"Solusi?" tanya Darell mengeryitkan dahi.
"Ya, tiba-tiba saja aku kepikiran suatu ide."
"Apa idemu?" tanya Darell tak sabar.
"Loe kudu nikah Rell."
"Sialan loe, gue kira apaan. Sama aja kayak ide kemauan bokap gue. Enggak ah gue nggak bakal mau nikah sama cewek macam dia."
Bastian tertawa melihat sahabatnya yang terkenal playboy itu. Ini pertama kalinya Bastian melihat Darell dipusingkan oleh seorang perempuan. Biasanya sahabatnya punya sejuta cara untuk menolak perempuan yang mengejar-ngejarnya.
"Tenang dulu Bro, gue kan belum kelar ngomongnya."
"Apalagi kalau bukan nikah dengan Kirana. Loe tega ngeliat gue sengsara seumur hidup."
"Yaela nggak gitu juga kali Rell, atau jangan-jangan loe beneran ngebet mau nikah sama dia."
Darell meletakkan kotak rokoknya dengan kasar ke atas meja. Ia sungguh tak setuju dengan pernyataan Bastian.
"Kenapa Darell?" tanya gadis itu sambil memainkan rambut panjangnya."Nggak ... nggak ada apa-apa kok," jawab Darell menutupi keterkejutannya.Perempuan yang menegurnya adalah Jenny, gadis yang pernah dikencaninya beberapa hari saat mengunjungi kerabat Ayahnya di Sydney dua tahun lalu. Saat itu Jenny masih menjadi mahasiswa di sana."Kok sepertinya kamu kaget.""Iya kaget banget donk, kamu tinggal di sini?""Iya aku sudah hampir satu tahun tinggal di sini, dan hanya ini yang tersisa," jawabnya sedikit lirih."Kok aku nggak pernah lihat kamu, apa karena tempatku cuma aku jadikan tujuan istirahat saja ya.""Bisa jadi, aku pun juga bekerja sekarang.""Oh kamu kerja, sudah lulus ya berarti."Gadis itu tak menjawab pertanyaan Darell, sejenak ia menunduk, jelas terlihat perubahan pada raut wajah Jenny. Dia yang tadinya senang melihat Dare
Dengan manja Jenny mengalungkan kedua lengannya di leher Darell. Membiarkan laki-laki itu menyentuh lembut pahanya yang terbuka."Membuatku nyaman? Maksudmu?" tanya perempuan berambut panjang itu tak mengerti.Jemari Darell menyentuh dagu perempuan dalam pangkuannya."Aku punya penawaran untuknya, Sayang.""Penawaran apa?""Menikah denganku," jawab Darell santai seolah tanpa beban.Jenny yang terkejut dengan perkataan Darell pun langsung berdiri."Kamu nggak lagi mabuk kan Rell?" tanya Jenny."Apa kamu mencium aroma alkohol dari napasku?"Jenny merasa ada yang aneh dari ucapan Darell. Meski ia sempat mencoba menghubungi Darell saat hubungan mereka berakhir, namun sebenarnya ia sadar kalau laki-laki ini tidak bisa berkomitmen dengan perempuan.Ajakan menikah dari Darell terasa begitu tiba-tiba
Kirana menatap ke arah Audrey yang menjauh ke lantai dua bersama dua orang temannya. Sejenak mereka berdua beradu pandang dan Audrey mengangguk padanya. Kemudian kembali pada dua temannya dan tertawa lagi.Kirana hanya mengangkat bahu melihat tingkah Audrey. Sejenak gadis kampung ini melihat bayangannya yang terpantul pada ornamen mesin kopi, kemudian menggelengkan kepala."Apa salahku ya, hingga menjadinbahan tertawaan?" tanya Kirana dalam hati.Kirana pun memutuskan untuk tidak ambil pusing dengan masalah barusan. Ia sangat yakin kalau tidak melakukan kesalahan apapun. Gadis kampung ini pun akhirnya menuju gazebo sambil membawa tiga cangkir teh.***"Makasih Ki," sahut Dad sambil menyeruput teh buatan Kirana."Sama-sama Dad," jawab Kirana lembut."Gimana kesanmu setelah bertemu dengan Darell Ki?" tanya Mom serius.Kirana menunduk lesu. Sejujutnya
Tujuh puluh juta, angka yang diminta oleh orang suruhan Darell. Bagi pria blasteran uang segitu tak ada artinya, asal tujuannya tercapai.Segera saja ia mentransfer tiga puluh persen ke rekening orang suruhannya dan meminta untuk segera menyelesaikan prosesnya. Sambil tersebyum sinis Darell pun bergumam,"Lihat saja nanti Dad, Aku takkan pernah menikahi Kirana, dan Kirana selamat datang di kehidupanku!"Darell pun mulai mengetik pesan untuk dikirimkan pada Jenny.[Jenny, kirim pas fotomu dengan background warna biru dan juga foto ktp dan KKmu, aku membutuhkannya untuk keperluan administrasi.][Boleh, tapi bisa kan transferin aku sejuta, buat keperluan aku besok nih, ini nomernya.]Darell pun menggeser layar ponselnya ke bawah dan melihat nomor rekening yang diberikan oleh Jenny."Huh belum-belum udah nyusahin," keluh Darell namun pria itu tetap saja mengabulka
Tersadar, Jenny pun segera berdiri dan mengejar Darell. Seorang pelayan tampak melirik ke arah meja tempat Darell duduk tadi dan mengambil lembaran uang di atas sana lalu ikut mengejar sambil berteriak,"Mbak ... mbak kembaliannya!""Ambil aja sono, buat loe beli makan enak. Dasar miskin aja sok belagu!" balas Jenny memaki, tanpa melihat keadannya sendiri."Darell! Darell!Jenny terus mengejar Darell menuju mobil mewahnya yang membuat mata gadis itu melebar. Meski Darell seorang CEO, namun untuk keperluan pribadinya seperti berkumpul dengan temannya di waktu senggang, pulang pergi ke rumah tak pernah menggunakan jasa sopir. Sopir hanya bertugas mengantarnya saat ada keperluan kerja di luar kantor, itu pun menggunakan mobil dinas untuknya.Adalah kebanggan tersendiri bagi Darell mengendarai supercar miliknya. Supercar yang menjadi daya tarik kaum hawa. Yang membuatnya bisa bersenang-senang deng
"Bagaimana Darell? Enak kan masakan Kirana?" tanya Dad."Biasa aja nggak ada yang istimewa, nggak perlu dibesar-besarkan," balas Darell kemudian menegak air putih. Sesekali ia melirik Kirana yang terlihat begitu akrab dengan Louis."Aku ke kamar dulu, ada yang ingin aku kerjakan," pamit Darell beranjak."Mas, tunggu!" panggil Kirana dan berdiri di samping Darell."Apa sih, gue lagi sibuk," balas Darell ketus."Mas betul tidak suka masakan saya?""Biasa aja, ngerti nggak sih!""Darell!" tegur Iswari yang tak sengaja mendengar percakapan putranya.Darell mendengkus kesal karena ia terpaksa harus jujur dan memuji Kirana."Iya gue suka, thanks ya.""Sama-sama, Mas. Besok Mas mau dibikinin apa?" tanya Kirana."Nggak usah ngarep, kali ini kebetulan aja masakan loe pas, gatau kan besok."
Malam sebelumnya ..."Kenapa kamu berbicara kasar sekali padanya?" tanya Louis pada Celline dengan suara yang lirih, sesaat setelah mereka makan malam.Saat itu Kirana telah berada di ruang duduk bersama Iswari. Sementara Celline dan Louis sedang menapaki tangga menuju lantai dua.Sejak makan malam tadi, wajah Celline terlihat tidak bersahabat. Bibirnya seringkali dikerucutkan, dan beberapa kali mengomel tak jelas pada Louis."Aku bicara apa adanya, coba kamu lihat bagaimana penampilannya? Menjijikkan bukan?""Kau tak perlu berkata seperti itu, bukankah dia orang baik.""Kenapa kau membelanya, apa hanya karena dia bisa memasak makanan dari negara asalmu, atau berbicara dengan bahasamu?" balas Celline kesal.Louis tampak bersiap membuka mulutnya, sayang dia kalah cepat dengan Celline yang langsung melanjutkan kalimatnya."Bagiku apa yang ditonjolkann
Sudah dapat apa yang kamu cari Kirana?" Sebuah suara mengagetkannya saat perempuan berambut panjang itu menutup pintu mobil Darell."Louis, kenapa bisa di sini?" tanya Kirana juga dalam bahasa Perancis."Menemanimu, mungkin kau membutuhkan bantuan."Kirana hanya tersenyum dan berkata, "Hanya mengambil blue print saja.""Bagaimana dengan minimarket?""Kau mendengarnya?""Ya, itulah sebabnya aku mengikutimu.""Terima kasih."Louis memang sudah mengira ada kejanggalan pada Darell semenjak tadi. Semalam Darell bersikap acuh dan cenderung kasar pada Kirana, lalu pagi tadi ia sangat hangat dan romantis.Lelaki Perancis ini tak tega melihat kepolosan Kirana yang dimanfaatkan oleh orang-orang sombong seperti Darell, juga Celline. Louis memang tak begitu paham dengan apa yang dibicarakan Celline pada Kirana, ia hanya mengerti minimarket, fre