Home / Romansa / CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku / 167. Aku Benci Perasaan Ini

Share

167. Aku Benci Perasaan Ini

Author: Indy Shinta
last update Last Updated: 2025-04-28 21:19:21

Begitu roda Mercedes-Maybach GLS 600 berkilau melewati gerbang utama, rumah Bara menjulang megah di tengah senja. SUV obsidian black itu meluncur mulus di atas jalan berbatu, gril krom besar memantulkan cahaya temaram, sementara emblem Maybach di kap depan berkilau bagai mahkota. Velg multi-spoke berpendar setiap kali roda berputar, menegaskan aura eksklusif yang membungkus mobil ini.

Di dalam kabin beraroma kulit Nappa dan kayu oak, Cheryl memalingkan wajah ke jendela, menatap senja yang memburam. Tubuhnya kaku, bahunya menegang, membangun benteng tak kasat mata di sekeliling dirinya.

Di sebelahnya, Bara duduk gelisah. Satu kakinya bergerak kecil, mengetuk-ngetuk lantai karpet seolah melampiaskan ketegangan yang ia tahan. Tangannya sempat terulur, hampir saja menyentuh punggung tangan Cheryl, namun ia menarik kembali.

Keheningan di antara mereka terasa berat, nyaris mencekik. Bara bisa merasakan kemarahan Cheryl mengisi udara seperti listrik statis, menusuk kulitnya tanpa suara.

Ia
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Sophia Setiawan
Cheryl km hrs mndgrkan alsn dibalik kputusan yg diambil Bara saat di Venesia, krn slh satuny adlh krn Bara mencintai mu dan ingin mlindungi mu dr Opa Sigit. Jdlah istri yg sll ad u suami mu dan berikan kepercayaan serta dukungan pnh krn itu yg dibthkan Bara saat ini. tetaplah setia dan mcintai.
goodnovel comment avatar
Aurora Aurora
buat Cheryl lebih strong Ka,, bener Cheryl, kenapa gak waktu di Venesia aja Bara umumkan kalo dia sudah menikah dg Cheryl.. hnya demi suntikan dana.. TETEP Bara SALAH,!! JELAS2 mngkhianati Cheryl,!! dan mengkhianati Ijab Kabulnya, mengkhianati Janjinya dengan yg Maha Kuasa,, Krn dr awal Bara ga JU2R
goodnovel comment avatar
Cinta Abadi
berharap lebih dari ini kak Indy. up yg banyak dunk.. pliss.. sehat selalu ya kak Indy sekeluarga..
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   291. Takdir Tak Memerlukan Izinmu

    Mimi mendorong pintu kamar Baby pelan, nyaris tanpa suara. Dua pelayan lain mengikuti di belakangnya, langkah mereka teratur, seragam, seperti pasukan kecil yang bergerak dengan satu komando.Di sudut kasur, Baby meringkuk. Rambutnya berantakan, mata membesar memandangi pintu yang tiba-tiba terbuka. Napasnya memburu. Ia tampak seperti anak kucing basah yang tersudut, siap mencakar siapa pun yang mendekat.Begitu Mimi melangkah ke dalam, Baby sontak bangkit. Kakinya terantuk sudut ranjang, tapi ia tak peduli. Suaranya pecah jadi jeritan.“Apa yang kalian lakukan?! Kenapa masuk-masuk kamarku tanpa izin?!”Mimi tak menjawab. Ia hanya menoleh pada salah satu pelayan, memberi aba-aba singkat.Pelayan di belakangnya segera membuka lemari, menarik gantungan baju satu per satu. Suara gesekan gantungan menambah panas di kepala Baby.“STOP IT!” jerit Baby. Tangannya meraih bantal, melemparkannya ke arah Mimi, tapi Mimi tak berhenti. Bantal itu jatuh di kaki pelayan yang sibuk melipat baju.“Ka

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   290. Jangan Harap

    Nyonya Anne hanya tersenyum penuh makna.“Tapi kamu dan Baby tidak memiliki ikatan darah, Bara. Kalian sah-sah saja kalau menikah. Lagipula… pertunanganmu dengan Milena juga sudah tidak mungkin dilanjutkan, bukan?”Bara diam. Diamnya tajam seperti pisau basah baru diangkat dari batu asah. Rahangnya menegang. Otot lehernya berdenyut, seolah menahan sesuatu yang hampir tumpah.Dadanya terasa dihantam batu. Berat. Panas. Kata-kata Nyonya Anne berputar di kepalanya seperti rantai besi—membelenggunya lagi di sudut tanggung jawab yang seharusnya bukan miliknya.Ia menahan napas. Menelan dengus marah yang nyaris meledak. Matanya terarah lurus pada Nyonya Anne. Tatapannya dingin, membakar, menguliti sisa keberanian di wajah wanita itu.Dan di sela retak benaknya, Bara mendengar pesan kakeknya yang masih menancap di dasar kepalanya.“Jangan terlalu menghukum dirimu, Nak. Tak perlu jadi martir. Kematian Sabira sama sekali bukan salahmu.”Seketika, sisa sabarnya runtuh.Bara mencondongkan tubuh.

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   289. Sah-Sah Saja

    Bara sampai di rumahnya. Lampu-lampu gantung kristal di foyer memantulkan kilau ke seluruh lantai marmer, menelan bayangan Bara yang baru pulang melewati pintu besar dari kayu jati solid. Beberapa pelayan berdiri berjejer, menyambut serempak dengan anggukan hormat. “Selamat datang, Tuan.”Bara hanya mengangguk, dingin. Wibawanya sudah cukup jadi jawaban untuk mereka.Di ruang tamu utama, Tuan Tomi dan Nyonya Anne duduk di atas sofa panjang berbalut beludru krem keemasan dengan sandaran berukir halus. Beberapa bantal dekorasi berlapis sutra tersebar di sisi-sisinya, menciptakan kontras mewah dengan meja tamu berpermukaan marmer putih yang di atasnya mengepul teko teh porselen bermotif biru tua.Mereka tampak terlalu santai di sana, menyesap teh seolah berkunjung ke vila musim panas, bukan di rumah orang yang telah berbaik hati menampung putri mereka—yang kini mengunci diri di sebuah kamar sambil menangis karena ketakutan mereka datang.Bara menapaki permadani Persia yang merentang di a

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   288. Tak Perlu Jadi Martir

    Bara baru saja selesai berpakaian ketika ponselnya mulai bergetar di nakas. Layar itu menampilkan satu nama yang jarang muncul. “Mimi”.Kepala pelayan di rumahnya, wanita setengah baya yang selalu bicara seperlunya. Kalau Mimi menekan tombol call, pasti ada yang sedang tidak beres di rumahnya.Bara mendesah pendek. Satu bagian dari otaknya berteriak: “Jangan angkat. Nikmati malammu barang lima menit lagi.” Tapi, tangannya sudah bergerak duluan.“Ya, Mimi?” Suaranya keluar dingin. Seperti biasa. Dia selalu terdengar seperti pria yang tak bisa disentuh.“Maaf mengganggu, Tuan. Tapi ini mendesak. Orangtua Nona Baby datang ke rumah. Mereka ingin bertemu dengan Nona Baby, tapi Nona Baby justru mengunci diri di kamar, menangis sambil menjerit-jerit. Saya tidak bisa menanganinya sendiri. Pak Sofyan juga belum datang.”Sial.Malamnya hancur dalam detik. Bara mendongak, menatap langit-langit kamar hotel yang bagai menekannya. Dia ingin marah, tapi apa gunanya?“Aku bahkan baru mau istirahat

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   287. Puppy Eyes and Hidden Knives

    Reno berdiri di tengah ruangan suite, tangannya merapikan kerah kemejanya yang kusut sedikit. Beberapa kru dekorasi baru saja merapikan pita terakhir, lalu mengecek ulang balon yang bertuliskan huruf emas: “Happy Graduation, Dear Cheryl.”“Sudah siap, Pak Reno,” lapor seorang anggota tim asisten pribadi Valen. Sementara kru dekorasi dengan cekatan membereskan sampah dan merapikan ruangan. Reno menoleh, tatapannya menyisir tiap sudut ruangan. Pita satin sudah terpasang manis di pojok. Kue putih tampak cantik di meja sudut. Kotak hadiah berlapis kertas emas pun sudah siap menunggu.“Good job. Kalian bisa pulang sekarang. Terima kasih,” ujarnya sambil menepuk bahu anak buahnya itu.Semua orang langsung mengangguk, berkemas cepat tanpa banyak bicara. Suara pintu suite terbuka lalu tertutup lagi, meninggalkan Reno sendirian.Reno baru saja hendak memastikan pita terakhir di balon tidak miring, ketika ponselnya tiba-tiba bergetar di saku celana. Layar menyala, menampilkan nama “Dokter Josh

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   286. Bukan Karena Pisau Cukur

    Cheryl terpaku di depan cermin meja rias. Ia sudah memakai piyama tidurnya. Rambutnya sudah selesai dikeringkan dengan hair dryer.Ia menggigit bibir bawahnya—bibir yang masih tampak bengkak, merah, lembap. Jejak ciuman Valen yang menempel begitu dalam, seolah masih menekan syaraf di belakang tengkuknya.Dan saat ia melirik sekilas, tatapannya membentur plakat yang tadi diserahkan oleh Bara.Ia langsung menunduk, seolah tak sanggup memandang lebih lama lagi. Entah kenapa, ada yang terasa aneh. Dadanya tiba-tiba berdegup kencang, tapi bukan karena ciuman tadi. Ada sesuatu yang berdesir di balik tulang rusuknya—sebuah rasa bersalah yang bahkan sulit ia beri nama.Ia tak menyangkal, bahwa ia memang tenggelam. Nyaris hanyut di bawah sentuhan Valen yang lembut tapi menuntut. Ia bahkan mendesah, menikmati dan membalas ciuman itu. “Astaga,” gumamnya sambil menangkupkan telapak tangannya di wajah. Sungguh. Ia merasa bersalah pada Valen. “Gara-gara mimpi sialan!” erangnya menyalahkan diri

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status