Sesampai di rumah Embah, aku berlari ke kamar. Kuhempaskan tubuh ke ranjang, menangis tersedu sedu, meluapkan segala perasaan yang aku juga tak mengerti. Baru kali ini aku merasakan."Syahdu, kamu itu kenapa? Semua permintaanmu sudah Mas Banyu turuti. Kita pulang kampung, kamu ketemu Adit, tapi masih saja kamu sedih begini." Mas Banyu mengusap kepalaku yang membelakanginya."Terima kenyataan Syahdu. Kamu ditakdirkan untukku. Dan Adit ditakdirkan untuk perempuan itu. Mulai detik ini lupakan Adit. Kita tutup lembaran lama, kita mulai rumah tangga kita dengan lembaran baru, fokus mempersiapkan segala sesuatunya untuk kelahiran buah hati kita."Lalu dia berbaring di sampingku, lengannya melingkar erat memelukku, "Mas Banyu kangen kamu yang dulu, Syahdu. Yang tatapan polosnya hanya untuk Mas Banyu. Kamu ingat, Syahdu, dikamar ini pertama kali, tubuh kita menyatu, dan akhirnya mengikat erat jiwa kita. Kamu satu satunya perempuan di hati Mas Banyu dan Mas Banyu juga yakin saat itu Mas Banyu
Sepeninggal Mas Adit, Mas Banyu memapahku masuk ke dalam. Rasa sedih dan campur aduk, entah apa namanya, membuatku tak punya gairah untuk melakukan apapun. Bahkan makan pun juga malas. Kubaringkan tubuh di kursi panjang ruang tamu setelah kutolak ajakan Mas Banyu untuk makan. Sedangkan Dinda main sama Embah di teras rumah. Baru saja terlelap sebentar, Mas Banyu sudah duduk di kursi panjang tempatku berbaring lalu menaruh kepalaku di pangkuannya sambil tangannya mengusap rambutku dan tangan yang satu mengusap usap perut buncitku."Perutmu baik-baik saja kan, Syahdu? Sudah nggak kenceng lagi, kan?""Sedikit," jawabku."Makanya kamu jangan banyak pikiran biar nggak ngaruh ke anak kita ini, Syahdu. Dia bisa merasakan lho kalau Mamanya sedih." Mas Banyu terus mengusap lembut perutku."Le, nggak jadi ke pasar beli oleh-oleh?" teriak Simbah dari teras."Nggak, Mbah, Banyu nggak jadi pulang Bekasi besok. Nggak tega, Mbah, ninggalin Syahdu di sini dalam keadaan begini.""Memangnya kenapa lag
Bunga ilalang Part 31_Tak sayang lagi. (1)"Kalian saling kenal?" Papa tampak mengernyitkan dahi sambil menatap Mas Banyu dan perempuan itu bergantian."Ratna ini adalah salah satu karyawan saya, Pak," jawab Mas Banyu dengan wajah panik."Kenapa bisa kebetulan ya, Pak Banyu. Saat itu Mbak Ratna ini juga ada di stasiun dan menolong Adit. Mbak Ratna ini pulalah yang membawa Adit ke rumah sakit, juga yang menghubungi dokter jiwa itu. Apa mungkin keberadaan Mbak Ratna di stasiun ada hubungannya dengan Anda, Pak Banyu?""Iya. Karena memang saya menyuruh Ratna untuk menjemput saya di Stasiun. Maaf, Pak, saya permisi dulu. Mau kembali ke Bekasi sore ini juga.""Nggak mau! Syahdu nggak mau pulang ke Bekasi! Syahdu mau di sini!" teriakku."Kenapa buru-buru, Pak Banyu? Apa anda takut sesuatu?""Saya tidak takut apapun, Pak! Saya hanya takut ketinggalan pesawat. Ayo, Syahdu, buruan!" Mas Banyu lalu menarik tanganku dengan cepat yang membuatku terhuyung huyung."Pelan-pelan, Mas Banyu. Syahdu ca
nggak mau kembali ke Bekasi!""Syahdu, pekerjaan Mas Banyu bisa terbengkalai kalau kelamaan di sini.""Pokonya Syahdu nggak mau pulang ke Bekasi!""Sudah, biarin Syahdu di sini, Banyu. Kamu kalau mau pulang ke Bekasi dulu, pulanglah. Urusin pekerjaanmu. Minggu depan kamu jemput lagi. Kasihan, Syahdu belum puas di kampung halaman," ujar Embah."Tapi, Mbah, nanti ngrepotin Embah, nggak?" tanya Mas Banyu."Nggak, Embah malah seneng ada temen.""Syahdu, beneran kamu mau disini dulu?" Aku mengangguk."Ya, sudah, besok Mas Banyu tinggal dulu ya. Minggu depan Mas Banyu jemput."Setelah mandi, aku menyuapi Dinda di halaman depan di bawah pohon mangga. Melihat anak-anak yang sedang bermain, entahlah aku sudah tidak ingin lagi ikut main walaupun mereka membujukku. Aku ingin menjadi wanita dewasa seperti wanita itu, wanita yang sudah merebut Mas Adit.Sejetika mataku mengerjap ketika melihat wanita yang baru saja ada di pikiranku berjalan di jalanan depan rumah sambil mendorong kursi roda."Mas A
"Iya, Pak. 5 bulan jalan 6. Tentu saja tidak, Pak. Saya melihat dari ukuran dan bentuk janinnya. Memang perut Bu Syahdu terbilang kecil untuk umur kehamilan segitu. Tapi dari hasil USG, keadaan janin bagus, Pak. Sehat. Ukuran dan bentuknya juga normal. Sudah sesuai dengan umur kehamilan 22 Minggu.""Ini tidak mungkin.""Apanya yang tidak mungkin, Pak Banyu?""O, maaf, Dok, tidak apa-apa.""Baik, ini Bu Syahdu saya kasih obat penguat janin dan vitamin. Tidak perlu dirawat. Setelah cairan infus habis, bisa pulang sekarang juga hanya saja perlu bedrest beberapa hari dulu ya, Pak." Mas Banyu mengangguk dengan wajah sedih."Bu Syahdu, banyak istirahat ya, tiduran dulu, jangan banyak jalan, jangan melakukan aktifitas dulu apalagi aktifitas berat. Jangan lupa diminum obatnya.""Iya, Dok."Setelah cairan infus habis, pagi buta kami pun pulang. Selama perjalanan Mas Banyu hanya diam. Wajahnya seperti tegang dan diliputi kesedihan. Tak ada lagi ciuman dan usapan di perutku seperti waktu berang
Perlahan kubuka mataku dengan tubuh yang rasanya tak karu karuan, "Mama ..." kulihat kepala Mama tertelungkup di sampingku. "Syahdu! Kamu sudah sadar?" Mama kemudian berjalan cepat ke arah pintu."Pa, Adit! Syahdu sudah sadar!"Satu persatu berdatangan, Papa, Mas Adit, perempuan itu, juga kakaknya Mas Adit."Syahdu dimana?""Kamu di rumah sakit. Apa yang terjadi denganmu, Syahdu? Jam 2 dinihari kamu pingsan di depan rumah kami. Untung Adit denger suara teriakanmu, jadi kami tidak terlambat membawamu ke rumah sakit. Dan anehnya Adit itu hafal suaramu lho, Syahdu. Dia yang membangunkan seisi rumah bahkan sempet terjatuh karena panik sampai lupa kalau belum bisa jalan, mau lari keluar aja." Semua terkekeh kecuali perempuan itu yang cemberut dan Mas Adit yang tertunduk."Bayi Syahdu ... Mas Banyu mau mengubur bayi Syahdu!" Aku pun menangis histeris setelah bisa mengingat semuanya. Aku meraba perutku, "Syahdu nggak mau bayi Syahdu mati. Tolong bayi Syahdu dari Mas Banyu, Mama, Papa, Mas
"Kamu yang ninggalin aku. Kenapa kamu nggak ada di sisiku saat aku di rumah sakit. Kenapa kamu malah nikah dengan laki-laki brengsek itu.""Waktu di Stasiun itu, Mas Adit lama sekali, nggak dateng-dateng. Syahdu takut. Lalu Mas Banyu datang membawa Syahdu ke rumahnya lalu menikahi Syahdu.""Mungkin Allah memisahkan kita di stasiun melalui tangan Banyu untuk menguji kekuatan cinta kita, Syahdu. Nyatanya sejauh apa kita dipisahkan akhirnya bertemu kembali. Memang sudah nasibku, Syahdu, nggak bisa terpisah dari kamu!" Tiba-tiba Mas Adit memencet hidungku yang membuatku kaget."Mas Adit sudah inget sama Syahdu?""Nggak! Aku nggak mau nginget kamu! Apalagi inget kamu selingkuh sama si Banyu itu. Sakit, Syahdu!""Selingkuh itu apa?""Kamu nikah sama orang lain!""Mas Adit juga selingkuh sama perempuan itu! Syahdu nggak suka!""Iyalah, memang kamu doang yang bisa selingkuh. Aku juga bisa. Gini-gini aku punya penggemar. Anggita itu perempuan yang tergila gila padaku. Bukan kamu doang yang pun
"Malam itu ... saya ditelepon Pak Banyu. Beliau membeberkan sebuah rencana yang harus saya laksanakan. Saya disuruh ke stasiun pagi-pagi habis subuh. Saya juga disuruh mencari orang-orang bayaran untuk melaksanakan rencana Pak Banyu. Di Stasiun, saya dan orang-orang bayaran itu menunggu instruksi Pak Banyu. Pak Banyu 1 kereta dengan target yaitu Mas Adit dan Mbak Syahdu ini. Setelah kereta sampai di stasiun, Pak Banyu mengarahkan saya pada target yang baru turun dari kereta. Saya mencari waktu yang tepat untuk menjalankan aksi yang sudah dibeberkan Pak Banyu. Nah, kebetulan sekali Mas Adit ke toilet. Di depan toilet itulah saya berpura pura kecopetan. Orang suruhan saya menjabret tas saya. Saya minta tolong pada Mas Adit. Mas Adit pun berlari mengejar pencopet alias orang suruhan saya itu. Sengaja orang suruhan saya itu berlari ke arah jalan raya kemudian menyebrang jalan. Dan orang suruhan saya yang lain bertugas membawa motor dengan kencang, menabrak Mas Adit. Rencana berjalan d