memasang raut terkejut yang dibuat ketika langkahnya harus terhenti oleh seorang gadis yang duduk di kursi roda. Matanya yang bening mengamati penampilan sederhana dan pas-pasan Aleta.

Mata bulat Aleta terangkat, menatap Berlian yang menyilangkan kedua lengan di depan dada penuh keangkuhan. Wanita itu tampak berkilau. Terlalu berkilau hingga menyilaukan pandangannya. “Kau di sini?”

“Ya, tentu saja. Aku mendapatkan undangan langsung dari tante Maida.”

Mata Aleta berkedip. Kesedihan menyelimuti kedua bola hijaunya yang jernih saat wajahnya tertunduk. 

“Sebaiknya kau sadar diri, Aleta. Sebelum keinginanmu terhadap Bastian memberimu kekecewaan yang lebih besar. Hanya kau yang bisa menghentikan dirimu sendiri,” ucap Berlian dengan raut mencemooh. Sebelum kemudian berjalan melewati Aleta dan sengaja menendang roda kecil yang bahkan sama sekali tak menghalangi langkah wanita itu.

Aleta hanya mendesah pelan, menatap kepergian Berlian yang sudah menaiki undakan teras dan masuk ke dalam rumah. Kedua tangan Aleta kembali mendorong roda kursinya, sedikit kesulitan dengan undakan yang tak lebih dari lima senti tersebut. Beberapa kali usahanya tak membuahkan hasil, yang membuatnya tersadar akan kebenaran kata-kata Berlian.

Baru saja ia berpikir seharusnya menunggu mama dan papanya, tiba-tiba dorongan dari arah belakang membuatnya terkejut. Semakin terkejut ketika kepalanya berputar dan menemukan bukan sang mama yang membantunya.

“Terima kasih, Leon,” ucapnya dengan kaku. Mendorong kursinya maju, sengaja agar pria itu segera melepaskan pegangan.

Leon hanya mengedikkan bahunya. Kakinya menghalangi roda kecil Aleta, mencegah gadis itu menjauh.

“Lepaskan, Leon.” Kepala Aleta terangkat, masih berusaha mendorong kursinya. Tetapi kekuatan Leon jauh lebih besar ketimbang kedua tangannya kecil dan kedua kakinya yang sama sekali tak bisa digunakan untuk melawan. 

Leon menangkap kedua lengan kursi Aleta, mendorong mundur dan berjongkok di depan lutut Aleta. Kedua matanya yang tajam mengamati wajah Aleta yang tertunduk. Dengan tubuh yang beringsut ketakutan. “Kau sudah tahu?”

“T-tahu apa?”

“Kejutan di acara makan malam keluarga ini.”

Aleta menggeleng. “Selalu ada kejutan di setiap acara makan malam keluarga mama tiriku. Apakah aku masih perlu tahu itu?”

Kedua ujung bibir Leon melengkung membentuk senyum. “Kalau begitu, kau perlu lebih terkejut malam ini.”

Kedua alis Aleta bertaut tak mengerti. Terutama dengan senyum Leon yang semakin melebar.

“Lepaskan, Leon.” Suara panik dari arah belakang membuat Aleta bernapas dengan lega akan tatapan misterius Leon. Kursi rodanya ditarik menjauh dari Leon.

“Tante Monica,” sapa Leon dengan senyum yang berubah ramah. “Paman Nirel.”

“Leon,” angguk Nirel dengan seulas senyum. Berbanding terbalik dengan wajah dingin Monica. Yang lekas memanggil pelayan untuk membawa Aleta masuk ke dalam rumah lebih dulu.

“Apa yang kau katakan pada Aleta?” cecar Monica begitu Aleta menghilang dari pandangan ketiganya.

Leon hanya menggeleng ringan. “Leon hanya menyapa calon tunangan Leon, tante. Ah, apakah mulai sekarang Leon harus membiasakan diri memanggil paman dan tante dengan papa dan …”

“Tak perlu repot. Tante tak akan menyetujui perjodohan ini. Aleta bukan pionmu untuk meredakan perselisihanmu dan Bastian. Juga perselisihan mamamu dengan Maida.”

Nirel memegang pundak sang istri, berusaha meredakan amarah Monica yang nyaris tak bisa ditahan. “Leon sudah bicara denganku, Monica,” ucapnya dengan lembut. “Dan aku sudah menyetujui lamarannya.”

Kepala Monica berputar dengan cepat, menatap sang suami dengan kedua mata melotot tak percaya. “A-apa?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Vilfana Hindom
sangat perfect
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bukan Sang Pewaris   Bonus 3 (Bukan Keluarga Sempurna)

    Suara tawa Julia memenuhi ruang makan. Sementara Leon terkekeh, menahan tawa ketika Aleta tertunduk malu dengan cerita pria itu di meja makan. “Ya, aku tak akan meny alahkanmu, Aleta. Ada banyak orang yang salah paham dengan hubungan kami. Selain kau, memang hanya aku satu-satunya teman dekat yang dimiliki oleh Leon. Terutama karena aku wanita, dan aku menjadi satu-satunya wanita yang tak mungkin jatuh cinta pada manusia tak punya hati seperti Leon.”Leon mendengus tipis. “Tak mungkin, ya?” ejeknya. “Dan aku memiliki hati. Hanya bukan untukmu saja,” koreksinya menambahkan.Julia mengangguk tanpa keraguan sedikit pun. “Aku tak akan memandangmu sebagai seorang teman yang layak dikasihi jika kemungkinan itu ada, Leon. Aku cukup tahu diri akan kesabaranku menghadapi karakter keras kepala sepertimu. Egoku tak sekuat itu untuk menerima pasangan egois, tak berperasaan, dan bodoh sepertimu. Kau sangat beruntung akhirnya menemukan wanita yang tepat untukmu. Dan ka

  • Bukan Sang Pewaris   Bonus 2 (Bukan Istri Pertama)

    Kening Aleta berkerut melihat keseriusan di wajah Leon ketika membaca pesan singkat yang baru saja masuk ke dalam ponsel pria itu  Leon duduk tepat di sampingnya, dan tubuh keduanya masih dalam keadaan telanjang. Dan keringat masih membasahi tubuh keduanya, setelah aktiitas panas mereka.Dan sejujurnya sangat mudah bagi Aleta untuk melirik siapa pengirim pesan yang berhasil mendapatkan perhatian Leon. Tapi entah kenapa, ada sedikit kesungkanan yang membuatnya hanya terdiam. Menunggu pria itu mengatakan sesuatu.“Aku harus pergi,” ucap Leon. Menoleh ke samping dan mendaratkan satu kecupan di kening Aleta sembari salah satu tangan meletakkan ponselnya ke nakas dengan posisi terbalik.Aleta hanya memberikan satu anggukan singkat. Dengan pandangan mengikuti Leon yang bergerak turun dari ranjang. Mengenakan celana karet dan langsung menuju pintu kamar mandi untuk membersihkan diri.‘Juliakah? Seseorang yang menghubungin Leon baru saja?’

  • Bukan Sang Pewaris   Bonus 1 (Bukan Sang Pewaris)

    “Kita pulang?” Leon menatap ke arah Aleta, dengan tatapan penuh arti. Keduanya berdiri di depan teras rumah sakit. Dengan baby Lucien yang berada dalam gendongan Aleta dan lengannya yang melingkar posesif di pinggang sang istri.Aleta memberikan satu anggukan tipis. Dengan seulas senyum dan binar di kedua mata coklatnya. Ya, ia akan pulang. Ke mana pun Leon membawanya karena sekarang, pria itu adalah rumahnya.Nirel dan Monica yang baru saja keluar dari pintu putar rumah sakit sengaja melambatkan langkahnya. Membiarkan Aleta dan Leon berada di depan, sekaligus sengaja menciptakan jarak yang terkesan seadanya. Agar keduanya tak merasa terganggu oleh kebe radaannya.Kedua pasangan paruh baya tersebut saling pandang. Saling melemparkan senyum dalam pandangan tersebut. “Sepertinya kali ini aku percaya dengan pilihanmu. Yang terbaik untuk Aleta,” gumam Monica lirih. Memastikan Aleta dan Leon tak mendengarnya. “Apakah sejak awal kau tahu mereka ak

  • Bukan Sang Pewaris   80. Ternyata Saling Merindukan (Ending)

    ‘Cukup untuk kita bertiga.’Bagaimana mungkin Leon tak terpengaruh dengan jawaban yang diberikan oleh Aleta tersebut. Mempertanyakan kembali seberapa serius keinginan Aleta akan dirinya dan pernikahan mereka, hanya akan memperjelas bahwa dirinyalah yang begitu tolol telah melepaskan sang istri demi perusahaan.‘Bagaimana mungkin kau melakukan semua ini demi kebahagiaan semua orang. Jika kau sendiri tak bisa membahagiakan dirimu sendiri, Leon.’Kata-kata Julia pun kembali terngiang di benaknya.‘Jika kau tak becus mempertahankan kebahagiaanmu sendiri, aku tak akan terkejut jika apa yang kau lakukan saat ini untuk bertahan. Semua itu pada akhirnya tak bisa kau pertahankan. Karena kau sendirilah yang menghancurkan dirimu sendiri, Leon. Bukan kakek Aleta maupun Bastian. Juga bukan semua orang yang saat ini sedang menyusun rencana untuk menggulingkanmu.’“Jika keinginanmu terhadapku dan putra kita tidak cukup untukmu, akulah yang aka

  • Bukan Sang Pewaris   79. Cukup Untuk Kita Bertiga

    “Aku tidak menandatanganinya tanpa keinginanku, Aleta. Apalagi yang kau butuhkan dan tunggu untuk menerima gugatan ini? Semua yang kau inginkan ada di dalam sini.”Aleta mengerjap dengan jawaban dingin yang diberikan Leon. Menelan kekecewaan yang sengaja di berikan Leon padanya. Tentu saja ia bisa menangkap kesengajaan pria itu untuk membuatnya kecewa. Dengan cepat, Aleta memasang ekspresi datarnya seapik mungkin. Kedua matanya menatap lurus tatapan intens Leon yang berusaha melucuti perasaannya. “Kakekku akan tetap mengusirmu dari perusahaan meski kita bercerai.”Leon membeku, keterkejutan menampar wajah pria itu dan butuh beberapa detik lebih lama baginya untuk mencerna keterkejutan dan menguasai raut wajahnya. Demi menyimpan kemarahan yang nyaris tak bisa disembunyikan dengan baik.Meski ini adalah informasi penting yang sudah ia perkirakan dan kartu lain untuk membuat Phyllian Mamora tak berkutik berada di tangannya. Ia hanya tak menyangka Ph

  • Bukan Sang Pewaris   78. Keputusan Leon

    Phyllian Mamora dan Bastian tentu saja tak menyukai keberadaan Leon di ruang perawatan anak tersebut. Dan sama sekali tak menutupi kebencian keduanya di depan Leon. Aleta yang merasa terjebak dengan kecanggungan tersebut pun tak bisa melakukan apa pun. Terutama dengan sang kakek yang jelas-jelas ingin menyeret Leon keluar dari ruangan tersebut tapi tak mungkin membuat keributan di ruang perawatan baby Lucien yang kini sudah berbaring di ranjang pasien.“Kakek ingin bicara sebentar,” ucap Phyllian. Melirik ke arah Leon yang masih duduk di kursi. Tak melepaskan pandangan dari baby Lucien sedikit pun. Aleta mengangguk pelan, mengikuti sang kakek menuju pintu.“Awasi dia untukku,” pintah Phyllian pada Bastian sebelum mencapai pintu.Aleta tentu saja merasa tak nyaman dengan pintah tersebut. “K-kakek …”“Kakek tidak mempercayainya, Aleta. Siapa yang tahu kalau dia akan membawa lari cicitku.” Jawaban Phyllian yang tidak lirih se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status