Share

08. Kembali Pulih Dari Ketakutan

    Julia yang sudah pulih dari ketakutannya yang sebenarnya tak perlu dikhawatirkan berlebih itu mulai kembali beraktivitas seperti biasa. Gadis itu kembali masuk ke sekolah seolah tak pernah terjadi apa-apa dengannya, dan itu membuat Hana—sahabatnya—merasa sangat bahagia. Tentu saja, apa yang terjadi kepada Julia waktu itu memang sangat menakutkan, tetapi hidup harus terus berjalan. Tak sepantasnya rasa takut itu menjadikan segalanya bertambah semakin buruk dengan tak masuk ke sekolah selama berhari-hari.

"Julia, kau kemana saja beberapa hari ini?" tanya salah seorang gadis begitu Julia mendudukkan dirinya di atas sebuah kursi kelas. Disusul oleh pertanyaan serupa lainnya dari teman-teman sebaya.

"Julia, kau sakit?" tanya Melia. Yang disusul pertanyaan serupa dari kembarannya—Mesia. "Ya, kau terlihat pucat. Sakit apa kau, Julia?"

"Kenapa kau baru datang ke sekolah hari ini, Julia? Minggu depan kita kan sudah ujian," ucap Nancy.

"Iya! Tugas dan catatan kita ada banyak sekali! Untunglah, punyaku lengkap. Kau bisa meminjamnya nanti padaku."

Julia tersenyum simpul begitu mendapat beragam pertanyaan dari teman-teman sekelasnya. Ia bahkan sampai kewalahan menjawab pertanyaan itu satu per satu. Beruntung, ada Hana yang dengan senang hati membantunya dalam menjawab setiap pertanyaan. Betapa baiknya teman-temannya itu.

"Mulai sekarang, lebih berhati-hati lagi ya, Julia," pesan Fani dengan wajah cemas. "Jangan sampai terulang kembali! Sekarang, memang sedang tidak aman."

Julia tersenyum dan mengangguk kepada temannya itu. "Tenang saja, aku akan menjaga diri lebih baik lagi ke depannya," tutur sang gadis Peterson seraya mengacungkan jempol.

"Zaman sekarang, ada banyak sekali orang yang berbuat jahat kepada sesamanya. Jadi, aku harap kalian semua tetap waspada di mana pun kalian berada," pesan Bella selaku ketua kelas 12-C kepada seluruh siswi. "Dan jangan mudah terpedaya oleh orang asing. Ingat itu."

Julia yang duduk dengan tenang di kursinya ikut menganggukkan kepala sama seperti teman sekelasnya yang lain, setuju dengan ucapan gadis dengan riasan tipis di wajahnya.

Sesaat kemudian, datanglah Meggie—gadis yang suka bergosip ke tempat duduk Julia, lalu melontarkan pertanyaan, "Julia, apa kabar? Aku menyimak ceritamu dengan baik sekali."

Ucapan gadis itu membuat seluruh warga kelas langsung merotasikan mata. Meggie terlihat tidak peduli. "Tadi kau sempat mengatakan kalau kau diikuti oleh seseorang setelah selesai kencan dengan kekasihmu, bukan?"

Sambil mengedipkan mata dengan ekspresi bingung, Julia menjawab, "Ya, setelah kami berdua berpisah, aku mengambil jalan pintas yang sepi dan di gang itulah aku diikuti oleh seorang pria aneh yang membawa pisau. Memangnya ada apa?"

Meggie memasang ekspresi seolah terkejut dengan penjelasan Julia. Padahal dia hanya ingin mempertegas pernyataan gadis bungsu dari keluarga Peterson yang kaya itu, untuk memengaruhinya semata.

"Kau sama sekali tak menaruh kemungkinan bahwa kekasihmu lah yang melakukan itu semua kepadamu?" tanya Meggie Serra dengan wajah angkuh. Semua warga kelas memandang gadis yang dijuluki Rubah Licik itu dengan kesal.

"Dia mungkin saja berniat mencelakakanmu, Julia." Meggie tampaknya tidak peduli dengan tatapan mencemooh yang ditujukan kepadanya oleh para gadis di kelas. Ia hanya ingin 'menasihati' Julia. Itu saja.

"Hah?" Julia tercengang di tempat. "Aku tak mengerti."

 Apa maksud dari ucapan Meggie itu? Jacob lah yang waktu itu membuntutinya? Tapi ... untuk tujuan apa? Semua itu mustahil. 

"Jacob tidak mungkin seperti itu, aku percaya dengannya." Julia tersenyum, walau bagaimanapun, ia akan tetap mempercayai kekasihnya sendiri.

"Kau itu hanya terbuai dengan ketenaran kekasihmu saja, kan?! Lebih baik kau berhenti menjalin hubungan dengannya!"

"Julia, jangan dengarkan Meggie!" seru Hana dengan nyaring, ia langsung berdiri dari tempat duduknya dan menutup telinga sahabatnya. "Meggie, jangan kau mencoba memengaruhi sahabatku dengan ucapan yang tak punya dasar!"

Meggie hanya tertawa, membuat Fani yang berdiri di dekatnya mendorong gadis itu hingga membuatnya terjerembap ke lantai. "HEI!" pekiknya tak terima, tetapi teman-teman sekelasnya hanya tertawa saja menyaksikan kejatuhan sang gadis.

"Ck!" Meggie pun bangkit dan meninggalkan kelas dan kerumunan yang memandang kasihan padanya begitu saja. Hana lalu melepaskan telinga Julia yang tadi ia tutupi dengan tangannya. "Julia, kau baik-baik saja?" tanyanya khawatir.

Bunyi bel masuk pelajaran telah berbunyi dengan nyaring, membuat para siswi yang sebelumnya berdiri, sontak berlarian dan memilih duduk di tempat duduknya masing-masing dengan rapi.

"Aku baik-baik saja, Hana. Sekarang, cepat duduklah. Sebentar lagi guru pengawasnya akan masuk," bisik Julia kepada sang sahabat. Hari itu, mereka memang akan melaksanakan ujian percobaan karena ujian penentu kelulusan akan tiba sebentar lagi.

"Hei, dengar," bisik Hana sebelum beranjak ke kursinya. "Jika kau selalu mendengarkan kata-kata orang lain, dan mengabaikan kata hatimu, maka sama saja kau sudah menjadi orang lain."

"Tapi syukurlah kau tak termakan ucapan rubah licik itu, Julia! Jika kau melakukannya, maka akan sulit bagimu untuk menemukan kebahagiaan sejati di suatu saat nanti," tutur Hana seraya mencubit pipi sahabatnya dengan gemas.

Julia tersenyum manis, ia mengangguk sedikit dan berkata, "Terima kasih karena sudah membantuku sejauh ini dengan sangat baik, Hana."

Gadis bermarga Smith lantas tertawa pelan lalu melangkah ke tempat duduknya. Hana mengedipkan sebelah matanya, kemudian berucap, "Tentu saja! Kita kan sahabat!"

"Aku akan selalu menjaga dan melindungimu, Julia."

Julia menyunggingkan senyum lebar begitu mendengar penuturan Hana. Betapa beruntungnya Julia mendapatkan sahabat yang sangat menyayanginya seperti Hana.

+++

Julia dan teman-temannya tengah sibuk mempersiapkan ujian akhir karena mereka sudah kelas tiga di bangku High School, gadis itu bahkan jadi jarang memegang ponsel dan menghubungi kekasihnya—Jacob.

Berbicara tentang pria bersurai hitam dengan iris mata berwarna cokelat gelap, mengingatkan Julia pada hari di mana ia kembali menghubungi sang kekasih.

Betapa khawatirnya Jacob kepada gadis yang memiliki rasi bintang Sagitarius itu.

Begitu Julia menyalakan ponselnya, ternyata ia telah mendapatkan panggilan tak terjawab sebanyak 69 kali, 59 dari Jacob dan sisanya dari teman-teman di sekolah. Julia sampai tercengang karena perbuatan kekasihnya itu benar-benar gigih.

"Kau kemana saja beberapa hari ini, Julia? Aku sangat mencemaskanmu," ucap Jacob dari seberang telepon.

Julia bahkan bisa merasakan kekalutan dan kebahagiaan yang Jacob rasakan saat meneleponnya waktu itu. Semua perasaan sang lelaki bercampur jadi satu dan itu membuat Julia merasa bersalah.

Sekaligus bahagia di saat bersamaan.

"Jika ada masalah, tolong berceritalah padaku, Julia. Aku ingin kau berbagi semua hal tentangmu. Entah itu masa lalumu, apa yang kau sukai atau bahkan sesuatu yang kau benci sekalipun."

"Aku ingin mengetahui semuanya dengan jelas."

Julia benar-benar luluh saat mendengarnya. Jacob memang sosok lelaki terbaik, kekasih yang hebat dan pria yang membuatnya jatuh cinta sejak pertama kali mengenalnya.

Gadis itu tak mungkin bisa menutupi segala sesuatu dari sang kekasih yang jelas-jelas begitu peduli kepadanya. Dengan perasaan yang sudah lebih tenang, Julia pun memutuskan untuk menceritakan apa yang terjadi kepadanya di hari di mana mereka berdua berpisah.

Julia lupa jika tujuannya waktu itu untuk tidak memberitahukan Jacob adalah agar kekasihnya itu tidak terlalu khawatir dan menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang menimpa Julia.

Benar saja, Jacob benar-benar menyalahkan dirinya atas kesialan yang didapatkan Julia. Pria itu terus-terusan mengucap permohonan maaf dan berjanji tidak akan membiarkan Julia pulang sendirian lagi ke rumah. Hati Julia sakit mendengar suara lirih sang kekasih.

"Tidak, ini bukan salahmu, Sayang." Julia sudah berucap kalimat itu berulang kali, tetapi rasa bersalah Jacob belum menghilang juga. Justru semakin bertambah saat Julia mengatakan ia hampir terkena serangan sang penguntit.

"Maaf, ini semua salahku. Seharusnya waktu itu aku memaksamu pulang bersamaku, Julia."

Julia tak tahu apakah dia harus merasa senang atau merasa bersalah begitu melihat dilema yang tengah dirasakan oleh sang kekasih. Ia lalu menenangkan Jacob, dan mengajak pria itu kencan lagi di lain hari.

"Baiklah." Selepas pembicaraan keduanya selesai tentang masalah yang dialami Julia, gadis itu meminta izin untuk jarang memegang ponsel karena akan sibuk belajar mempersiapkan ujian kelulusan.

Jacob pun memakluminya begitu saja, tetapi ia berpesan agar Julia tidak terlalu lama belajar agar tidak memberatkan pikiran sang gadis.

Julia tersenyum mengingatnya, Jacob memang selalu bisa ia andalkan. Beruntung sekali dia bisa memiliki kekasih hebat seperti seorang Jacob Leckner.

Julia berjanji, tidak akan pernah melepaskannya.

+++

Waktu berlalu dengan cepat, tibalah keluarga Peterson di akhir pekan—saat yang paling mereka tunggu-tunggu dan selalu mereka nantikan, yaitu bersih-bersih rumah secara besar-besaran!

Berbeda dengan keluarga kaya lainnya, keluarga Peterson tidak pernah sekalipun menggunakan jasa pembantu.

Menurut sang kepala keluarga—Charlie, selain sulit dan kurang percaya terhadap orang-orang yang katanya pandai membersihkan rumah, mereka juga ingin lebih produktif dengan cara merawat rumah sendiri ketimbang meminta bantuan dari orang lain.

Jadi, pasangan Peterson yaitu Charlie dan Meggan memutuskan untuk membersihkan rumah mereka di akhir pekan saja, tetapi dilakukan secara besar-besaran bersama anak-anak kesayangan mereka.

Tak terkecuali sudut kecil di dalam rumah mereka sekalipun, sama sekali tidak boleh ada yang terlewat oleh peralatan kebersihan.

"Louis, tolong bantu Papa bersihkan gudang!" teriak Charlie kepada anak sulungnya, Louis yang dipanggil pun mengikuti arah sumber suara dengan tatapan malas.

Semua jadwal kegiatan atau bisnis mereka di hari Sabtu dan Minggu memang khusus dikosongkan, sebab kedua orang tua Julia beranggapan bahwa menghabiskan waktu berkualitas di rumah bersama keluarga adalah kebahagiaan tersendiri yang tidak bisa digantikan oleh siapapun.

"Sayang, tolong bantu Mama di sebelah sini ya." Julia melepas masker yang ia gunakan dan memberi gestur 'ok' kepada sang mama. "Baiklah, Ma," sahut sang gadis dengan riang.

Hari ini, Julia mengikat rambutnya dengan tinggi. Awalnya Julia bermaksud membuat sanggul kembali agar tidak kesulitan saat membersihkan rumah, tetapi begitu ingat kejadian memalukan di taman langsung membuat gadis itu mengurungkan niatnya.

"Ma, ini taruh di mana?" tanya Julia kepada Meggan, ia mengangkat sebuah kotak berukuran sedang yang berisi beberapa buah buku tak terpakai dan sudah banyak yang dimakan oleh hewan rayap.

Meggan yang sedang membersihkan perabotan elektroniknya menggunakan cairan pembersih menoleh dan diam sesaat seraya memandang kotak yang kini dipeluk oleh Julia. "Hmm, tolong kau taruh itu di ruang baca saja, Sayang. Pisahkan yang masih layak dibaca dan yang sudah rusak ya," ucapnya sebelum kembali beralih pada tugasnya.

Julia mengangguk paham dan berlalu meninggalkan ruang tamu, tetapi sebelum itu Meggan sempat memanggilnya. "Julia!" Panggilan dari sang mama membuat Julia berhenti melangkah dan sibuk memandangi wanita paruh baya yang terlihat kelelahan. "Ya?"

"Tolong kau bersihkan juga rak-rak buku perpustakaan keluarga kita ya, Sayang. Sudah lama Mama ingin membersihkannya tetapi selalu saja lupa. Lalu setelah ini, Mama ingin beristirahat dulu sebelum memasak makan siang."

Selesai berbicara, Meggan kembali fokus membersihkan dan mengelap barang elektronik seperti televisi, vas dan lain sebagainya menggunakan kain pembersih khusus yang ia pesan langsung dari perusahaannya.

Julia yang mendapatkan amanah dari sang mama hanya mengangguk dan meninggalkan ruangan di mana sang mama berada.

Gadis berkucir kuda itu begitu antusias dengan kegiatan bersih-bersih di keluarga mereka. Walau orang tuanya jarang berada di rumah, tetapi di akhir pekan mereka sekeluarga bisa bersantai bersama-sama tanpa membahas masalah pekerjaan ataupun bisnis.

Julia merasa sangat bersyukur, karena diberkahi oleh keluarga, teman dan kekasih yang sangat baik kepadanya. Gadis itu hanya berharap, semoga kebahagiaannya itu bertahan selamanya.

+++

Semilir angin lembut yang masuk dari jendela yang terbuka lebar, membuat seorang gadis yang sedang sibuk menata buku-buku di rak bergegas menghampiri jendela dan menutupnya dengan rapat.

Julia kembali beranjak ke deretan rak berwarna merah bata dan berjongkok guna mengambil beberapa buku dari dalam kotak untuk di susunnya dengan rapi di sana.

Gadis itu sangat menyukai kegiatan bersih-bersih di akhir pekan, baginya kebersihan adalah bagian dari pola hidup sehat seseorang yang paling utama di dunia ini.

Di tengah kegiatan Julia dalam menyusun buku-buku berdasarkan ukuran, tangannya secara tak sengaja menyenggol sebuah buku hingga buku besar tersebut jatuh dan menimbulkan bunyi 'buk' yang keras.

Julia buru-buru berjongkok dan mengambil buku yang jatuh tersebut yang ternyata adalah buku ensiklopedia bebas dengan abjad A.

Sang gadis lalu berniat mengembalikannya ke tempat semula saat secarik kertas keluar dari dalam halaman buku tebal tersebut.

"Eh, benda apa ini?" tanya Julia. Ia lalu berdiri diam dan memperhatikan lembaran usang yang ada di tangannya dengan bingung. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status