Share

Ajakan

*Happy Reading*

Jadi, Ina yang ketiga? Ya ampun ....

Ina pun refleks mengusap wajahnya, saat menyadari kenyataan itu. Tidak ingin percaya dengan pendengarannya saat ini.

Ya, Tuhan .... kenapa Ina merasa jadi terjebak jerat pria doyan kawin, ya?

Lah, kalau begitu apa bedanya Pak Sean dan Pak Joko? Meski beda di jumlah Istri, tetap saja mereka intinya doyan kawin iya, kan?

Duh, kenapa Ina harus selalu berurusan dengan pria hidung belang, sih?

Kek gak ada cowok single baik-baik aja di dunia ini? Kenapa pula harus sama cowok yang doyan kawin?

Ugh ... rasanya Ina mulai kesal dengan keadaan.

"Jadi Pak Sean sudah pernah menikah dua kali?" Meski begitu, Ina pun tak membuang kesempatan, untuk mengintrogasi Mbok Darmi yang sepertinya memang tahu semua hal tentang keluarga ini.

"Tepatnya terpaksa poligami, soalnya Papinya Non Rara meminta hal itu sebelum meninggal."

Hah?! Permintaan terakhir macam apa itu? Aneh banget!

"Kenapa begitu, Bi? Memangnya--"

"Kamu sedang apa?"

Degh!

Belum sempat Ina melanjutkan introgasinya, sebuah suara berat menginterupsi Ina. Membuat gadis itu sontak menoleh, dan ...

Loh? Itu kan, Pak Sean?

Kenapa ada di sini? Eh, maksudnya bukannya semalam Mbok Darmi bilang dia keluar kota, kenapa sekarang?

"Sekarang malah bengong. Hey?! Kamu dengar saya?" Tak segera mendapat jawaban, Sean pun kembali bertanya, sambil menjentikkan jari beberapa kali kehadapan Ina.

Gadis itu pun lalu mengerjap kaget dan langsung gelagapan saat menyadari kini posisi mereka sangat dekat.

"Masih pagi sudah melamun aja." Sean pun mendengkus pelan melihat reaksi Ina.

"Sa-saya bukan me-melamun, Pak. Ta-tapi cuma kaget aja lihat Bapak," jawab Ina terbata, namun dengan jujur menyuarakan isi hatinya.

"Kenapa kaget melihat saya? Ini kan Rumah saya. Jadi, wajar dong kalau saya ada di sini?"

Ya, memang. Itu benar adanya. Cuma ....

"Ta-tapi b-bukannya Bapak se-sedang keluar ko-kota, ya?" jelas Ina lagi, masih dengan suara terbata.

Entah kenapa? Jantung Ina jadi deg-degan dekat dengan pria ini.

"Saya memang keluar kota kemarin."

Nah, kan? Apa Ina bilang!

"Tapi tidak menginap."

Eh?

"Saya langsung pulang setelah urusan di sana selesai. Karena masih banyak yang harus saya kerjakan di sini."

Oh ... begitu. Ina pun hanya berani bergumam dalam hati. Setelah itu, memilih menundukkan wajah menghindari tatapan Sean yang sangat tajam sekali.

Perasaan Ina gak punya salah apa-apa. Kenapa Ina ditatap seperti itu, sih? Kan, jantung Ina makin dag dig dug jadinya.

"Termasuk pernikahan kita."

Secepat kilat wajah Ina terangkat, karena terkejut dengan ucapan Sean barusan.

Apa katanya tadi? Pernikahan kita? Ina gak salah dengar, kan?

Ina sebenarnya ingin sekali mengkonfirmasi hal itu sekali lagi, agar jelas maksudnya, dan memastikan jika pendengarannya masih normal.

Namun sayangnya, seakan semua tanya Itu tersangkut di tenggorokan, dan susah sekali dikeluarkan. Membuat Ina malah hanya membuka dan menutup mulutnya dengan bingung.

"Kenapa? Kamu tidak mau menikah dengan saya?"

Eh?

"Jangan coba-coba mengomporinya ya, Sean. Kamu sudah setuju untuk hal itu," sambar Mama Sulis tiba-tiba, yang kembali datang ke dapur memastikan pekerjaan Mbok Darmi.

"Sean bukan mau mengompori, Mah. Sean cuma ingin memastikan kalau gadis ini benar-benar setuju dengan pernikahan ini. Karena ... Sean tidak mau ada Rara kedua dalam hidup Sean," terang Sean sambil melirik Ina dengan ragu.

Eh? Kok, jadi Rara? Memang ada apa dengan mereka dulu?

"Tidak akan ada Rara kedua di sini, jika kamu bisa merubah sikap, Sean," ungkap Nyonya Sulis tegas. Membuat Sean langsung menutup mulut dan tak membantah lagi.

Ada apa sih?

Kok, mereka makin aneh, ya?

"Sudah, sana kamu mandi. Abis itu anterin Mama ke Rumah Rara. Soalnya dia lagi ngidam masakan Bi Darmi. Jadi, Mama bakalan ketemu Kean lagi." Nyonya Sulis kemudian mengalihkan obrolan, dan bercerita dengan riang tentang rencananya hari ini.

Terlihat sekali jika Nyonya Sulis sangat bahagia dengan rencananya itu. Matanya sampai berbinar terang, dengan senyum tak lepas dari bibirnya.

Sepenting itu ya, yang namanya Rara dan Kean itu?

Tiba-tiba Ina pun merasa tak nyaman, karena merasa hanya akan jadi benalu dalam keluarga ini.

Apa? Ina memang benalu, kok. Kan, Ina memang hanya menumpang hidup di sini.

"Mama mau ketemu Kean?"

Lihatlah, bahkan raut dingin pria galak itu pun langsung berganti senang, hanya dengan menyebut nama itu. Membuat hati Ina makin merasa pilu sendiri.

Padahal, wajar kan mereka seperti itu. Namanya juga pada anak dan cucu sendiri, iya kan?

Hanya saja ... kenapa Ina merasa cemburu, ya?

"Iya, dong. Ugh ... Mama udah kangen banget sama anak itu. Udah sebesar apa dia sekarang, ya?" Nyonya Sulis berceloteh dengan riang.

"Sean juga kangen, Mah."

Entah hanya perasaan Ina saja, atau memang benar. Saat mengucapkan kalimat itu, Ina melihat mata pria itu menerawang, dengan senyum miris di wajahnya.

Tak ayal, hal itu pun membuat Ina makin penasaran tentang kisah mereka. Karena ... Seperti ada luka tak kasat mata dalam tatapan Sean kala itu.

Tetapi ... terluka karena apa?

Atau ... jangan-jangan sebenarnya Sean masih cinta pada Rara, tapi Rara sudah tidak mau sama Sean, begitu? Tapi ... kenapa tidak mau?

Bukannya Sean ini tampan, bersahaja dan mapan. Meski sikapnya memang galak, sih. Tapi bagi Ina yang polos Sean tetap akan jadi suami Idaman. Lalu kenapa mereka berpisah?

Apalagi, istri pertamanya juga sudah meninggal. Harusnya Sean dan Rara bisa hidup bahagia dengan keluarga kecil mereka, kan?

Ada ayah, ibu dan anak. Lengkap! Kurang apa lagi, coba?

Lalu kenapa mereka berpisah?

"Ina kamu dengar saya?"

Ina pun langsung gelagapan, karena terciduk melamun sambil memperhatikan ibu dan anak itu ngobrol tentang Rara dan Kean.

"Eh, apa, Bu? Tadi ibu ngomong apa?" Ina tidak menyimak sama sekali obrolan mereka. Hingga tak sadar jika nyonya Sulis bertanya padanya.

"Nah, kan? Sean bilang juga apa? Gadis ini memang hobby melamun, Mah? Mama yakin mau dia jadi menantu Mama?" tanya Sean dengan ketus.

"Sean!" tegur Mama Sulis, sambil menatap putranya dengan galak. "Gak boleh begitu sama Ina."

"Udah abaikan saja Sean. Dia memang begitu. Jangan masukin hati, ya?" Nyonya Sulis kemudian mengalihkan atensinya lagi pada Ina.

Bagaimana mau masukin hati. Ngerti aja tidak, dengan obrolan mereka barusan.

"Iya, gak papa, Bu. Ina memang salah, karena tadi tidak menyimak." Ina mengakui kesalahannya dengan berani. "Tapi ... kalau boleh tahu, tadi Ibu tanya apa, ya? Ina gak denger," lirih ina dengan malu.

Namun Nyonya Sulis hanya tersenyum, dan menepuk bahu Ina pelan.

"Gak papa, Kok. Tadi saya cuma bertanya, kamu mau kan ikut saya ketemu Rara dan Kean."

Eh? Apa?

================================

Ketemuin jangan?

Hayo ... maunya gimana?

Kalau ketemu kira-kira Ina sama Rara mau ngapain, ya?

Rujakan atau ghibahin Sean?

Yuk tebak-tebakan.

Jangan lupa like, komen dan share. Okeh!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status