Selena sedang duduk di ruang kerja Ayah Nicholas, meskipun sudah larut malam. Namun, ia tak bisa menahan keinginannya untuk segera menceritakan temuannya siang tadi bersama Rangga dan Linggar yaitu sosok Egi. Ayah Nicholas, yang dikenal penuh perhatian, turut merasakan kepedihan atas nasib Egi, yang seandainya masih hidup, mungkin sudah sebaya dengannya."Jadi, besok kamu benar-benar ingin pergi ke rumah ayah tirinya sosok bernama Egi itu?" tanya Ayah Nicholas dengan tatapan cemas.Selena mengangguk dengan mantap."Iya, Pa. Boleh, kan?" tanyanya, berharap mendapat izin dari ayahnya.Ayah Nicholas tampak berpikir sejenak, pertimbangannya berat. Jika kasus ini terungkap ke publik, tentu akan menjadi sebuah tragedi besar. Namun, dia mengenal Selena dengan baik gadis ini memiliki rasa peduli yang luar biasa, dan dia tahu betapa sedihnya Selena jika ia melarangnya."Boleh, tapi Papa akan minta orang untuk jaga kamu, oke?" ucap Ayah Nicholas akhirnya."Okay, Pa," sahut Selena, tidak keberat
Selena, Rangga, dan Ayah Nicholas sedang menikmati sarapan pagi bersama di meja makan. Tak lama setelah selesai, Ayah Nicholas masih terlihat gelisah memikirkan keputusan Selena untuk membantu sosok bernama Egi. Kekhawatirannya begitu besar hingga ia mendatangkan dua pria untuk memastikan keselamatan Selena jika hal buruk terjadi.Sebagai seorang dokter, Ayah Nicholas tidak memiliki kebebasan waktu untuk selalu mendampingi Selena. Apalagi, setiap hari banyak kiriman yang datang untuk Selena, menambah beban pikirannya."Hati-hati ya, Nak," ujar Ayah Nicholas, memberikan pesan penuh waspada."Iya, Papa. Jangan khawatir, aku pasti baik-baik saja," jawab Selena lembut, memahami kecemasan ayahnya.Tak lama, suara mesin mobil terdengar dari luar. Salah satu pelayan rumah menghampiri Ayah Nicholas."Pak, ada yang mencari Non Selena," lapor pelayan itu."Siapa, Bi?" tanya Ayah Nicholas penasaran."Namanya Pak Ryan," jawab si pelayan.Mendengar nama itu, Selena langsung bangkit dari tempat dud
Ayah tiri Egi melangkah turun dari lantai atas, senyum tipis menghiasi wajahnya ketika melihat Ryan berdiri di ruang tamu. Namun, Ryan tidak lagi anak kecil yang akan membalas senyuman dengan polos.Sejak awal, Ryan tak pernah menyukai ayah tirinya. Dia hanya menghormati keputusan ibunya, sebagaimana ayah kandungnya menghormati keputusan sang istri yang memilih pria lain untuk mendampingi hidupnya."Ryan, apa kabar, Nak?" tanya ayah tirinya dengan nada ramah yang terdengar dipaksakan.Ryan langsung menjawab, tanpa basa-basi. "Cukup dengan kemunafikannya. Aku datang bukan untuk melayani kepalsuanmu." Suaranya tajam, mencerminkan respek yang telah lama hilang terhadap pria yang kini telah menjadi bagian dari keluarganya selama puluhan tahun."Astaghfirullah, Ryan! Kenapa bicaramu begitu? Kamu sudah semakin dewasa, tapi malah semakin kurang ajar terhadap papamu!" tegur ibunya, terkejut dengan sikap Ryan.Ryan menatap ibunya dengan mata penuh ketegasan. "Ma, aku nggak pernah menganggap di
Tim forensik didatangkan, dan pilar beton yang menjadi tempat Egi ditemukan diangkat untuk dibawa ke rumah sakit guna dilakukan autopsi. Meski Ryan yakin itu adalah Egi, prosedur penyelidikan tetap dijalankan demi memastikan keadilan bagi almarhum dan menghukum pelaku dengan setimpal.Ambulans meninggalkan rumah itu, membawa beton berisi sisa-sisa tubuh Egi. Sementara itu, ayah tiri Ryan, yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka, digiring ke kantor polisi. Di ruang tamu, ibu Ryan yang terus-menerus menangis kini terbaring pingsan di sofa."Om, semoga setelah ini, Egi bisa beristirahat dengan tenang," ujar Selena kepada Ryan yang sibuk memijat kaki ibunya."Iya, apa abang saya ada di sini sekarang?" tanya Ryan, menatap Selena dengan wajah penuh harap."Ya, Egi duduk di sebelah kepala oma," jawab Selena sambil tersenyum kecil, merujuk pada ibu Ryan yang disebut "oma."Ryan menoleh ke arah tempat Selena menunjuk. "Bang, maafkan kami karena tubuhmu harus dibawa ke rumah sakit. Tapi in
Selena dibawa ke klinik ayah Nicholas setelah Ryan segera menghubunginya begitu Selena kehilangan kesadaran. Mendengar kabar bahwa Selena sempat berhenti bernafas, ayah Nicholas langsung meninggalkan kliniknya, yang kebetulan sedang tidak terlalu sibuk, dan bergegas menuju pemakaman.Kini Selena sudah berada di klinik tersebut, yang lebih dekat dari lokasi pemakaman daripada rumah mereka. Tubuhnya kini terbaring dengan infus terpasang. Ternyata, Selena terlalu kelelahan hingga tubuhnya tumbang tanpa ia sadari."Iya, Bang. Aku lupa... Hehe," ujar Selena, mencoba bercanda sambil tersenyum kecil saat berbicara dengan Nicholas melalui panggilan video. Ayahnya sebelumnya telah memberi tahu Nicholas bahwa Selena nyaris "dibawa" ke alam astral."Abang serius, Dek. Lain kali kalau merasa tubuhmu nggak sehat, jangan dipaksa, ya. Untung kamu kembali. Gimana kalau..." suara Nicholas terdengar serak, menahan emosi yang nyaris meledak.Selena tersenyum lemah, namun matanya memancarkan rasa bersala
Setelah semua selesai, Selena, Linggar, dan Rangga akhirnya meninggalkan klinik ayah Nicholas. Ayah Nicholas tidak ikut pulang karena masih harus menyelesaikan pekerjaannya dan pergi ke rumah sakit. Sebelum mereka berpisah, ia menitipkan Selena pada Rangga dan Linggar.Dalam perjalanan pulang, Selena memecah keheningan. "Li, kok bisa kepikiran manggil aki, padahal lu nggak tau apa yang gue alamin di dalam sana?" tanyanya sambil menoleh ke Linggar.Linggar terkejut. "Kok lu tau gue manggil aki?" tanyanya balik, matanya membelalak heran.Selena tersenyum tipis. "Gue bisa ngerasain," jawabnya singkat, seolah hal itu adalah sesuatu yang biasa.Linggar menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Nggak tau juga, gue cuma... keinget aja tiba-tiba. Saking paniknya liat lu nggak nafas, gue refleks manggil aki," ujarnya dengan nada serius, meski matanya menyiratkan rasa lega."Untung banget aki dateng. Makasih ya, Li," ucap Selena dengan tulus.Linggar hanya tersenyum kecil, tapi senyum itu penuh ma
Justin tengah mengemas pakaian-pakaiannya, memasukkannya dengan rapi ke dalam koper. Setelah selesai, ia berdiri dan melangkah keluar dari kamar yang penuh kenangan itu. Sadar akan keberuntungannya memiliki teman sebaik Nicholas, Justin merasa dirinya lah yang bodoh.Dengan langkah pelan, Justin berdiri di depan Nicholas, yang masih mematung dengan wajah dinginnya. Nicholas berdiri dekat meja dapur, menyilangkan tangan di depan dada, menatap Justin dengan tatapan yang sulit diartikan."Nic, maafin gue ya... Gue sadar gue temen yang nggak baik buat lu. Gue selalu bikin onar, selalu bikin elu repot. Gue minta maaf banget..." suara Justin terdengar penuh penyesalan."Udah tau kesalahan lu di mana!?" tanya Nicholas dengan nada ketus, mata Nicholas tajam menatapnya. Justin hanya bisa mengangguk perlahan."Gue bodoh, Nic... Gue gampang banget dimanfaatin sama Allee. Harusnya gue sadar kalau itu cuma akal-akalannya dia. Gue terlalu remehkan semuanya..." Justin menunduk, penuh rasa bersalah.
Semua anak sudah berkumpul di bandara dan kini mulai memasuki pesawat satu per satu. Mereka mencari tempat duduk sesuai tiket masing-masing. Tak disangka, Selena, Rangga, dan Linggar duduk dalam satu barisan yang sama, Selena di tengah diapit oleh keduanya.Melihat itu, Linggar dan Rangga bersorak kegirangan. Mereka bahkan melakukan tos tangan dengan kompak, sesuatu yang jarang terjadi.“Idih, tumben banget kalian akur,” ucap Selena sambil tersenyum. Biasanya, Linggar dan Rangga seperti kucing dan tikus yang tak pernah berhenti saling mengusik.Linggar hanya bisa menggaruk kepalanya sambil berusaha berdalih. “Ya kan… udah mau lulus. Bentar lagi nggak bakal ketemu dia lagi.”“Dih, mulai songongnya,” balas Rangga, melirik Linggar tajam. Namun Linggar pura-pura mengalihkan pandangannya ke luar jendela.Selena tersenyum hangat. “Aku senang deh lihat kalian akur gini. Berasa banget kekeluargaannya.”Perkataan Selena membuat Linggar dan Rangga saling melirik. Kata “kekeluargaan” yang diucap
Besoknya.. akhirnya ayah Nicholas berangkat ke Singapore dengan Dokter Jaya setelah Selena selesai kuliah. Selena mengantar ayahnya itu dengan senyuman, seperti yang dikatakan Nicholas bahwa dia harus terus tersenyum agar ayahnya tidak sedih juga."Jaga diri di rumah ya, nak." Ujar ayah Nicholas dan Selena mengangguk."Papa ati-ati, ntar kalo udah sampe disana papa kabarin Selena." Ujar Selena ayahnya mengangguk."Pasti dong.. ya udah, kamu pulang gih, papa mau masuk ke dalem." Ujar ayah Nicholas dan Selena mengangguk.Selena salim tangan lalu ayah Nicholas pun pergi dengan Dokter Jaya masuk ke dalam. Setelah ayah Nicholas masuk, barulah Selena meneteskan air matanya.'Ya Allah, dalam seumur hidupku, aku sangat beruntung karena bertemu dengan orang-orang yang baik. Dan aku sangat beruntung karena menjadi anak angkat dari papa yang sangat baik, aku mohon ya Allah.. semoga operasi papa berjalan lancar.' Batin Selena.'Semoga papa bisa cepat sembuh dan kembali beraktivitas seperti biasan
Selena sedang berada di dalam kamarnya dan dia sedang menangis sesenggukan sekarang setelah sholat Isya, dia masih terpikirkan dengan apa yang ayah Nicholas katakan tentang kondisinya."Hiks! Hiks! Ya Allah, gimana caranya ngomong sama abang." Gumam Selena.Ponselnya berdering dan itu panggilan video dari Nicholas. Tapi Selena bingung bagaimana dia harus menghadapi Nicholas, wajah sembab dan suaranya yang bindeng tentu akan mengundang pertanyaan dan kekhawatiran Nicholas.(Kilas Balik Selena Bermula)Sebelumnya Selena masih mematok di depan kaki ayah Nicholas, ia masih menunggu ayahnya itu jujur dan berterus terang padanya. Ayah Nicholas seolah terpojok, bahkan dia tidak tega melihat Selena yang terus duduk di bawah kakinya sambil sesekali menghapus air matanya.Akhirnya ayah Nicholas menghembuskan nafasnya dan tersenyum, lalu mencoba membangunkan Selena dari duduknya, tapi Selena tidak mau."Haihh.. memang susah menyembunyikan sesuatu dari kamu, hehehe.." Kekeh ayah Nicholas."Bangun
Selena sedang membakar bungkusan yang diberikan oleh supirnya yang dikira itu diberikan oleh Rangga, Selena tidak membukanya sama sekali dia langsung membakarnya sambil membaca doa.Dan benda itu menghilang secara misterius setelah di bakar, yang diyakini itu adalah bungkusan benda berisi kiriman santet. Selena sekarang mencoba menghubungi Rangga.."Halo, Assalamu'alaikum, Ra." Ucap Selena ketika panggilan teleponnya terhubung dan dia sengaja meletakan dalam speaker handphonenya agar supirnya juga ikut mendengar suara Rangga."Wa'alaikumussalam, kenapa Sel?" Tanya Rangga, supir Selena terlihat mengerutkan keningnya mendengar jawaban Rangga."Ra, tadi lu ke kampus gue?" Tanya Selena."Enggak, gue jenguk om Basuki abis gue kelar di bengkel, Sel. Lo udah sama om Basuki?" Sahut Rangga, supirnya terlihat menutup mulutnya."Gue mau ke rumah sakit jemput papa, tapi tadi katanya lo dateng kesini nganter kiriman." Ujar Selena, Rangga dalam panggilan itu terdengar kebingungan."Gue ngga kemana-
Selena mengantar Linggar lebih dulu, dan sebelum Linggar masuk Selena memastikan lebih dulu agar tidak ada yang ikut dengan Linggar."Sel, lu nggak apa apa?" Tanya Linggar."Nggak apa-apa, udah biasa. Kalo mereka nyerang gue nggak apa apa, karena gue bisa tau, tapi kalo mereka nyerang lu dan orang-orang yang deket sama gue, gue baru khawatir." Ujar Selena sambil fokus menetralisirkan tubuh Linggar.Linggar yang mendengar itu merasa menjadi orang yang spesial karena Selena peduli padanya. Padahal Selena mengatakan itu bukan dengan maksud apapun, dia murni berkata demikian karena tidak mau orang lain yang dekat dengannya jadi terkena imbasnya."Udah, aman." Ujar Selena."Makasih, Sel." Ujar Linggar dan Selena tersenyum."Gue pulang, ya." Ujar Selena dan Linggar mengangguk."Ati-ati." Ujar Linggar."Siap." Sahut Selena, lalu masuk kembali kedalam mobil. Selena masih merasakan energi yang mengikutinya itu berada di mobil, yang berarti sejak tadi kiriman itu memang berada di mobil dan ikut
Lalu akhirnya setelah pulang kuliah, Selena menepati janjinya pada ibunya Intan untuk menyampaikan maaf Intan pada kedua orang tuanya Roy. Sekaligus juga Roy ikut dan kini mereka sedang berada di rumah Roy, bersama Faaz, Doni dan Linggar.Kedua orang tua Roy saat ini sedang menangis, terutama ibunya yang menangis sampai terisak-isak setelah mengetahui kebenaran tentang kematian Roy. Ibunya Intan sampai bersimpuh di depan ibunya Roy dan meminta maaf atas nama Intan, Selena, Linggar, Faaz, Doni dan hantu Roy yang melihat itu juga ikut sedih."Roy.." Gumam ibunya Roy sambil terisak."Tante, aku mau ngasih tau kalo Roy masih penasaran di dunia. Dia masih berada di dunia dan sekarang dia ada didekat tante, di sebelah kanan tante." Ujar Selena, ibunya Roy menoleh ke kanan tapi tentu saja tidak ada siapapun."Roy mau pamit sama tante dan om, karena dia sudah tidak penasaran lagi. Alasan kematiannya bukan bunuh diri tapi karena diganggu yang ghaib." Ujar Selena lagi."Roy! Roy! Kamu dimana na
Meski Selena sudah bilang bahwa jangan keluar rumah, tapi ayah Nicholas tetap saja pergi. Ayah Nicholas bilang pada bibi dia pergi bukan mau bekerja tapi menemui temannya, bibi pun mengangguk karena memang ayah Nicholas tidak membawa jubah dokternya.Ayah Nicholas pergi ke rumah sakit, tapi bukan untuk bekerja melainkan dia menemui teman dokternya yang kemarin memapahnya, seorang dokter ahli neurologi. Temannya itu tersenyum melihat kedatangan ayah Nicholas."Nah.. Akhirnya mau juga datang kemari, dok." Ujar teman ayah Nicholas, namanya dokter Jaya."Haha, iya. Dimarahin sama anak, nggak boleh kerja jadi saya nggak kerja hari ini. Karena nggak ada kegiatan jadi saya kesini untuk memeriksakan diri." Ujar ayah Nicholas."Emang mantranya anak perempuan tuh ampuh pokoknya, kalo nggak boleh ya nggak beneran, hahaha.." Dokter Jaya terkekeh."Jadi, tolong periksa saya dok." Ujar ayah Nicholas."Tentu dok, mari." Ujar dokter Jaya.Mereka sama-sama dokter profesional, dan mereka juga sama-sama
Setelah Selena memastikan ayahnya sudah masuk kedalam kamarnya untuk istirahat, Selena pun kini kembali ke kamarnya sendiri dengan rasa bersalahnya. Selena tau rumah itu dipagari dan pagarnya juga sangat kuat, tapi Selena tidak terpikirkan bahwa semakin kuat pagar gaibnya maka semakin besar juga usaha yang dikerahkan ayah Nicholas.'Jangan khawatir Selena, aki bisa menjaga kamu dan rumah ini.’ Tiba-tiba suara aki muncul."Makasih aki, tapi aku tetep merasa bersalah sama papa." Ujar Selena."Aku akan belajar untuk memagari rumah ini sendirian, supaya nggak bikin papa capek." Ujar Selena.Selena akhirnya masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, dan ketika dia sedang mandi dia kembali teringat dengan sosok-sosok yang berada di rumah Pak Hasan yang menyambutnya dengan ramah.Sosoknya ada yang berupa binatang macan putih yang sangat besar bahkan lebih besar dari gajah, lalu ada yang seperti aki namun dalam versi lebih pendek sedikit, dan juga ada yang seperti manusia biasa na
Selena berdiri di luar ruangan Intan setelah berhasil melepaskan susuk terakhir dari Intan, dan Intan akhirnya sudah berpulang.."Pada akhirnya, dia meninggal dengan menderita." Gumam Selena."Kita sampein maafnya ke keluarganya Roy besok, Roy juga masih belum bisa pergi kan?" Tanya Linggar, dan Selena mengangguk."Siapa tau setelah ini dia bisa pergi dengan damai." Ujar Linggar."Iya.." Ujar Selena.Ya, Roy.. Sebelum Intan meninggal, dia menyebut nama Roy. Dia mengakui dirinya juga membuat Roy kehilangan akal. Ibunya tidak tahu siapa Roy, tapi Selena memberi tahu bahwa Roy adalah kakak seniornya di kampus."Yuk, makan dulu. Kita ampe lupa makan dari siang." Ujar elang dan Selena kembali mengangguk.Pak Hasan sudah lebih dulu pergi untuk melebur semua susuk yang keluar dari tubuh Intan, ada sekitar 17 susuk yang ditempatkan di setiap titik mata memandang sehingga banyak pria yang tertarik melihat Intan karena banyaknya susuk yang terpasang.Intan dan Linggar kini sedang berada di rest
Selena dan Linggar sedang duduk di dalam mobil, Selena masih memikirkan apa yang dilihatnya di alam astral dan yang terjadi di dunia nyata berbeda tapi berujung sama. Kini harapan mereka yang bisa menolong Intan sudah tidak ada, lalu apa Intan bisa ditolong?Sebelumnya, ibu-ibu yang mereka temui itu memberitahu kematian nenek Darsih yang tidak normal juga.(Kisah Balik Bermula)"Kami di kampung ini semua tahu nenek Darsih tuh siapa, dia ilmunya tinggi sampe banyak pelanggan yang dateng. Tapi seminggu lalu, nggak tau kenapa dia nggak pernah keluar dari rumah." Ujar ibu-ibu itu."Terus baru tiga hari lalu semua warga di sini curiga dengan rumah nenek Darsih yang baunya banget-bangetan, bau bangke! Semua orang pun akhirnya mendobrak masuk dan mereka menemukan jasadnya nenek Darsih yang udah busuk dibelatungin." Ujar ibu-ibu itu lagi."Inalillahi.." Selena bergumam."Nggak tau itu nenek meninggalnya dari kapan, ditemuinnya udah busuk dan belatungan. Baunya beeuuhh.. Naudzubillah!""Nggak