Hari hariku selanjutnya terasa suram melihat Dinda yang lebih banyak nangisnya daripada diemnya. Selalu rewel, nangis terus nggak pagi, nggak siang, nggak malem. Naluri seorang ibu, bisa merasakan apa yang dirasakan Dinda. Dia kesepian dan ketakutan.Yang bisa menghiburnya hanya suaraku dan suara Mas Adit. Setiap kami diam dia nangis. Penginnya kita ngomong terus, ngajak ngobrol dia. Tidurpun nggak bisa lepas dari kami. Minta kupeluk juga Mas Adit."Tapi, Dit, anak Anggita yang di perut ini juga butuh kamu" rengek Anggita manja ketika Mas Adit ijin mo tidur di kamarku "Tolong dong, Nggit. Ngalah dulu. Kasihan, Dinda. Dia pengin tidur dipeluk papanya. Kamu jangan egois kayak gitu!" Seru Mas Adit.Akhirnya Mas Adit sekarang tidur bersama kami tidak peduli Anggita sewot. Buat Mas Adit kebahagiaan Dinda lebih penting dari segalanya.Satu satunya harapan kami hanya menunggu ada orang yang mau mendonorkan matanya. Papa terus berusaha. Mas Adit yang bersikeras pengin mendonorkan mata akhirn
"Syahdu nggak pa pa. Syahdu janji nggak selingkuh. Mas Adit juga janji jangan nyari istri lagi, ya?""1 istri saja aku nggak bisa ngasih nafkah batin, gimana mau 2, Syahdu. Kamu ada-ada aja. Kamu tuh yang bisa selingkuh.""Nggak, Syahdu nggak bakal selingkuh. Syahdu sayang Mas Adit.""Lha iya, selingkuhanmu dah di penjara. Mo selingkuh sama siapa.""Mas Adiiiiiit!" Kucubit saja lengannya.***Setelah latihan tiap hari bersamaku, 2 bulan berikutnya, Mas Adit akhirnya bisa berjalan normal kembali walaupun masih pakai tongkat. Semangat Mas Adit yang menggebu gebu telah mempercepat proses penyembuhan.Pagi ini kami berdua jalan pagi menyusuri jalanan pedesaan yang masih sepi. Udaranya segar sekali. Diusia kehamilanku yang sudah mendekati lahiran, disarankan banyak jalan biar persalinan lancar katanya. Makanya tiap hari, Mas Adit yang bersemangat ngajak jalan, sekalian terapi buat Mas Adit juga."Duuuh, yang terkenang dengan seseorang ...," ledek Mas Adit sambil menyikut lenganku ketika k
Sampai akhirnya kami harus kembali ke perantauan. Mas Adit sudah sembuh total dan menutuskan untuk melanjutkan kuliah lagi. Dito sudah berumur 3 bulan jadi sudah aman untuk melakukan perjalanan jauh."Kamu yakin, Dit membawa Syahdu ke Jakarta? Apa bisa dia mengasuh 2 anak sendirian?" tanya Mama khawatir."Syahdu bisa kok, Ma." jawabku"Jangan sepelein Syahdu, Ma. Dia memang punya kekurangan. Tapi dia juga punya naluri seorang ibu. Nih buktinya, Dinda tumbuh dengan baik dan sehat.""Iyo Yo, Dit. Cantik lagi nih Dinda nya."."Maaf ya, Mbak Syahdu, Mbok Nah nggak bisa ikut. Mbok Nah pengin menikmati masa tua di kampung.""Iya, Mbok Nah, nggak pa pa. Sekarang Syahdu udah bisa ngapa ngapain sendiri, udah diajarin masak Mbok Nah juga kan. Yang penting Syahdu ada di samping Mas Adit. Itu sudah cukup.""Iya, Mbak Syahdu, Mbok Nah sudah tenang sekarang, Mbak Syahdu pasti aman dan bahagia sama Mas Adit. Mas Adit nitip Mbak Syahdu, ya.""Iya, Mbok. Tenang saja.""Dit, sudah kamu nurut sama Papa,
"Mas Banyumu, Syahdu!""Mas Banyu?!" Aku tersentak, " Ngapain Mas Banyu di sana, Mas Adit?""Kan aku bilang, orang itu jadi pasienku, pasien Dokter Hans, berarti apa?""Berarti Mas Banyu gila?!""Iya, Syahdu. Tadi Mas Adit juga nggak percaya. Keadaannya sangat menyedihkan. Yang keluar dari mulutnya cuma namamu dan Dinda. Syahdu ... Dinda ... Gitu terus. Tatapan matanya kosong. Dan yang lebih menyedihkan dia buta, Syahdu.""Mas Banyu!" Aku pun menangis histeris."Tadi aku sempet tanya saudara yang kebetulan menjenguknya. Kamu tahu ternyata Banyu mendonorkan mata buat putrinya yang sangat ia cintai dulu sebelum dimasukkan ke penjara.""Jadi mata Dinda itu mata Mas Banyu, Mas Adit?" Mas Adit mengangguk dan aku pun menangis sejadi jadinya."Mas Adit! Syahdu mau ketemu Mas Banyu, Mas Adit! Anterin Syahdu ke Mas Banyu!" rengekku."Enggak, Syahdu! Untuk keadaan sekarang belum aman.""Pokoknya Syahdu mau ketemu Mas Banyu! Kalau Mas Adit nggak mau nganterin, Syahdu mau kesana sendiri! minta d
BUNGA ILALANG Part 1"Mbah, itu kenapa ada seorang gadis ikut bermain sama anak-anak? Aneh ...," tanyaku pada Mbah putri yang sudah sepuh, memakai kain jarit dengan rambut putih disanggul dan akulah Banyu Biru, pelajar SMA yang sebentar lagi lulus, cucu kesayangan Mbah Sinem.Ada yang janggal ketika menatap kerumunan anak-anak yang sedang bermain di bawah pohon mangga di halaman rumah Embah. Seorang gadis cantik dengan kulit putih bersih bak pualam, tubuh tinggi semampai dengan rambut ikal yang tergerai panjang ikut bermain bersama mereka. Padahal sepertinya gadis itu seumuran denganku. "O itu. Namanya Syahdu. Dia memang beda dengan gadis normal. Ada kelainan, Le.""Edan, Mbah? (Gila, Mbah) tanyaku dengan mata melotot."Bukan gila, hanya tingkah dan pikirannya seperti bocah.""Tapi penampilannya bersih dan terawat ya, Mbah. Nggak kayak wong edan.""Dibilangin ora edan. Dia itu anak tunggal orang terkaya di kampung sini. Anak juragan mete. Punya kebun pohon mete berhektar - hektar d
Bunga ilalangPart 2. Pertemuan"Syahdu ..." Dadaku seperti tertekan beban Berton - ton. Terasa menyesakkan dengan penyesalan dan rasa bersalah yang entah apa aku bisa menebusnya. Sebuah kenyataan pahit bahwa aku punya seorang anak dari perempuan berkelainan yang kusebut gila.Aku berusaha mengendalikan diri , bersikap biasa di depan Embah walaupun sebenarnya tubuh ini ingin meluruh bersujud memohon ampun atas azab ini."Lalu, Mbah? Bagaimana nasibnya Syahdu?" tanyaku menahan rasa pilu yang menyesakkan."Akhirnya ada laki - laki yang mau menikahi Syahdu.""Syahdu sudah menikah berarti, Mbah?" tanyaku berdebar."Iyo, Le. Sudah. Pernikahan yang disembunyikan. Entah alasan bapaknya Syahdu apa. Tak ada perayaan, tak ada undangan. Kita sekampung saja nggak ada yang tahu siapa suaminya Syahdu. Yang jelas bukan orang kampung sini tapi orang jauh. Syahdu langsung diboyong ikut suaminya. Tiga bulan dari pernikahannya, bapaknya Syahdu meninggal. Setelah itu rumah, semua kebun jambu mete dan p
#BUNGA_ILALANG#Part3_Rahasia"Syahdu, apa - apaan kamu. Lepaskan dia!" Seorang laki - laki berumur 40 tahun yang masih kelihatan gagah dan kupanggil Ayah itu sudah berdiri di depan pintu rumah berteriak dengan wajah garang.Tapi Syahdu tak peduli dengan teriakan itu, tangannya justru semakin kencang melingkar di perutku seakan tak mau terlepas. "Syahdu, lepas dulu," lirihku di telinganya dan dia hanya menggeleng-gelengkan kepala yang membuat Ayah semakin naik pitam kemudian menghampiri kami."Dasar perempuan gila!" teriak Ayah sambil menarik paksa tubuh Syahdu hingga meronta kesakitan lalu menampar pipi Syahdu bertubi-tubi.Syahdu menangis histeris dengan wajah terlihat memendam amarah dan dendam. Sepertinya Ayah sering melakukan itu pada Syahdu. Dia berusaha melawan sambil berteriak - teriak tapi Ayah mencekal lengan Syahdu dengan erat membuatnya tidak bisa berkutik."Hentikan, Yah! Apa ini yang sering Ayah lakukan pada perempuan ini?! 20 tahun aku menjadi anak Ayah, baru sekarang
Bunga Ilalang Part 4_ Masa lalu Kusruput teh hangat yang baru saja disuguhkan Mbok Nah sambil mencomot pisang goreng, menemani Mbok Nah yang mulai memotong-motong sayuran di meja berhadapan denganku. "Rahasia apa ya, Mbok?" Aku mengulang pertanyaanku dengan dada berdebar."Saya percaya dengan Mas ... " "Banyu, Mbok.""Iya, ... Mas Banyu. Kalau saat ini saya begitu percaya Mas Banyu dan sampai menyuruh sampeyan masuk ke rumah ini, itu karena saya kemarin melihat Mbak Syahdu memeluk Mas Banyu. Sebelumnya Mbak Syahdu tidak pernah tiba-tiba memeluk orang yang tidak dikenal. Meskipun orang menganggapnya gila, tapi sebenarnya dia tidak gila. Jadi saya yakin Mbak Syahdu kenal Mas Banyu, kalian pasti dekat. Dan saya punya harapan Mas Banyu bisa menolong Mbak Syahdu," tutur Mbok Nah dengan mata berkaca-kaca."Iya, Mbok. Saya sebenarnya putra dari Pak Guntur. Cucu Mbah Sinem. Pasti Mbok Nah kenal kan dengan embah saya?""O ... Iya. Tentu saja Mbok Nah kenal. Jadi Mas Banyu ini putra Pak G