Hari itu hari Minggu, Yoga meminta izin pada ibunya untuk mengajak Yura jalan-jalan dengan alasan agar adiknya tidak bosan karena selama ini Mirna melarang Yura keluar rumah selain sekolah.Mirna langsung mengizinkan dengan syarat Yoga tak boleh jauh-jauh dari adiknya itu. Yudha yang saat itu tengah menonton televisi tiba-tiba merasa terkejut saat Yoga mengajak Yura keluar, karena selama ini ia paling malas jika adik perempuannya itu mengganggunya. Ia lebih suka nongkrong bersama teman-teman lelakinya.Karena penasaran, diam-diam Yudha mengikuti mereka, hingga tibalah mereka di sebuah rumah besar."Nanti kalau sudah selesai, langsung telpon kakak," ucap Yoga lalu disambut anggukan Yura.Rupanya Yoga hanya mengantar adiknya ke rumah itu, lalu setelah itu ia langsung meluncur pergi meninggalkan rumah itu.Yudha segera mengenakan masker lalu mengetuk pagar. Dua lelaki bertubuh tinggi besar mendekatinya."Ada apa lagi Mas Yoga, kok balik lagi?" tanya Satpam itu.Rupanya kedua penjaga itu
"Aku Sinta, bukan Siti," ucap gadis itu sambil memalingkan wajah saat Yudha mengantarnya pulang dengan mobilnya."Luka sayatan di tanganmu, lalu tahi lalat di telapak tanganmu, ini membuktikan bahwa kamu Siti." Yudha membuka telapak tangan gadis itu, benar saja ada sebuah tahi lalat disana."Aku bukan Siti." Gadis itu teguh dalam pendiriannya walau Yudha sangat yakin dengan dugaannya."Sinta, Lukman apa kabarnya?" "Dia baik-baik saja," jawabnya spontan, tetapi tiba-tiba ia memegangi mulutnya setelah sadar bahwa ia keceplosan.Yudha hanya tersenyum melihat tingkah polos teman masa kecilnya itu."Siti, tolong maafkan aku, maaf karena saat itu aku menjadi seorang pengecut yang membiarkanmu berlarut dalam penderitaan. Jujur saja sampai saat ini rasa bersalah itu terus menghantui dan sering menjadi mimpi buruk."Gadis itu menitikan bulir bening dari sudut netranya. Seketika ia mengelap pipinya yang mulai basah."Aku bukan Sinta," ucapnya yang tak sanggup membendung air mata.Yudha menghen
Malam itu Yura dan Yoga melihat gelagat Yudha yang mencurigakan. Kakak sulung mereka itu terus cengar-cengir sendiri sambil bernyanyi riang."Mau kemana, Kak?" tanya Yoga pada kakaknya yang telah berdandan rapi dan wangi."Mau kemana aja boleh, kepo amat," sahutnya, santai.Setelah itu Yudha berjalan menuju mobilnya sambil melanjutkan nyaris riangnya lalu masuk mobil dan meluncur pergi. Sementara itu kedua saudaranya hanya melongo dengan wajah penasaran. Mirna yang sejak tadi menonton televisi bersama anak bungsunya hanya tersenyum senang saat Yudha meminta izin untuk menemui seorang gadis yang sempat Mirna ingin jodohkan dengannya."Misi berhasil, padahal mereka hanya bertemu sekali, tetapi Yudha langsung kesengsem sama dia," gumam Mirna yang tak mengetahui bahwa Sinta adalah Siti, sahabat masa kecil Yudha yang tinggal di kampung lama mereka.Awalnya Mirna merasa khawatir pada anak sulungnya itu karena terus menerus menolak banyak gadis yang mendekatinya, bahkan ia sempat menduga bah
Siti pulang dengan perasaan campur aduk. Lamaran Yudha terus mengganggu pikirannya."Pulang ngedate kok murung gitu?" tanya seorang wanita berpenampilan elegan hingga membuyarkan lamunan Siti."Kak, bolehkah aku menikah dan melanjutkan kehidupanku?" tanya Siti dengan wajah ragu."Kamu ingin menikah? Tentu saja boleh, tetapi kamu hanya bisa menikah dengan anak buah saya atau anak buah Robert."Siti tertunduk lesu mendengar jawaban wanita yang ia anggap sebagai pahlawannya itu. Ia tak bisa menentang semua ucapannya, karena berkat wanita itu ia bisa lepas dari cengkraman ayah tiri yang selalu melecehkannya. Tak hanya itu, wanita itu juga yang memberinya tempat tinggal dan juga mencukupi semua kebutuhan finansialnya sehingga ia dan adiknya tak menjadi gelandangan di Jakarta."Silahkan masuk kamar dan beristirahatlah," ucap wanita itu lembut.Siti mengangguk lalu bergegas ke kamar. Tiba-tiba adik lelakinya mengetuk pintu kamar.Anak lelaki berusia lima belas tahun itu menceritakan bahwa ia
Seorang wanita paruh baya tengah menangis meraung-raung di samping anak gadisnya yang terbujur koma. Gadis remaja berusia 17 tahun itu ditemukan tak sadarkan diri di jurang, dengan tubuh tanpa sehelai benang pun. Ibu Fatmala, telah melaporkan apa yang menimpa gadis itu pada polisi, tetapi hingga kini polisi masih belum bisa mengungkap siapa pelaku.Dari hasil visum, dokter menyimpulkan bahwa si gadis mengalami pelecehan dan tindak penganiayaan, hingga akhirnya ia dibuang ke jurang. Kini gadis itu tengah kritis dan belum siuman.Seorang gadis yang merupakan tetangga Bu Fatmala, membisikan sesuatu ke telinganya. Wanita paruh baya itu lekas menghapus air matanya lalu mengikuti gadis itu ke suatu tempat.Seorang wanita cantik berusia 32 tahun menyambut kedatangan Bu Fatmala dengan ramah, walaupun wajahnya selalu serius dengan senyum yang misterius."Ada apa Ibu kemari?" tanya wanita itu.Bu Fatmala menceritakan semua yang terjadi pada anak gadisnya dan meminta tolong pada wanita yang meru
Pagi itu Mirna termenung saat memikirkan mimpinya semalam. Pasalnya mimpi itu kerapkali terjadi padanya. Dalam mimpinya, ia melihat kejadian sadis yang menimpa seorang gadis di sekitar rumah lamanya di kampung. Mimpinya itu membuat pikirannya tak tenang, karena di mimpi itu ia bisa melihat jelas area sekitar rumah lamanya yang dipenuhi dengan darah, bahkan Surti beserta suami dan seluruh penghuni kost-kostan tenggelam dalam banjir darah."Mama mau pergi ke kampung lama kita, mungkin akan menginap satu malam," ucap Mirna saat ia dan seluruh anggota keluarganya tengah sarapan."Loh, ada urusan apa kesana? Kok mendadak banget?" tanya Roby."Mama mau nyekar ke makam orangtua mama, sekalian kangen-kangenan sama Surti," sahutnya."Boleh aja, tapi Papa gak bisa antar soalnya lagi banyak banget kerjaan," ucap Robi.Begitupula dengan dua anak lelakinya yang juga tak bisa mengantarnya. Yudha yang bekerja di perusahaan Papa sambungnya juga memiliki jadwal meeting dengan beberapa klien. Lalu Yoga
Yura terbangun saat mencium aroma minyak kayu putih. Ia mengerlip-ngerlipkan dua bola matanya, tampak ibu dan adiknya juga beberapa penghuni kost yang tampak penasaran dengan apa yang menimpanya."Yura, kenapa kamu tidur di dapur?" tanya Mirna dengan wajah cemas."Tadi aku melihat hantu di dapur," sahutnya sambil bergidik ngeri.Para penghuni kost langsung saling menoleh dan berbisik, wajah mereka langsung menegang saat mendengar ucapan Yura.Mirna mengambil segelas air putih lalu menyuruh Yura untuk segera meneguknya. Setelah itu ia mencoba menenangkan para gadis yang menghuni kostnya, lalu menyuruh mereka kembali ke kamar masing-masing. Setelah itu ia mengajak Yura dan Yuna kembali ke kamar."Mah, rumah ini serem," rengek Yura."Bukankah kamu sekarang jadi gadis tangguh sejak belajar bela diri sama Sinta," goda ibunya."Ih, Mama, Kuntilanak mana bisa dihajar, Mah." Ia kembali merengek."Dulu mama juga melawan rasa takut mama pada sosok Kuntilanak yang meneror kampung ini, tapi terny
Parto tidak bisa tertolong lalu akhirnya menghembuskan napas terakhir. Mirna tampak terpukul dengan kematian suami sahabatnya itu. Namun, ada hal lain yang membuat ia bingung. Kemanakah Surti? Siapakah pelaku yang telah menganiaya Parto.Kini kepala Mirna telah dipenuhi banyak tanda tanya.Polisi meminta keterangan dari Mirna, Bu Kokom bahkan penghuni kost."Kemarin saya sempat melihat Mas Parto dan Surti bertengkar, tapi saya tidak mau ikut campur makanya langsung pulang tanpa bertanya alasan pertengkaran mereka," ujar Mirna."Sebenarnya saya juga pernah lihat mereka bertengkar," ucap Nina, gadis berambut pendek yang menghuni kamar nomor 8.Mirna menelpon suami juga anak lelakinya untuk datang melayat. Roby tampak terkejut dengan kematian sahabatnya yang sangat tragis. Ia benar-benar tak menyangka kejadian itu bisa menimpa Parto yang telah lama bersahabat dengannya.Semua anggota keluarga bahkan orang tua Parto yang telah sangat lanjut usia telah datang, mereka semua tampak bersedih