Share

Dijadikan Pelayan

Author: Els Arrow
last update Huling Na-update: 2024-07-15 14:01:53

"Aku dipaksa nikah sama papa dan mama, demi dapetin warisannya kakek. Mau menikah sama siapa?! Calon saja nggak punya, sedangkan aku hanya dikasih waktu satu minggu," ucap Gerald, kepada sahabatnya yang ada di seberang telepon.

Pria itu berdiri di balkon sambil tangannya memegang segelas wine, kepalanya mendadak pusing memikirkan desakan orang tuanya.

"Ashley?" tanya Jacob, pria yang sudah menemani Gerald sejak kecil.

"Dia belum siap menikah. Lagipula ... bagaimana aku bisa mencari wanita lain kalau masih mencintai Ashley? Aku tidak yakin bisa menyukai wanita lain, hanya Ashley yang aku pikirkan setiap hari."

Gerald meracau setelah menghabiskan satu botol wine, membuat Jacob hanya bisa menghela napas kasar.

"Carilah wanita lain, Gerald. Masalah perasaan bisa dipaksa, apalagi sekarang sudah nggak asing sama pernikahan kontrak. Yang penting kamu bisa klaim warisannya, urusan pernikahanmu biar dipikirkan sambil jalan," saran Jacob.

"Awalnya aku juga berpikir seperti itu. Tapi keluargaku sangat membenci perceraian, aku tidak mungkin menceraikan istriku nanti. Padahal kau tahu sendiri kalau aku masih mengharapkan Ashley."

Gerald menenggak habis wine, kemudian melemparkan gelasnya ke lantai.

"Tapi aku akan ikuti saranmu, siapa tahu perasaanku bisa sedikit melupakan Ashley. Yeah ... aku sepetinya memang butuh pelampiasan biar nggak kebayang-bayang terus," sambung Gerald.

"Hubungi aku kalau kau membutuhkan sesuatu, Gerald."

Pria itu tidak menyahut, ia langsung mematikan ponsel dan berjalan sempoyongan ke ranjang. Netranya perlahan-lahan tertutup, memaksa tidur meskipun kepalanya pusing sekali.

Keesokan harinya.

Pagi ini Dinara menunggu Gerald dengan perasaan cemas, ia takut dan terus berpikir bagaimana caranya menyerahkan kemeja atasannya itu.

"Apa aku titipkan saja, ya? Kalau menyerahkan langsung, aku malu dan nggak enak dilihatin yang lain," gumamnya.

Hingga sebuah mobil mahal berhenti di depan lobi, seorang pria tampan keluar setelah bodyguard membukakan pintu.

"Ya Tuhan!" pekik Dinara.

Wanita itu segera menunduk saat Gerald berjalan menuju lobi, degup jantungnya berdetak kencang memikirkan reaksi Gerald nantinya. Jangan sampai atasannya itu marah, atau ia akan dipecat.

"Kau yang membuat bajuku kemarin kotor 'kan?" tanya Gerald, berhenti tepat di hadapan Dinara.

"B-benar, Pak. Saya sudah mencucinya. I-ini ..." Dinara menyerahkan sebuah paper bag yang langsung diambil oleh Gerald.

Pria itu tersenyum puas melihat bajunya bersih dan rapi, tetapi sedetik kemudian ia langsung membuang senyumnya.

"Hukumanmu belum selesai. Sekarang, kau ikut denganku naik ke lantai atas!" titahnya yang sontak membuat Dinara gelagapan.

Dinara bingung, ia mau dihukum apa lagi? Namun, ia langsung menurut dan masuk ke dalam lift yang sama.

Saat ini Dinara bisa mendengar degup jantungnya sendiri, gugup tidak karuan dan rasa takut menjadi satu. Hingga akhirnya pintu lift terbuka, Gerald menuju ruangannya dan langsung mendudukkan diri di kursi kerja.

"Aku puas saat kau membersihkan kemejaku, tapi tidak berarti aku memaafkanmu. Mulai hari ini, kau menjadi office girl yang khusus melayaniku. Tempatmu ada di lantai ini, dan tugasmu juga untuk membersikan seluruh ruangan yang ada di lantai ini," jelas Gerald.

Tubuh wanita itu tersentak, ia merasa hukumannya terlalu berat. Bukankah ia juga sudah mendapat SP-1?

"Maaf, Pak. Tanpa mengurangi rasa hormat saya, izinkan saya mengajukan sanggahan."

"Tidak ada sanggahan. Pilihannya hanya dua. Kau menurut, atau keluar dari kantor ini," sahut pria itu dengan cepat.

Wajah Dinara memerah. Ia masih ingin protes, tetapi kalau sampai dipecat, pasti suaminya bertambah menghinanya. Ia juga akan semakin lama untuk memboyong Azka pergi dari rumah mertuanya.

"Bagaimana?" tanya Gerald yang membuat Dinara mengangguk singkat.

Entah kenapa Gerald benci sekali melihat Dinara, wanita pembangkang itu sudah membuat gara-gara di pertemuan pertama mereka. Jadi, ia ingin memberikan hukuman agar kapok dan dengan sendirinya Dinara keluar dari kantor.

"Ya sudah, ngapain masih di sini? Cepat kamu buatkan kopi dan siapkan camilan, lalu bersih-bersih seperti biasa. Nanti aku yang ngomong ke kepala office girl kalau kamu dipindahkan tempat!" ketus Gerald.

"Baik, Pak. Saya mohon permisi." Dinara mengangguk hormat, sementara Gerald hanya menyapukan tangan ke udara sebagai isyarat untuk Dinara segera keluar dari ruangannya.

Gerald mulai menyalakan laptop dan mengecek beberapa dokumen yang masuk ke surelnya, tidak lama kemudian terdengar suara ketika pintu.

Ternyata Dinara yang datang membawakan secangkir kopi dan sepiring buah potong, wanita itu menaruh di meja kerja Gerald.

"Terima kasih," ucap Gerald sambil sedikit melirik ke arah Dinara.

Pria itu mempertajam pandangannya saat mendapati Dinara yang terlihat cantik dengan rambut dikuncir kuda, kulit putih bersih serta alis tebal yang dimiliki Dinara membuatnya tidak bisa melepaskan pandangan.

"Kenapa aku baru sadar kalau bibirnya mungil sekali, dia terlihat manis. Tapi dia hanya office girl, jelas nggak setara denganku," batin Gerald.

Pria itu mengambil ponsel dan diam-diam mengambil potret Dinara yang masih membereskan botol bekas minuman di meja meeting.

Setelah Dinara keluar, ia segera mengirimkan foto itu ke nomor Jacob, meminta masukan apakah Dinara pas dijadikan wanita sementara untuk mencapai tujuannya.

[Dia cantik. Tinggal dipoles sedikit sepertinya nggak akan kelihatan kalau seorang office girl. Papamu juga nggak akan tahu, mustahil beliau hafal sama seluruh pegawainya. Dan, pasti wanita itu butuh uang banyak untuk hidup. Tinggal kau iming-imingi sejumlah uang, pasti dia mau pura-pura jadi pasanganmu.] tulis Jacob dalam balasan pesannya.

Gerald terkekeh pelan, sekali lagi ia memperhatikan foto Dinara dan perlu diakui kalau wanita itu memang cantik.

Postur tubuhnya tinggi semampai, rambut hitam legam semakin membuat Gerald yakin bahwa orang tuanya tidak akan curiga siapa Dinara sebenarnya.

"Tidak apa-apa, lah. Ini hanya untuk sementara, toh aku akan memberikannya sejumlah uang. Dia pasti mau, wanita mana yang tidak suka uang?" gumamnya.

"Sambil menunggu Ashley pulang dari luar negeri, aku perlu pelampiasan biar nggak jenuh. Meksipun Dinara hanya seorang office girl, tapi kecantikannya setara dengan mantan-mantanku." Gerald tergelak hebat, membayangkan warisan sang kakek akan segera jatuh padanya.

Ia memanggil Dinara untuk datang ke ruangannya melalui monitor, wanita itu segera masuk sambil menentang kain lap.

"Basok kau akan ikut denganku, ada beberapa urusan pekerjaan yang tidak bisa aku handle sendiri. Asisten pribadiku lagi cuti panjang, jadi kau cocok untuk membawakan barang-barangku," ucap Gerald yang jelas saja membuat Dinara kaget.

"Kenapa saya, Pak? Maaf, tapi saya masih baru dan belum terlalu paham." Wanita itu masih menunduk, sambil berpikir keras apa maksud atasannya tersebut.

"Apa aku perlu pendapatmu? Terserah, dong, mau mengajak siapa. Lagipula ... kau hanya ku jadikan sebagai pembawa barang-barangku, bukan aku ajak ikut karena kau spesial. Jangan mimpi, karena hanya tampangmu saja yang sedikit pantas untuk menjadi pelayanku."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Bukan Wanita Simpanan    Bab 87 — End

    Gerald menatap jendela besar di ruang kerjanya. Sudah berbulan-bulan ia mencoba melupakan Dinara, tetapi bayangan wanita itu terus menghantui pikirannya. Sejak Dinara meninggalkan pekerjaannya, Gerald merasa kehilangan sesuatu yang tidak pernah ia sadari sangat berarti baginya. Bukan hanya staf yang setia dan profesional, tetapi juga seseorang yang membuat hatinya lebih hidup. Hari itu, Gerald memutuskan untuk berhenti menghindar dari kenyataan. Ia mencari tahu keberadaan Dinara melalui seorang kolega yang pernah dekat dengannya. Ketika akhirnya ia menemukan alamat Dinara di sebuah kota kecil, hatinya berdebar. Ia tahu ini adalah kesempatan terakhirnya untuk memperbaiki semuanya. Sesampainya di kota itu, Gerald melihat Dinara dari kejauhan. Wanita itu tampak sederhana, mengenakan gaun panjang. Dinara sedang menuntun seorang anak kecil, yang kemudian Gerald ketahui adalah Azka. Gerald berhenti sejenak, mengamati mereka. “Dinara!” panggil Gerald dengan suara bergetar ketika akhirnya

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 86

    Gerald melangkah cepat keluar dari kantor, benaknya dipenuhi kecemasan. Setiap langkah terasa berat, seperti ada beban yang tak tertahankan di dadanya. Dia tahu bahwa hubungan dengan Dinara hanyalah kesepakatan sementara, tetapi saat bayangan Dinara menghilang dari pandangannya, rasa takut menggerogoti hatinya. Setibanya di rumah Nada, Gerald mengetuk pintu dengan penuh harap, tapi tidak ada jawaban. Ketika suara detak jam di dalam rumah itu teramat jelas, Gerald merasa jantungnya berdegup lebih kencang. “Dinara!” teriaknya, berusaha mengatasi rasa panik yang mulai menyergapnya. “Kau di mana?” Tak ada sahutan. Hanya kesunyian yang mengisi ruang. Gerald merasa kakinya mulai lemas. Ia berbalik dan melihat ke arah jalan setapak yang sudah gelap. “Dia benar-benar pergi,” bisiknya, suaranya serak. Gerald meremas rambutnya, kebingungan dan ketidakpastian membanjiri pikirannya. “Kenapa aku merasa seperti ini?” tanyanya pada dirinya sendiri. “Dia bukan siapa-siapa bagiku. Hanya wanit

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 85 || Ingin Pergi

    Bella masuk ke kamarnya dan duduk di tepi ranjang, membiarkan pikirannya melayang saat ia menatap bayangan dirinya di kaca lemari. Pandangannya kosong, tapi di balik tatapan itu pikirannya dipenuhi bayangan tentang malam-malamnya bersama Arga. Ia ingat betul suasana di hotel, malam panjang yang mereka habiskan bersama, yang kini justru membuatnya terjebak. Arga, pria yang pernah ia anggap hanya sebagai teman dekat, ternyata menyimpan maksud lain. Bella baru menyadari betapa buruknya situasi itu ketika melihat video yang direkam Arga tanpa sepengetahuannya. Sebuah bukti yang membuatnya tak bisa berbuat banyak, sesuatu yang bisa menghancurkan reputasi dan harga dirinya. “Kalau kamu menolak, Bella, maka video ini akan tersebar, dan aku yakin semua orang akan tahu siapa kamu sebenarnya.” Ancaman Arga terngiang di telinganya. Bella mengepalkan tangan, menahan perasaan takut yang terus menghantuinya. Bagaimana bisa ia begitu lengah? Kini, dirinya terjebak dalam permainan Arga,

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 84 || Pulang

    Pagi harinya, di ruangan yang masih terasa sunyi, Dokter datang dengan kabar yang membuat Dinara sedikit menghela napas lega.“Baik, Bu Dinara, saya sudah tinjau hasil pemeriksaan,” ucap Dokter itu sambil menatap Dinara dengan senyum tipis. “Kondisi Ibu sudah membaik. Ibu boleh pulang hari ini.”Wajah Dinara seketika bercahaya. “Terima kasih, Dok,” balasnya lirih.Gerald yang berdiri di belakang Dokter hanya diam, menyimak. Begitu Dokter pergi, Dinara segera turun dari tempat tidur dan mulai merapikan barang-barangnya, memasukkan barang-barang ke dalam tas tanpa banyak bicara. Gerald mengamati dengan ekspresi yang sulit dibaca.“Saya bisa naik taksi sendiri,” ujar Dinara saat mereka selesai berkemas.“Kamu masih lemah,” jawab Gerald singkat, mengambil tas Dinara dan berjalan ke arah pintu tanpa memedulikan penolakannya. “Aku yang antar kamu pulang.”Dinara mendengus kesal, tapi akhirnya hanya bisa mengikuti. Baginya, perdebatan panjang hanya akan membuatnya semakin lama di dekat Gera

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 83 || Mau Pulang!

    Malam itu, di kamar rumah sakit yang sepi, seorang petugas datang membawa nampan berisi makanan untuk Dinara. Gerald mengambil alih nampan dari petugas, lalu duduk di tepi ranjang, menyuapkan sesendok demi sesendok makanan ke bibir Dinara. Setiap kali Dinara membuka mulut, wajahnya tampak menegang, jelas bahwa ini adalah sesuatu yang tidak mudah baginya. Namun, Gerald tetap telaten, tak mengindahkan pandangan tajam Dinara yang seolah ingin menghancurkan segala harapan yang ia miliki. Dinara akhirnya berbicara, suaranya parau dan penuh kepedihan, “Saya rindu anak saya, Pak ….” Ia menelan ludah, mencoba menguasai dirinya meski air mata nyaris tumpah. “Anda tahu, Pak Gerald? Saya nggak pernah mau ada di sini, di tempat ini. Dan ini semua karena Anda.” Nada suaranya semakin tajam, mengandung kemarahan yang mendalam. “Kalau Anda nggak pernah menyentuh saya, kalau Anda nggak pernah … melecehkan saya, saya nggak akan berakhir begini." Gerald berhenti sejenak, sesendok makanan ter

  • Bukan Wanita Simpanan    Chapter 82 || Ashley

    Gerald terdiam lama di tempatnya setelah panggilan itu berakhir. Sebagian dirinya masih terpaku pada suara lembut yang baru saja ia dengar, suara yang pernah ia rindukan selama bertahun-tahun. Ashley. Nama itu adalah bagian dari masa lalu yang tak pernah sepenuhnya hilang dari hidupnya. Dalam diam, kenangan-kenangan bersama Ashley mulai menyeruak di benaknya. Masa-masa kuliah di luar negeri, di mana mereka berdua selalu bersama, adalah salah satu fase terbaik dalam hidupnya. Mereka dulu tak terpisahkan. Saling mendukung, saling menyemangati untuk meraih mimpi-mimpi besar mereka. "Apakah masih ada harapan untuk kami?" batinnya bertanya tanpa sadar. Ia mengingat senyum Ashley, tawa lepasnya saat mereka menghabiskan waktu di kampus atau saat menjelajahi kota-kota baru. Mereka pernah begitu yakin bahwa mereka akan menjalani masa depan bersama, bahwa mereka akan kembali ke Indonesia sebagai pasangan yang kuat. Namun, semuanya berubah saat Ashley memutuskan untuk meraih mimpinya seb

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status