"Kalian ini siapa?" tanya sang jaksa dengan acuh. Nada suaranya terdengar tidak bersahabat, terutama saat sesi tanya jawabnya harus dihentikan karena kedatangan orang-orang tak dikenal.
Pria itu kemudian merapikan kacamata yang bertengger di hidungnya. "Jika kalian ingin membebaskan pemuda ini, saya katakan pada kalian bahwa kalian hanya akan melakukan tindakan yang sia-sia. Saya harap kalian pergi sekarang juga. Tak ada gunanya berteman dengan penjahat sepertinya," ucap jaksa itu sambil kembali merapikan kacamata di wajahnya.
Mark menepuk dadanya dengan keras. "Kata siapa kami ini tak ada hubungannya dengan anak itu?! Toh, kami juga komplotannya?!" teriaknya lantang. "Aku dan Daniel di sampingku inilah yang membantu Javier melakukan setiap kejahatannya! Kami bertiga adalah penjahat!"
"Ayo, tuntut kami sekarang juga!"
"MARK!" Javier berdiri dari kursi. "Hentikan omong kosongmu dan kalian pulanglah!" Javier tak ingin kedua sahabatnya yang tak berdosa ini i
Jacob tetap ditahan meskipun Julia telah memohon kepada pihak keluarganya. Baik keluarga Peterson dan keluarganya yang sebenarnya. Dia meminta kepada mereka semua untuk membebaskan kekasihnya, dia mengatakan kepada semua orang bahwa Jacob tidaklah bersalah.Namun, keputusan keluarganya sudah bulat. Jacob dan mereka semua yang terlibat akan dipenjara sesuai kejahatan mereka masing-masing.Sambil menunggu pria itu menerima keputusan dari pengadilan, Julia memulihkan kondisinya yang kembali turun. Ada banyak hal yang terjadi di masa-masa itu. Julia telah kembali ke keluarganya yang sebenarnya, dan tinggal bersama mereka.Juga sebuah berita tentang Louis Peterson, pria yang telah menyuruh Javier Leckner menculik dan menyiksanya, meski sebenarnya pemuda 17 tahun itu lebih sering bertindak di belakangnya layar dan tak ingin kedua tangannya kotor oleh kejahatan.Salah satu hal yang terjadi di kehidupan baru Julia yang sepi adalah kehadiran Emily yang sering seka
Sebuah kisah hidup tak akan pernah lengkap tanpa mengetahui kisah yang melatar belakangi semua tindakannya.Ada kalanya, pastilah ada alasan di balik sikap dan sifat seseorang yang mendadak berubah menjadi dirinya yang tak dikenali oleh siapa pun juga. Semua orang pada dasarnya memiliki rahasia, kelemahan, ketakutan di dalam hatinya.Tak ada yang bisa menyangkal dari semua itu, termasuk seorang anak kecil berusia lima tahun yang harus mendapat perlakuan yang tidak semestinya dari orang-orang yang mengaku sangat menyayanginya itu.Dirinya yang polos dan ceria, mendadak berubah menjadi dirinya yang sekarang terlihat oleh semua orang.Apa yang salah? Dunia yang tak pernah adik untuknya? Ataukah ... dia memang pantas menerima semua perlakuan itu?Yang jelas, Louis hanyalah seorang anak kecil yang membutuhkan perhatian lebih dari kedua orang tuanya.Dan bahkan, demi memperoleh perhatian dari mereka semua, Louis melakukan apa saja untuk menarik si
Dia pun segera menoleh ke arah sang pelempar. "Kau benar-benar gila ternyata," ucapnya jengkel. "Aku hanya memintamu ke dapur dan membuatkan anak kita susu! Bukan pergi berperang!" balas Meggan dengan tak kalah jengkel. "Oh, ya? Baru saja kau melempar granat mematikan itu padaku!" sungut Charlie tidak terima. Dia lirik popok bekas yang sekarang isinya berhamburan di lantai. Pria itu mengernyitkan wajah seketika. "Menjijikkan! Kau urus saja sendiri!" "Atau nanti kupanggilkan orang-orang untuk membantumu selama kau menjaga Louis di rumah! Tapi aku harus mengurus pekerjaanku dulu!" Meggan menggigit bibir bawahnya sedikit. Tangannya terlihat gemetaran ketika mengganti popok serta pakaian anak pertamanya. Siapa bilang mengganti popok dan baju anak adalah hal yang mudah? Bagi Meggan, ini sangat mendebarkan. &nbs
Hari-hari berlalu dengan cepat, tak terasa, hampir tiba saatnya Louis menjadi seorang anak laki-laki yang mulai mengalami pubertas di usianya yang hampir menginjak 10 tahun. Bisa dikatakan, bahwa dia kini sudah mulai remaja. "Kau akan ke dokter kandungan lagi sore nanti?" tanya Charlie sambil memotong daging steak di piringnya. Louis kecil diam dan memakan daging yang telah dipotong kecil-kecil oleh ibunya. Meggan yang telah selesai memotong daging sapi asap milik anaknya pun beralih ke piringnya sendiri. Sambil menyuapkan sepotong daging ke mulutnya, Meggan menatap sang suami. "Ya, aku harus memeriksa rahimku berkali-kali. Kau tahu kan aku sangat ingin memiliki anak perempuan?" ucapnya dingin. "Kau tak perlu memaksakan diri ingin mempunyai anak lagi. Dokter kan sudah bilang kalau kau itu—" "Suamiku, diamlah! Aku tak ingin kau ikut meremehkanku karena aku tak bisa lagi memberimu keturunan!" sun
Meggan berkata tanpa sedikit pun menatap sang anak. Dia sibuk menatap bola mata anak perempuan di pangkuannya. Menimangnya tanpa henti, bersama suaminya yang juga turut bermain bersama Julia. Louis hanya diam saja, dan menganggukkan kepalanya sedikit. Dia tak bisa melawan ataupun membantah. Toh, jika dia melawan dia hanya akan mendapat amarah dari kedua orang tuanya saja. Dia cukup bersyukur, setidaknya orang tuanya tidak lagi bertengkar seperti ketika dia masih kecil dulu.Dengan terburu-buru, anak laki-laki itu pun beranjak menuju kamarnya yang ada di lantai dua. Louis melirik sekilas pada sebuah kamar yang di depannya terdapat sebuah papan nama yang tergantung dengan hiasan yang indah. Itu adalah kamar kesukaannya, kamar lamanya yang kini harus menjadi kamar yang ditempati oleh anggota baru di rumah itu. Kamarnya beralih tangan untuk ditempati oleh adik kecilnya, Julia. Apakah Louis merasa sedih dengan keadaan
Dua tahun telah berlalu. Roda waktu bergulir dengan cepat hingga tak terasa oleh semua orang. Ada banyak perubahan yang terjadi di luar sana. Entah dari gedung yang tinggi menjulang, sampai tempat wisata yang ramai dikunjungi oleh orang-orang. Semua berubah menjadi asing. Sejauh mata memandang, yang ada hanya kemajuan zaman. Semua tempat tak lagi terlihat sama seperti sebelumnya. Lapangan hijau dan luas yang sering dijadikan tempat bermain oleh anak-anak selepas pulang sekolah, kini telah berganti menjadi gedung pencakar langit dengan 34 lantai. Tinggi menjulang dan menghapus semua kenangan yang ada. Padahal lapangan itu memiliki banyak sekali kegunaan, selain dijadikan lapangan bermain sepak bola. Ada banyak warga yang sering berolahraga di sekitar, mengajak anjing peliharaan mereka untuk mengelilingi lapangan, sampai menjadikan tempat umum itu sebagai area piknik. Namun, kini, setelah dua tahun lamanya, s
"Hei, kau." Louis yang sedang melewati mesin permen otomatis melirikkan matanya sedikit ke arah seorang remaja laki-laki dengan model rambut Two Block-nya yang merusak mata. Remaja yang sedang berjongkok bersama dua temannya yang lain itu menatap Louis dengan tatapan tajam. "Kau punya rokok, tidak?" tanyanya dengan nada kasar. "Rokok kami habis. Beri kami tiga batang." Louis menatap sesaat, lalu kemudian menghela napas panjang. Hanya karena itu, orang-orang berwajah berandalan ini memanggilnya? Memalukan sekali. Apa mereka tak bisa membeli sendiri dan malah meminta kepada orang lain yang hanya lewat? Bagi Louis, berhenti tiba-tiba karena dicegat oleh alasan tak masuk akal seperti sekarang ini membuatnya terlihat seperti orang bodoh. Louis sengaja berbalik dan menghadap ketiga remaja itu, dan seketika senyum miring yang jarang ia perlihatkan pun tampak saat itu juga. "Bukankah kalian ini
Mereka berempat ketahuan pemilik rumah yang kemudian melaporkan mereka ke pihak berwajib. Louis dan kawan-kawan ditangkap dan digiring ke kantor polisi. Meski bukan yang pertama kalinya, sebab mereka sering sekali ketahuan oleh para petugas itu dan diberi surat peringatan sekadarnya saja. Kali ini, para petugas kepolisian itu benar-benar menghubungi orang tua mereka di rumah. "Hei, kau yang berjaket merah," panggil petugas seraya menunjuk Louis. "Sebutkan nomor telepon orang tuamu, cepat!" Louis yang bersandar di kursi seraya melipat kedua tangan di dada segera membuang muka, terkekeh sebentar, lalu kembali menatap petugas yang baru saja berbicara kepadanya itu dengan tatapan sinis. "Pak, walau aku beritahu Anda sekalipun, mereka tidak akan mungkin ke sini dan membantuku," jawabnya dingin. "Tak perlu buang-buang waktu dengan menghubungi mereka." Louis kembali menikmati suasana kantor polisi dengan te