Selena, Rangga, dan ayah Nicholas akhirnya memutuskan untuk kembali ke Jakarta setelah selesai berurusan dengan polisi. Padahal, perjalanan mereka sudah setengah jalan. Namun, hati ayah Nicholas tak tega meninggalkan Selena yang tengah larut dalam kesedihan. Meski bukan anak kandungnya, kasih sayang ayah Nicholas kepada Selena begitu tulus, seolah-olah dia adalah putrinya sendiri. Dalam hati, dia bersyukur Selena selamat dan tidak mengalami hal yang lebih buruk.“Jadi, aku nggak jadi pulang kampung, Pa?” tanya Selena, suaranya lirih.“Tunggu sampai kamu benar-benar pulih. Kalau cuma mau tanya sesuatu ke Ustadz Sholeh, biar Papa undang dia ke Jakarta,” jawab ayah Nicholas tegas, berusaha menenangkan hati Selena.“Jangan lupa, Nak, kita harus terus waspada. Ibadah itu benteng kita. Setan akan selalu mencari celah untuk menggoda, memancing sisi negatif kita. Kalau kita lengah, mereka bisa masuk dan menguasai pikiran kita,” lanjutnya, memberi nasehat bijak.Selena mengangguk kecil, meski
Pagi harinya, Selena dan Rangga tiba di sekolah. Tidak seperti biasanya, kali ini mereka tidak pergi bersama Linggar. Selena tampak gelisah, pikirannya terus berputar mencari jejak energi Jovi, yang hingga saat ini masih belum ditemukan. Sosok Jovi seolah lenyap tanpa jejak, meninggalkan tanda tanya besar di hati Selena.“Kemana ya, Ra? Kok aku masih nggak bisa nemuin Jovi…” gumam Selena lirih, berdiri di dekat bangunan kelas lamanya saat SMP, tempat di mana Jovi biasanya berada.“Mungkin dia sudah pergi ke tempat yang lebih baik?” ujar Rangga, mencoba menenangkan.Selena terdiam, matanya menerawang jauh. Ia ingin mempercayai itu, tetapi ingatan terakhir tentang Jovi saat suara teriakannya memanggil nama Selena masih terlalu jelas. Rasanya mustahil Jovi pergi begitu saja tanpa pamit. Jovi pasti akan meninggalkan pesan, seperti halnya Teteh Putih dulu.“Ayo pergi. Kita coba cari ke tempat lain,” ajak Selena akhirnya. Rangga mengangguk dan mengikuti langkahnya.Di tengah kebimbangan itu
Selena baru saja tiba di rumah, dan saat ini dia tengah video call dengan Nicholas. Seperti biasa, Selena belajar malam ditemani oleh abang angkatnya yang selalu setia membantunya memahami pelajaran."Ooo... iya, iya, aku tahu, kenapa aku nggak kepikiran ya? Ih, aku benar-benar lupa." Selena tertawa geli, sementara Nicholas tertawa kecil di layar laptop."Makanya, kalau di sekolah jangan cuma sibuk main sama hantu terus, dek..." kata Nicholas, membuat Selena meringis mendengar gurauannya."Gimana lagi, bang? Aku terlahir dengan kelebihan ini, jadi nggak tega kalau lihat sosok yang tersesat..." jawab Selena dengan nada serius."Tapi, dek, abang rasa kayaknya kamu udah ada peningkatan baru, deh. Nggak sih?" Nicholas bertanya, Selena pun menatap layar laptop, penasaran."Peningkatan apa, bang?" tanya Selena, kebingungan."Kamu sekarang bisa lihat kejadian yang belum terjadi, kan? Abang yakin kalau kamu terus latih kemampuanmu, kamu pasti bisa lebih dari ini," kata Nicholas dengan keyakin
Keesokan harinya, Selena pergi ke sekolah bersama Linggar dan Rangga, seperti biasanya. Namun, kali ini pikirannya dipenuhi kegelisahan tentang Jovi yang berada di gedung olahraga.“Rangga, Li, kalian mau bantu aku, nggak?” tanya Selena, sedikit ragu.“Mau lah! Kenapa harus nanya? Kalau butuh bantuan, bilang aja, Sel,” jawab Linggar dengan nada tegas, mendahului Rangga.Selena tersenyum kecil. “Hehe, makasih, Li.”Linggar langsung membusungkan dada, menaik-turunkan alisnya penuh percaya diri.Rangga menatapnya dengan tatapan heran. “Li, kenapa sih lo baik banget sama Selena, tapi dingin banget kalau sama orang lain?”Linggar langsung melirik Rangga dengan tajam.“Tuh, tuh! Lirikan matanya udah kayak macan hutan. Serem banget,” cibir Rangga, sambil setengah bercanda. Sebenarnya, pertanyaan itu sudah lama ingin ia lontarkan, tapi baru kali ini ia punya keberanian.“Lo tuh ya, suka menilai orang dari tampang. Mana lo tau isi hati gue. Beda sama Selena,” balas Linggar sinis.Rangga melong
Selena terpental keras ke samping, tubuhnya terbentur dinding dengan kekuatan yang tak terduga. Di dunia nyata, Rangga dan Linggar terlihat panik. Sejak tadi, tubuh Selena mematung tanpa menghirup napas sama sekali. Mereka terus berusaha menyadarkannya, bahkan Rangga dan Linggar sama-sama mengucapkan doa dengan suara gemetar."Selena! Ya Allah, apa yang terjadi padamu?" Rangga berseru penuh kecemasan."Sel, kamu nggak apa-apa kan?" tanya Linggar, suaranya dipenuhi kekhawatiran yang mendalam.Tiba-tiba, Selena menarik napas dengan terengah-engah, seolah-olah udara di sekitarnya makin menipis. Napasnya sempat terhenti saat dia dan Jovi saling tarik menarik, namun akhirnya napas itu kembali mengalir deras."Jovi." Selena menyadari bahwa sosok Jovi berhasil melepaskan diri dari cengkeraman gelap.Di sampingnya, Selena menyaksikan Aki mencekik sosok tua yang sebelumnya mencengkeram Jovi. Sosok tua itu kini terlihat kelabakan dan panik sebelum Aki membawanya pergi dengan cepat dan tegas.Se
(Kilas balik Jovi, Tahun 1987)Jovi adalah anak yang pendiam, tumbuh dalam kemewahan, tetapi kekayaan keluarganya tak mampu menggantikan kekosongan kasih sayang yang dia butuhkan. Ayah dan ibunya, keduanya pekerja keras yang terjebak dalam rutinitas, jarang memiliki waktu untuk anak mereka yang kesepian."Pa, nanti bisa ikut kumpulan orang tua, kan?" tanya Jovi, suaranya penuh harap, mengharapkan sedikit perhatian dari sosok ayahnya."Jovi, papa udah bilang kan berkali-kali, papa sibuk. Nanti tanya mama aja," jawab ayahnya, tak sedikit pun melirik ke arah Jovi."Iya, pa," jawab Jovi, suara lirih menahan kecewa.Jovi sudah mencoba bertanya pada ibunya juga, dan jawabannya tak jauh berbeda. Keduanya tak pernah punya waktu. Sejak saat itu, Jovi belajar bahwa dia harus menghadapi dunia seorang diri. Setiap kali ada acara perkumpulan orang tua, Jovi akan datang tanpa pendamping, berjalan sendirian. Dia tak memiliki teman sejati, dan setiap kali dia mencoba mempercayai seseorang, dia hanya
Selena tiba di rumah, dan sepanjang perjalanan, pikirannya terusik oleh cerita pilu Jovi. Siapa sangka, di balik senyumnya yang selalu ceria, Jovi menyimpan luka mendalam yang begitu pahit.‘Terima kasih, ya Allah. Meski aku tak lagi memiliki orang tua, aku masih jauh lebih beruntung dibandingkan Jovi. Aku bersyukur atas semua jalan yang Engkau beri. Aku tahu, semua ini telah Engkau atur, dan sebaik-baiknya pelindung hanyalah Engkau,’ batin Selena dengan penuh rasa syukur.Ia kembali berbicara dalam hati, membayangkan wajah keluarganya. ‘Ayah, Bunda, Uti... Terima kasih atas cinta yang begitu besar. Meski aku tak dapat bersama kalian lebih lama, aku tetap merasakan kasih sayang kalian. Aku tidak sendiri, tidak pernah kesepian. Aku beruntung... sangat beruntung.’Dari arah pintu masuk, sosok Ayah Nicholas terlihat, lengkap dengan jubah dokternya. Selena yang melihat ayah angkatnya pulang, langsung tersenyum lebar."Papa!" serunya ceria. Ia berlari kecil, menghampiri, dan langsung menya
Selena duduk di tepi ranjangnya, tubuhnya bergetar pelan, dan air matanya mengalir deras. Ia baru saja terbangun dari mimpi yang begitu nyata, pertemuan pertamanya dengan sang bunda. Hatinya terasa sesak karena momen indah itu berakhir terlalu cepat. "Hiks… hiks… Bunda…" gumamnya di antara isakan yang semakin mengoyak ketenangannya. Mimpi itu, meski singkat, meninggalkan jejak yang dalam. Selena merasa begitu banyak yang ingin ia tanyakan, tetapi ibunya dalam mimpi itu menyuruhnya pergi sebelum sempat semua pertanyaannya terucap. Perasaan bercampur aduk membuatnya sulit untuk menenangkan diri. Dengan nafas tersengal, ia menghapus air matanya. "Snif… snif… hiks… hiks…" Perlahan, ia bangkit dan memutuskan untuk menenangkan hatinya dengan sholat malam. Di atas sajadahnya, Selena memohon dengan sepenuh hati. Ia meminta ketenangan, mendoakan orang tua yang telah tiada, serta mengenang kasih sayang sang uti yang membesarkannya dengan penuh cinta. "Robbana aatina fiddunya hasanah, w
Esok harinya..Selena tiba di kampusnya bersama Nicholas, Nicholas menyetir sendiri mobil miliknya untuk mengantar Selena, Nicholas juga merindukan kampus itu karena dulu dia menghabiskan tahun-tahunnya di sana."Aku turun ya bang.." Ujar Selena dan Nicholas mengangguk."Semangat ya kuliahnya, ntar abang jemput kamu lagi kalo udah kelar kelas." Ujar Nicholas sambil mengusap kepala Selena dan Selena mengangguk dengan senyum manisnya."Assalamu'alaikum." Ujar Selena, dan Nicholas menyahuti salamnya."Wa'alaikumussalam."Selena turun dari mobil dan berjalan masuk, Nicholas masih memperhatikan Selena sampai pandangannya teralihkan pada dua orang mahasiswa yang salah satunya menatap Selena dengan tatapan lain.Lain dalam artian seperti memiliki perasaan pada Selena, dan yang Nicholas lihat itu adalah Faaz yang sedang berdiri di sebelah Doni."Kenapa dia ngeliatin Selena kayak gitu? Jangan bilang udah banyak yang suka sama Selena-ku." Gumam Nicholas.Selena sudah hilang masuk kedalam dan Ni
Besoknya.. akhirnya ayah Nicholas berangkat ke Singapore dengan Dokter Jaya setelah Selena selesai kuliah. Selena mengantar ayahnya itu dengan senyuman, seperti yang dikatakan Nicholas bahwa dia harus terus tersenyum agar ayahnya tidak sedih juga."Jaga diri di rumah ya, nak." Ujar ayah Nicholas dan Selena mengangguk."Papa ati-ati, ntar kalo udah sampe disana papa kabarin Selena." Ujar Selena ayahnya mengangguk."Pasti dong.. ya udah, kamu pulang gih, papa mau masuk ke dalem." Ujar ayah Nicholas dan Selena mengangguk.Selena salim tangan lalu ayah Nicholas pun pergi dengan Dokter Jaya masuk ke dalam. Setelah ayah Nicholas masuk, barulah Selena meneteskan air matanya.'Ya Allah, dalam seumur hidupku, aku sangat beruntung karena bertemu dengan orang-orang yang baik. Dan aku sangat beruntung karena menjadi anak angkat dari papa yang sangat baik, aku mohon ya Allah.. semoga operasi papa berjalan lancar.' Batin Selena.'Semoga papa bisa cepat sembuh dan kembali beraktivitas seperti biasan
Selena sedang berada di dalam kamarnya dan dia sedang menangis sesenggukan sekarang setelah sholat Isya, dia masih terpikirkan dengan apa yang ayah Nicholas katakan tentang kondisinya."Hiks! Hiks! Ya Allah, gimana caranya ngomong sama abang." Gumam Selena.Ponselnya berdering dan itu panggilan video dari Nicholas. Tapi Selena bingung bagaimana dia harus menghadapi Nicholas, wajah sembab dan suaranya yang bindeng tentu akan mengundang pertanyaan dan kekhawatiran Nicholas.(Kilas Balik Selena Bermula)Sebelumnya Selena masih mematok di depan kaki ayah Nicholas, ia masih menunggu ayahnya itu jujur dan berterus terang padanya. Ayah Nicholas seolah terpojok, bahkan dia tidak tega melihat Selena yang terus duduk di bawah kakinya sambil sesekali menghapus air matanya.Akhirnya ayah Nicholas menghembuskan nafasnya dan tersenyum, lalu mencoba membangunkan Selena dari duduknya, tapi Selena tidak mau."Haihh.. memang susah menyembunyikan sesuatu dari kamu, hehehe.." Kekeh ayah Nicholas."Bangun
Selena sedang membakar bungkusan yang diberikan oleh supirnya yang dikira itu diberikan oleh Rangga, Selena tidak membukanya sama sekali dia langsung membakarnya sambil membaca doa.Dan benda itu menghilang secara misterius setelah di bakar, yang diyakini itu adalah bungkusan benda berisi kiriman santet. Selena sekarang mencoba menghubungi Rangga.."Halo, Assalamu'alaikum, Ra." Ucap Selena ketika panggilan teleponnya terhubung dan dia sengaja meletakan dalam speaker handphonenya agar supirnya juga ikut mendengar suara Rangga."Wa'alaikumussalam, kenapa Sel?" Tanya Rangga, supir Selena terlihat mengerutkan keningnya mendengar jawaban Rangga."Ra, tadi lu ke kampus gue?" Tanya Selena."Enggak, gue jenguk om Basuki abis gue kelar di bengkel, Sel. Lo udah sama om Basuki?" Sahut Rangga, supirnya terlihat menutup mulutnya."Gue mau ke rumah sakit jemput papa, tapi tadi katanya lo dateng kesini nganter kiriman." Ujar Selena, Rangga dalam panggilan itu terdengar kebingungan."Gue ngga kemana-
Selena mengantar Linggar lebih dulu, dan sebelum Linggar masuk Selena memastikan lebih dulu agar tidak ada yang ikut dengan Linggar."Sel, lu nggak apa apa?" Tanya Linggar."Nggak apa-apa, udah biasa. Kalo mereka nyerang gue nggak apa apa, karena gue bisa tau, tapi kalo mereka nyerang lu dan orang-orang yang deket sama gue, gue baru khawatir." Ujar Selena sambil fokus menetralisirkan tubuh Linggar.Linggar yang mendengar itu merasa menjadi orang yang spesial karena Selena peduli padanya. Padahal Selena mengatakan itu bukan dengan maksud apapun, dia murni berkata demikian karena tidak mau orang lain yang dekat dengannya jadi terkena imbasnya."Udah, aman." Ujar Selena."Makasih, Sel." Ujar Linggar dan Selena tersenyum."Gue pulang, ya." Ujar Selena dan Linggar mengangguk."Ati-ati." Ujar Linggar."Siap." Sahut Selena, lalu masuk kembali kedalam mobil. Selena masih merasakan energi yang mengikutinya itu berada di mobil, yang berarti sejak tadi kiriman itu memang berada di mobil dan ikut
Lalu akhirnya setelah pulang kuliah, Selena menepati janjinya pada ibunya Intan untuk menyampaikan maaf Intan pada kedua orang tuanya Roy. Sekaligus juga Roy ikut dan kini mereka sedang berada di rumah Roy, bersama Faaz, Doni dan Linggar.Kedua orang tua Roy saat ini sedang menangis, terutama ibunya yang menangis sampai terisak-isak setelah mengetahui kebenaran tentang kematian Roy. Ibunya Intan sampai bersimpuh di depan ibunya Roy dan meminta maaf atas nama Intan, Selena, Linggar, Faaz, Doni dan hantu Roy yang melihat itu juga ikut sedih."Roy.." Gumam ibunya Roy sambil terisak."Tante, aku mau ngasih tau kalo Roy masih penasaran di dunia. Dia masih berada di dunia dan sekarang dia ada didekat tante, di sebelah kanan tante." Ujar Selena, ibunya Roy menoleh ke kanan tapi tentu saja tidak ada siapapun."Roy mau pamit sama tante dan om, karena dia sudah tidak penasaran lagi. Alasan kematiannya bukan bunuh diri tapi karena diganggu yang ghaib." Ujar Selena lagi."Roy! Roy! Kamu dimana na
Meski Selena sudah bilang bahwa jangan keluar rumah, tapi ayah Nicholas tetap saja pergi. Ayah Nicholas bilang pada bibi dia pergi bukan mau bekerja tapi menemui temannya, bibi pun mengangguk karena memang ayah Nicholas tidak membawa jubah dokternya.Ayah Nicholas pergi ke rumah sakit, tapi bukan untuk bekerja melainkan dia menemui teman dokternya yang kemarin memapahnya, seorang dokter ahli neurologi. Temannya itu tersenyum melihat kedatangan ayah Nicholas."Nah.. Akhirnya mau juga datang kemari, dok." Ujar teman ayah Nicholas, namanya dokter Jaya."Haha, iya. Dimarahin sama anak, nggak boleh kerja jadi saya nggak kerja hari ini. Karena nggak ada kegiatan jadi saya kesini untuk memeriksakan diri." Ujar ayah Nicholas."Emang mantranya anak perempuan tuh ampuh pokoknya, kalo nggak boleh ya nggak beneran, hahaha.." Dokter Jaya terkekeh."Jadi, tolong periksa saya dok." Ujar ayah Nicholas."Tentu dok, mari." Ujar dokter Jaya.Mereka sama-sama dokter profesional, dan mereka juga sama-sama
Setelah Selena memastikan ayahnya sudah masuk kedalam kamarnya untuk istirahat, Selena pun kini kembali ke kamarnya sendiri dengan rasa bersalahnya. Selena tau rumah itu dipagari dan pagarnya juga sangat kuat, tapi Selena tidak terpikirkan bahwa semakin kuat pagar gaibnya maka semakin besar juga usaha yang dikerahkan ayah Nicholas.'Jangan khawatir Selena, aki bisa menjaga kamu dan rumah ini.’ Tiba-tiba suara aki muncul."Makasih aki, tapi aku tetep merasa bersalah sama papa." Ujar Selena."Aku akan belajar untuk memagari rumah ini sendirian, supaya nggak bikin papa capek." Ujar Selena.Selena akhirnya masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, dan ketika dia sedang mandi dia kembali teringat dengan sosok-sosok yang berada di rumah Pak Hasan yang menyambutnya dengan ramah.Sosoknya ada yang berupa binatang macan putih yang sangat besar bahkan lebih besar dari gajah, lalu ada yang seperti aki namun dalam versi lebih pendek sedikit, dan juga ada yang seperti manusia biasa na
Selena berdiri di luar ruangan Intan setelah berhasil melepaskan susuk terakhir dari Intan, dan Intan akhirnya sudah berpulang.."Pada akhirnya, dia meninggal dengan menderita." Gumam Selena."Kita sampein maafnya ke keluarganya Roy besok, Roy juga masih belum bisa pergi kan?" Tanya Linggar, dan Selena mengangguk."Siapa tau setelah ini dia bisa pergi dengan damai." Ujar Linggar."Iya.." Ujar Selena.Ya, Roy.. Sebelum Intan meninggal, dia menyebut nama Roy. Dia mengakui dirinya juga membuat Roy kehilangan akal. Ibunya tidak tahu siapa Roy, tapi Selena memberi tahu bahwa Roy adalah kakak seniornya di kampus."Yuk, makan dulu. Kita ampe lupa makan dari siang." Ujar elang dan Selena kembali mengangguk.Pak Hasan sudah lebih dulu pergi untuk melebur semua susuk yang keluar dari tubuh Intan, ada sekitar 17 susuk yang ditempatkan di setiap titik mata memandang sehingga banyak pria yang tertarik melihat Intan karena banyaknya susuk yang terpasang.Intan dan Linggar kini sedang berada di rest