Share

Kiyoko Akamatsu

Sekolah Swasta Keio, Edo.

Bangunan berbentuk kuil Shinto yang berada di pinggir kota Edo itu ramai. Beberapa siswa saling bergerombol membicarakan sesuatu yang sedang viral saat itu. Yaitu, akan ada beberapa guru baru yang mengajar di sana. Bukan sembarang guru baru, melainkan guru berkulit pucat dengan hidung besar dan mata biru, yang berasal dari sebuah negara yang terdengar asing di telinga para siswa di Keio. Amerika Serikat. 

Mereka adalah para guru yang datang bersama armada kapal hitam yang saat ini menghuni pelabuhan Edo dan dilindungi oleh Shogun Tokugawa Leyasu. Semua siswa penasaran dengan penampilan fisik orang-orang berkulit pucat yang beberapa saat lagi akan tiba di Keio.

Tiga orang murid wanita sedang berkumpul di bawah pohon Ginkgo dengan daun kuningnya yang berguguran menutupi tanah tempat mereka berpijak. Adalah Kiyoko Akamatsu, salah seorang dari empat murid wanita itu, dengan paras manis dan tubuh yang mungil. 

''Aku tidak tahu apakah ayahku akan mengizinkanku bersekolah lagi jika dia tahu ada guru dari rombongan armada kapal hitam yang mengajar di sini.'' Kiyoko, berucap kepada kedua temannya, Haru dan Hiko, dengan raut wajah sedih.

''Aku rasa ayahmu tidak akan keberatan. Bukankah ini program dari Shogun?'' Haru, yang berwajah bulat, menimpali.

''Lihat! Mereka datang!'' seru Hiko seraya menunjuk ke arah pintu gerbang. 

Kiyoko dan Haru menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Hiko. Dari arah pintu gerbang, lima orang pemuda berkulit pucat berjalan dengan santainya memasuki halaman sekolah dengan pengawalan ketat dari para samurai istana. Semua mata menatap ke arah mereka dengan heran. Atau mungkin penasaran. Ini kali pertamanya mereka melihat makhluk-makhluk yang berbeda secara fitur wajah dan postur tubuh dari orang Jepang.

''Wah ... mereka tampan sekali,'' ucap Hiko seraya menyentuh kedua pipinya. Mulutnya melongo dan kedua mata sipitnya berbinar.

''Rambut mereka berwarna emas,'' timpal Haru. ''Ada yang berwarna cokelat,'' lanjutnya.

''Aneh sekali.'' Kiyoko mengelus dagunya. Menurutnya, para guru baru itu terlihat aneh. Kulit pucat, rambut panjang ikal dan warna-warni, hidung lancip, postur tubuh tinggi dan pakaian mereka juga terlihat aneh. Entah apa nama setelan bagian atas yang memanjang dan berkerah itu, lalu dipadu dengan celana ketat dan sepatu yang tingginya mencapai lutut. Lalu mata mereka yang juga berwarna-warni. Biru, hijau, dan cokelat. 

''Lihat guru yang berambut emas dan diikat sebagian itu!'' seru Hiko seraya menunjuk satu orang pemuda yang berjalan paling belakang. ''Menurutku dia yang paling tampan di antara yang lainnya.''

Mau tidak mau, Kiyoko memandang ke arah pemuda yang ditunjuk oleh Hiko. Ia tidak habis pikir dari mana makhluk aneh itu bisa dikatakan tampan. Definisi tampan menurut Kiyoko adalah, pemuda Jepang yang berprofesi sebagai seorang Samurai, memakai pakaian tradisional, berkulit cokelat susu, bermata sipit dan berambut hitam panjang sepunggung.

''Di antara mereka, siapa yang akan mengajar kelas kita nanti, ya?'' gumam Haru sambil mengedip-ngedipkan matanya.

Sementara Kiyoko, ia sibuk memikirkan ayahnya yang sangat menentang kebijakan Shogun. Ayahnya sangat tidak suka orang asing menginjakkan kaki di negeri ini dan menyebarkan ideologi mereka. Walaupun ia tahu, ayahnya masih bertindak secara sembunyi-sembunyi dalam menentang kebijakan Shogun.

Dan malam itu di kediaman Akamatsu, Kiyoko menguping pembicaraan ayahnya, Kenji Akamatsu, dengan seorang temannya yang ia kenal bernama Tuan Akihiro, seorang pedagang kaya raya di Edo yang sudah beberapa waktu ini bergabung dengan gerakan ayahnya bersama dengan klan-klan penentang kebijakan Shogun Leyasu dari propinsi lain.

''Kiyoko,'' panggil sebuah suara disusul dengan sentuhan lembut di bahunya membuat Kiyoko terperanjat. Ia yang sedang menempelkan telinganya di pinggir shoji untuk mendengarkan pembicaraan pria-pria di balik pintu geser itu segera menoleh ke belakang dan mendapati sang ibu sedang tersenyum padanya seraya menggeleng.

''Jangan menguping pembicaraan ayahmu,'' kata ibunya memperingatkan. Ibunya, Nyonya Asa Akamatsu, adalah seorang wanita paruh baya yang lembut dan masih terlihat cantik. Kecantikannya menurun pada Kiyoko, anak perempuan semata wayang klan Akamatsu.

Kiyoko meringis. ''Memangnya kenapa, Okaasan (ibu)?'' tanyanya sembari mengikuti langkah kecil ibunya masuk ke dalam sebuah ruangan yang tidak terlalu luas. Di sana keduanya menghadap sebuah rak dewa. Nyonya Asa menyalakan lilin dan berdiri di depan kamidama. 

Kiyoko mengikuti gerakan ibunya membungkuk dua kali, lalu bertepuk tangan dua kali, dan membungkuk lebih dalam sekali. Ia memejamkan matanya untuk memanjatkan doa kepada Kami (dewa). Doa untuk keselamatan keluarganya, kesuksesan pendidikannya, dan juga jodohnya, mungkin. 

Ia gadis berumur sembilan belas tahun yang belum pernah berhubungan dengan seorang pria. Dahulu, saat umurnya baru menginjak lima belas tahun, ada teman ayahnya, seorang samurai muda yang menurutnya sangat tampan dan gagah, yang membuatnya merasakan debar-debar aneh ketika bertemu dengannya. Kiyoko mengaguminya, walaupun umur pria itu terpaut belasan tahun dengannya. Tentu saja pria itu tidak menanggapi serius perasaan Kiyoko. Dan pria itu malah menikahi wanita pilihannya.

Kiyoko saat itu kecewa setengah mati. Hingga berminggu-minggu ia bersikap uring-uringan. Setiap kali pria itu datang ke kediaman Akamatsu untuk beretemu ayahnya, Kiyoko selalu menghindar. Padahal sebelumnya, ia selalu mencari perhatiannya dengan cara mengantar teh atau sake ke ruang pertemuan ayahnya, atau berdalih meminta bantuannya untuk mengajarinya bermain katana, sampai-sampai hal itu membuat kedua orang tuanya merasa heran karena mereka tahu, Kiyoko lebih tertarik dengan sastra dari pada meminkan pedang.

Namun itu sudah lama berlalu. Sejak saat itu, Kiyoko tidak lagi tertarik untuk menyukai pria mana pun. Bahkan teman-teman prianya di Keio, tidak satu pun yang menarik perhatiannya. Fokusnya hanya kepada pendidikan sastra dan mendalami musik serta tarian tradisional, seperti layaknya gadis-gadis dari kalangan bangsawan di Edo.

Comments (9)
goodnovel comment avatar
Nurkomalasari
Sumpah ya, ini bagus banget.
goodnovel comment avatar
Lee_Yuta
jadi ketagihan kan...
goodnovel comment avatar
Angspoer
iya ya, zaman itu budaya barat memang baru saja masuk ke edo, lanjut baca
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status