*Happy Reading*
Bertemu Rara dan Kean?
Tentu saja Ina mau!
Kebetulan, Ina sudah sangat penasaran pada dua orang itu. Khususnya pada Rara, yang katanya mantan istri Sean.
Ina ingin tahu bagaimana rupa Rara itu. Apa secantik istri pertama Sean? Atau malah lebih. Ina benar-benar ingin bertemu Rara.
Selain itu, Siapa tahu Ina juga bisa dapat sedikit Info tentang masa lalu mereka?
Bukan apa-apa. Jujur saja Ina sebenarnya belum yakin pada pernikahan yang Nyonya Sulis tawarkan untuknya.
Ina bukan mau sombong. Atau tak tahu berterima kasih karena sudah di tolong, bahkan diberi tempat tinggal sekarang.
Hanya saja, bagaimanapun Ina ini tetaplah seorang wanita biasa, yang punya mimpi seperti wanita pada umumnya. Yaitu ingin menikah sekali seumur hidup.
Tidak masalah jika Ina bukan yang pertama. Karena semua orang memang punya masa lalu, dan pasti pernah salah melangkah. Yang penting baginya, meski bukan yang pertama, setidaknya Ina ingin menjadi yang terakhir.
Hanya saja, jika mendengar trade record yang Mbok Darmi tuturkan mengenai Sean barusan. Ina mulai ragu bisa menjadi yang terakhir untuk Sean.
Apalagi orangnya galak dan ketus seperti itu. Ina kan jadi curiga, jangan-jangan dulu ada KDRT di rumah tangganya.
Ih, Ina gak mau disiksa!
Maka dari itu. Ina rasa dia harus bertemu Rara, untuk bisa sedikit mengetahui karakter Sean.
Hanya saja ....
"Gimana Ina? Kamu mau, kan?"
Karena belum mendapatkan jawaban dari Ina. Nyonya Sulis pun kembali bertanya pada gadis, yang kini malah tanpa sadar sedang meremas-remas ujung kaos bututnya.
Sejujurnya Ina sangat ingin bertemu Rara. Tapi ... Ina malu!
Apalagi dengan tampilannya yang seperti ini. Lusuh, kotor, dan kumel. Mirip seperti gembel.
Bajunya saja, belum ganti dari kemarin. Karena sepertinya ada yang lupa pada janjinya, yang akan membelikan baju untuk Ina.
Nah, mengingat hal itu. Ina pun auto minder, dan ....
"I-Ina di Rumah aja deh, Bu," jawab Ina kemudian. Sambil menunduk malu.
Meski Ina belum pernah bertemu Rara, dan tidak tahu bagaimana rupa wanita itu. Tapi, Ina yakin jika Rara itu pasti.juga wanita berkelas. Seperti mendiang istri pertama Pak Sean itu.
Namanya istri kedua, tidak mungkin kalah cantik dari istri pertama, kan?
"Kenapa?" tanya Nyonya Sulis kecewa.
Padahal, Nyonya Sulis sangat ingin mengenalkan Ina dengan Rara. Agar mereka bisa sharing, dan siapa tahu Rara bisa sedikit meyakinkan Ina untuk bertahan hidup bersama Sean.
Sebagai seorang Ibu. Nyonya Sulis sangat khawatir pada masa depan putranya, yang memilih melajang semenjak Audy meninggal.
Bagaimana pun, Sean itu anak satu-satunya. Dia butuh seorang pendamping, dan anak untuk meneruskan nama keluarganya.
Meski memang ada Kean, darah dagingnya. Tapi Kean sendiri sudah menyandang nama keluarga lain. Dan tidak bisa mereka akui dengan lugas sebagai penerus keluarganya.
Ugh ... ini semua gara-gara ego si bodoh Sean.
Itulah kenapa, Nyonya Sulis sangat berharap agar Ina mau jadi menantunya, dan melahirkan seorang cucu untuknya.
Tidak masalah jika Ina miskin dan tidak berpendidikan. Penting gadis ini mau menikah dengan Sean, dan bertahan dengan semua sifat Sean yang memang sangat menyebalkan.
Untuk hal itu, nyonya Sulis yakin Rara bisa membantunya.
"Ina gak mau ganggu pertemuan ibu dan mereka." Ina mencoba memberi alasan.
"Nggak ganggu, kok. Saya justru senang kalau kamu mau ikut dan mengenal mereka, bagaimana pun kamu harus tahu siapa saja orang-orang yang pernah ada di masa lalu Sean," ucap Nyonya Sulis, seperti tahu apa yang Ina pikirkan sejak tahu.
Bagaimana ini? Ina juga sangat menginginkan hal itu. Tapi ... bagaimana cara mengucapkannya, ya?
Setidaknya, Ina ingin meminta sebuah baju bersih saat ini. Agar merasa layak bertemu dengan wanita yang bernama Rara itu.
Tidak usah baru dan bagus. Cukup baju bersih saja. Itu lebih dari cukup untuk Ina, agar sedikit PD bertemu dengan orang lain.
"Ina?" desak Nyonya Sulis lagi mulai tak sabaran.
Aduh, gimana ini? Ina malu ngomongnya.
"Uhm ... itu. Uhm ... Ina ... Ina ...." Gadis itu benar-benar bingung mengutarakan keinginannya.
Meski hanya sebuah kaos bersih. Ina takut mereka salah paham, dan nanti menganggap Ina adalah wanita matre.
Masa belum jadi apa-apa saja. Sudah minta-minta. Apalagi kalau sudah jadi menantu di sini.
Ugh ... Ina benar-benar tak mau ada yang salah paham di sini.
Lalu, gimana dong menjelaskannya?
"Sudahlah, Mah. Jangan paksa dia." Sean yang sedari tadi diam dan hanya memperhatikan, tiba-tiba saja ikut menimpali
"Tapi Sean--"
"Dia hanya akan membuat malu mama kalau sampai ikut, nanti."
Eh?
"Maksudnya?" Nyonya Sulis bertanya dengan bingung.
"Lihat saja tampilannya. Mama yakin mau mengenalkan dia sama Rara."
Degh!
Cengkraman di ujung kaos Ina pun makin kencang. Karena lumayan tersinggung dengan ucapan Sean.
Ina tahu dia seperti gembel dan tidak selevel dengan keluarga ini. Tapi ... apa harus di jelaskan sedetail itu?
Ina sungguh sakit hati.
"Sean?!" tegur Nyonya Sulis kesal.
Namun pria itu hanya menaikan bahunya dengan acuh. Sebelum kemudian pergi begitu saja dengan santainya.
Tuhan ... bisakah Ina bertahan dengan pria bermulut pahit seperti dia?
================================
Sean masih nyebelin seperti dulu ya gaes!Enaknya di apain, ya? Kita bikin sariawan aja yuk. Biar kapok kalau ngomong pedes.
Yuk, lah ramein.
Jangan lupa like, coment dan share ya ....
*Happy Reading*Nyatanya, meski telah sampai ke Rumah sakit dengan cepat. Sebab kebetulan hari masih pagi dan juga memasuki weekend. Namun Ina masih harus berjuang sedikit lagi, karena pembukaan baru sampai tujuh."Kamu gila, ya? Istri saya sudah sangat kesakitan itu, kenapa tidak bisa langsung melahirkan sekarang?" Sean Murka, saat Ina hanya di masukan ruang persalinan namun tidak di beri tindakan apa-apa.Tidak, sebenarnya para perawat di sana langsung bergerak melakukan hal yang seharusnya dilakukan. Bahkan sedang memasang Infusan ditangan Ina. Namun di mata Sean, itu tidak berefek apa-apa."Maaf, Pak. Tapi pembukaannya belum sempurna. Hanya menunggu sebentar lagi, kok, Pak.""Sebentar gimana? Kamu mau membunuh istri saya? Gak liat kalau istri saya sudah pucat seperti itu?!" salak Sean masih tak terima dengan prosedur rumah sakit.Rumah sakit apa ini? Katanya terbaik, tapi Melahirkan saja harus menunggu pembukaan sempurn
*Happy Reading* "Mas ... Ina ... gak kuat. Ngantuk." Ina menyuarakan isi hatinya, seraya menatap Sean penuh harap. "Ya, udah. Kamu tidur aja. Biar Mas yang selesaikan," sahut Sean, mengusap lembut pipi Istrinya di sela gerakan pinggulnya yang teratur. "Tapi abis ini udahan ya, Mas? Mas juga harus tidur." Ina mengingatkan, namun ditanggapi Sean dengan seulas senyum tipis. "Gak janji, ya? Mas masih pengen soalnya." Ina pun hanya bisa mendesah panjang mendengar jawaban suaminya, karena memang bukan hal aneh lagi untuknya. Sejak awal pernikahan, Sean Abdillah mana puas hanya sampai stasiun sekali saja. Jalur express atau pun economi, pasti harus berkali-kali. "Ya udah terserah Mas aja. Puas-puasin , deh, sebelum harus puasa lama lagi." Sebagai seorang istri, Ina bisa apa selain pasrah? Meski kadang lelah, tapi Ina tidak berani menolak. Bahkan saat Sean memintanya belajar berbagai gaya pun, Ina pasrah. Dari gaya terlentang, miring,
Byp Extra part 2*Happy Reading*Sean menggeleng tak habis pikir di tempatnya. Saat menyaksikan Ina begitu antusias memakan cilok yang baru saja Mira bawakan beberapa menit lalu.Oh, tenang saja. Sean tidak jadi membeli cilok sebanyak 200 ribu, kok. Karena untungnya, pas tadi Mira beli cilok si mamang tinggal 50rb saja. Jadi, hanya segitu yang Mira bawakan. Itu pun tetap membuat Sean terperangah saat melihat jumlahnya.Namun berbeda dengan Sean yang melongo terkejut melihat jumlah cilok yang dibawa Mira bersama seorang OB yang membantunya. Ina sendiri malah bersorak riang melihatnya. Karena, kapan lagi dia bisa makan cemilan gurih itu, selain saat Sean kecolongan seperti ini?Maklum, sejak Ina hamil, Sean memang lumayan rewel terhadap asupan gizi yang istrinya konsumsi. Hingga tak jarang, Ina pun harus putar otak, agar bisa mendapat semua camilan yang sangat dia idamkan itu. Bahkan tak jarang, Ina harus bekerja sama dengan Mbok Darmi, demi bisa men
*Happy Reading*"Selamat siang, Bu." Sambut seorang wanita muda seraya berdiri dari duduknya, saat Ina baru saja memasuki lobby kantor suaminya."Siang, Mbak. Pak Sean, ada?""Ada, Bu. Silahkan. Perlu saya antar?""Ah, tidak usah. Terima kasih, ya?" ucap Ina diiringi senyum manis, sebelum sebelum meninggalkan gadis yang di kenalnya sebagai resepsionis kantor ini, untuk menuju lift yang tak jauh dari sana, untuk menemui suaminya.Sang Recepsionis itu pun membalas senyum Ina tak kalah manis, di balut rasa kagum pada sosok istri bos, yang tidak pernah berubah sejak awal diperkenalkan di kantor ini.Dari dulu, setiap kali datang ke kantor ini. Alih-alih menelpon Suaminya, Ina malah selalu menghampiri meja receptionis, dan memastikan keberadaan suaminya pada resepsionis. Tak lupa, setelahnya Ina akan berterima kasih dan memberikan senyum ramahnya pada siapapun yang menyapanya."Siang, Bu." Seorang karyawati di sana menyapa Ina
*Happy Reading*Mengutip permintaan Ina. Sean pun akhirnya mengadakan pesta sederhana di sebuah rooftop sebuah hotel, yang di sulap seperti pesta kebun.Orang-orang yang di undang pun tidak banyak. Hanya Rara dan keluarga kecilnya, Kairo dan istrinya, juga beberapa rekan bisnis yang lumayan dekat dengan Sean.Tidak lupa, semua pelayan Rumahnya pun, khususnya Mbok Darmi, Sean undang juga. Sebab meski bagi Sean, mereka semua hanya pembantu di Rumahnya, jelas itu berbeda dengan Ina. Bahkan bisa dibilang, mereka adalah teman-teman Ina. Maka dari itu, bagi Ina mereka wajib di undang."Pepet terus! Jangan sampai lepas. Hati-hati! Tikungan di depan banyak, kawan!"Sean langsung mendengkus kesal, Saat mendengar seruan lantang itu. Pelakunya tentu saja Ken, Si Dokter Obygn jahil sekaligus masih Sean jadikan musuh.Sudah dibilang, kan? Mengundang Ken itu bukan alasan ya bagus. Lihat saja kelakuannya, baru datang saja sudah bikin hebo
*Happy Reading*"Mas? Mas? Mas?"Sean melenguh pelan. saat rungunya menangkap panggilan itu, beserta guncangan pelan di lengan atasnya. Berusaha mengumpulkan kesadarannya, Sean pun membuka mata yang sebenarnya masih sangat perih.Netranya langsung menangkap keberadaan Ina yang tengah duduk di sampingnya, dengan tampilan yang sudah segar dan rapi. Aroma sabun mandi bahkan masih tercium dari tubuh istrinya itu."Hai," sapa Sean sambil tersenyum hangat, seraya mengusap pipi Ina, dan membawa kepala gadis itu mendekat ke arah bibir untuk di kecupnya pelan. Ina pun tersipu malu."Pagi, Sayang. Ada apa?" lanjut Sean, mengusap kembali pipi Ina yang tampak merona. Entah karena ciumannya atau karena panggilan sayang darinya."Pagi, Mas. Maaf ganggu tidur, Mas. Ina cuma mau ijin bantu Bi Darmi di dapur. Boleh, kan? Kata Mas kemaren. Ina harus ijin meski pergi ke dapur," terang Ina.Sean mengingat perintah itu, dan tentu saja, kembali mengu