*Happy Reading*
Nyatanya, meski telah sampai ke Rumah sakit dengan cepat. Sebab kebetulan hari masih pagi dan juga memasuki weekend. Namun Ina masih harus berjuang sedikit lagi, karena pembukaan baru sampai tujuh.
"Kamu gila, ya? Istri saya sudah sangat kesakitan itu, kenapa tidak bisa langsung melahirkan sekarang?" Sean Murka, saat Ina hanya di masukan ruang persalinan namun tidak di beri tindakan apa-apa.
Tidak, sebenarnya para perawat di sana langsung bergerak melakukan hal yang seharusnya dilakukan. Bahkan sedang memasang Infusan ditangan Ina. Namun di mata Sean, itu tidak berefek apa-apa.
"Maaf, Pak. Tapi pembukaannya belum sempurna. Hanya menunggu sebentar lagi, kok, Pak."
"Sebentar gimana? Kamu mau membunuh istri saya? Gak liat kalau istri saya sudah pucat seperti itu?!" salak Sean masih tak terima dengan prosedur rumah sakit.
Rumah sakit apa ini? Katanya terbaik, tapi Melahirkan saja harus menunggu pembukaan sempurn
*Happy reading*Gadis itu masih terduduk lesu melihat nanar ke arah jasad orang tuanya yang sudah kaku.Tidak ada air mata, tidak pula isak tangis yang masih terdengar. Hanya mata sembab dan hidung merah yang menandakan bahwa gadis itu sempat menangis hebat beberapa menit lalu.Kini semua air mata itu seakan habis tak bersisa, hingga sudah tak ada lagi yang bisa ia keluarkan selain tatapan sendu penuh kepiluan.Dia adalah Ina. Zaina Rahayu lengkapnya. Anak semata wayang dari Bapak Husein dan Ibu Wanda, yang kini harus menjadi yatim piatu, karena kesalahan seorang wanita kotayang tak pandai dalam mengemudi di jalan berliku.Itu yang Ina dengar. Detailnya Ina tidak tahu. Karena pada saat kejadian, Ina masih ada di Warteg Bu Eni, tempatnya mencari rezeki demi membantu meringankan beban orang tuanya.Ina memang bukan berasal dari keluarga berada. Bahkan kalau boleh jujur
*Happy Reading* "Saya yang akan menggantikan Bapak dan Ibu mencicil utang sama anda." Ina memberanikan diri untuk menjawab. Sayangnya, bukan persetujuan yang Ina dapatkan. Malah seringai menyebalkan dari pria bangkotan itu, yang benar-benar meremehkan sahutan Ina. "Dengan apa kamu akan membayar, Ina? Dengan upah harian kamu yang tak seberapa dari warteg di pasar itu, huh? Mana bisa! Buat makan sehari saja tidak cukup. Apalagi untuk bayar hutang. Gak akan mungkin!" Jawaban juragan Joko mampu menohok Ina sampai ke ulu hatinya. "Lagipula hutang orang tua kamu sudah terlalu banyak dan terlalu lama. Saya tidak bisa menunggu lagi." Pak Joko menambahkan dengan tegas. "Ta-tapi--" "Hais, sudah!" Pak Joko memangkas ucapan Ina dengan cepat. Sengaja tak ingin memberikan Ina kesempatan beralaskan lagi. "Kalau kamu memang ingin membayar hutang dengan uang, silahk
*Happy Reading*Ina hanya bisa berdiri kaku dan mengerjap pelan dengan napas tercekat melihat kejadian itu. Antara ingin tertawa dan ngeri melihat bagaimana Pak Joko tersungkur mengenaskan, tanpa ada satu pun yang menolongnya.Ina bingung harus bereaksi seperti apa saat ini.Akan tetapi, sebenarnya Ina lebih takjub pada pria gagah itu, sih. Soalnya, kedatangannya seperti oase di hidup Ina yang tadi gersang.Bukan karena ketampanannya. Melainkan karena kehadirannya yang tepat di saat Ina benar-benar butuh bantuan.Apa ini keajaiban?Apa orang ini pahlawan?Entahlah, namun satu yang harus Ina niatkan dalam hati. Setelah ini Ina harus berterima kasih pada pria itu."Sean, sudah!" seru wanita kaya itu, seraya menahan pria gagah yang sepertinya masih ingin menghajar Pak Joko.Oh ... namanya Sean."Tapi, Mah. Di
*Happy Reading*Beberapa jam sebelumnya ....Sean baru saja mendaratkan diri pada kursi kebesarannya. Saat sang sekretaris menghampiri dan memberinya kabar jika sang Ibu memintanya segera menghubungi, jika sudah selesai meeting.Darurat! Itu katanya. Terang saja, hal itu membuat Sean segera meraih gawainya yang memang diabaikan sejak beberapa jam lalu, karena harus terlibat dalam meeting besar perusahaan yang di pimpin.Masalahnya, sang ibu memberikan istilah tak biasa dalam pesannya pada sang sekretaris. Alih-alih kata 'penting' yang biasa sang Mama gunakan. Kali ini kata 'Darurat' adalah pesan mendesak itu.Karenanya, Sean pun cukup penasaran ingin segera mengetahui pesan darurat apa yang Mamanya sebutkan itu."Hallo, Sean? Akhirnya kamu nelpon Mama Juga!"Mama Sulis menjawab telpon Sean dengan sangat antusias. Membuat alis tebal Sean makin bert
*Happy Reading* Ina hanya bisa menunduk dalam, sambil memainkan ujung kaos lusuhnya saat Mamanya Sean menceritakan kejadian nahas itu. Ternyata, wanita ini yang telah menabrak orang tuanya. Hingga ayahnya meninggal di tempat, sementara ibunya meninggal saat di perjalanan ke Rumah sakit. Sungguh, mengetahui hal ini, Ina bingung harus benci atau berterima kasih pada kedatangan dua orang ini. Faktanya, mereka yang membuat Ina sekarang sendirian di dunia ini, tapi mereka jugalah yang baru saja menyelamatkan Ina dari kelicikan Pak Joko. Bahkan, mereka juga yang akhirnya mengurus pemakaman orang tuanya, dan semua hal yang dibutuhkan. Tidak tanggung-tanggung, tadi Sean yang galak itu pun malah ikut turun ke liang lahat, saat menurunkan jenasah Ibu dan ayahnya. Itulah kenapa, sekarang Ina Denial sekali mendengar permintaan Mama Sean, aka Nyonya Sulis setela
*Happy Reading* "Ya, udah. Kalau begitu ayo berangkat." Setelah mendapat persetujuan dari Ina. Sean pun segera memberi komando lagi, yang langsung di angguki Mama Sulis dengan riang. Sayangnya, tidak dengan Ina. Karena .... "Tapi saya belum beres-beres," ucap Ina, sambil menunduk malu. Bukan apa-apa, Ina cuma malu saja mengatakannya, karena jika dipikir lagi, memang dia mau beres-beres apa? Rumahnya saja tidak ada barang berharga sama sekali. Jadi, gak ada yang bisa Ina bawa untuk pindahan pastinya. "Beres-beres apa?" tanya Sean tak mengerti. Seperti dugaan Ina, pria ini pun pasti menganggap tak ada barang yang layak Ina bawa di sini. Tapi kan .... "Baju." Nah, iya. Meski Rumahnya memang tak ada barang yang bisa Ina bawa, tapi baju itu benda wajib yang tidak boleh Ina lupakan, kan? Nanti, Ina mau pakai apa di Ruma
*Happy Reading* Menyadari tidak ada langkah kaki mengikutinya. Mama Sulis pun menghentikan laju kakinya, dan menoleh perlahan demi memastikan posisi calon menantunya. Benar saja, gadis itu tertinggal jauh di belakang, namun tak bergerak sama sekali di tempatnya. Ina terlihat berdiri diam, dengan sedikit menunduk seperti orang malamun. Ada apa dengan Ina? "Ina, kenapa?" Mama Sulis pun langsung menyuarakan keheranannya pada sikap Ina di sana. Ina mengangkat wajahnya dengan terkejut, sambil mengerjap pelan menatap Mama Sulis. "Kenapa, Ina?" Mama Sulis mengulang pertanyaannya, karena gadis itu seperti masih belum sadar sepenuhnya. "Uhm ... itu, Bu. Saya ... gak mau jadi simpanan." Hah?! Tak ayal, alis Mama Sulis yang sudah di ukir sesempurna itu pun bertaut, tidak mengerti dengan ucapan Ina barusan.
*Happy Reading* Sebenarnya, ada banyak sekali pertanyaan yang ingin Ina tanyakan pada Mbok Darmi. Demi menuntaskan rasa penasarannya. Tetapi, wanita tua itu malah pergi begitu saja setelah mengatakan hal tadi, karena harus menyiapkan makan malam sebelum Pak Sean datang. Sumpah demi apapun. Ina benar-benar penasaran sekali pada keluarga ini sekarang. Karena, apa yang barusan Ina dengan benar-benar terasa janggal, dan ... memang Ina juga kan belum kenal betul tentang keluarga ini. Ina baru mengenal mereka satu hari, dan belum tahu apa-apa tentang keluarga ini. Jadi wajarkan, kalau Ina sangat penasaran sekarang. Namun, sebagai orang yang di gadang-gadang akan masuk menjadi anggota keluarga. Ina tentu harus tahu bagaimana keluarga yang akan dia masuki ini, iya kan? Setidaknya, Ina harus tahu sifat-sifat dan masa lalu Pak Sean, yang katanya akan menikahinya. Karena Ina ti