Share

53. Versi Terbaik

Author: Indy Shinta
last update Huling Na-update: 2025-02-13 01:10:08
Di ruang rapat utama yang terletak di lantai 17, para direksi telah berkumpul. Cahaya matahari dari jendela besar menyoroti ekspresi tegang di wajah mereka. Di ujung meja panjang, Bara duduk di kursi eksekutif berbahan kulit yang empuk dengan postur tegap, matanya menyapu seluruh ruangan, membaca ekspresi satu per satu. Rapat dimulai.

"Kita semua tahu, laporan kuartal ini menunjukkan peningkatan pengguna sebesar 15%, tapi ada juga lonjakan biaya operasional yang cukup signifikan. Saya ingin mendengar solusi dari masing-masing divisi. Pak Aditya, bagaimana dari sisi keuangan?" Suaranya tenang, tetapi membawa beban keputusan besar.

Aditya, CFO perusahaan, membuka berkasnya dengan hati-hati. "Kami telah menganalisis pengeluaran terbesar, dan kami menemukan bahwa biaya akuisisi pelanggan naik 20% dibanding kuartal sebelumnya. Kami bisa menekan angka ini dengan mengoptimalkan strategi pemasaran digital, mengurangi ketergantungan pada iklan berbayar, dan lebih fokus pada retensi pelanggan."

Indy Shinta

Halo manteman, maaf ya sudah lama tidak up. Kemarin-kemarin mataku gak kuat mengetik lama-lama (mata langsung berair terus pusing bahkan migrain... biarpun sudah pakai kacamata anti radiasi). Jadi sementara waktu puasa buka laptop dulu deh. Ini sedang dicicil ngetiknya, semoga bisa segera up rutin lagi ya. Mohon maaf ya... dan terima kasih atas supportnya buat Bara dan Cheryl :)

| 17
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
audrey larissa
makasih up nya kak, selalu sehat dan semangat yaa... Btw apa Axel saudara tirinya Bara yaa..
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   188. Jangan Nakal

    Dering ponsel Bara tak henti-hentinya berbunyi. Sepanjang jalan, pria itu sibuk menerima telepon demi telepon yang nyaris tanpa jeda. Cheryl hanya duduk diam di samping Bara, tatapannya lurus ke depan, tak ingin menanyakan apapun, tak ingin mengganggu. ‘Bara cerdas. Dia tahu apa yang harus dilakukan. Dia pasti bisa keluar dari ini semua,’ yakinnya, atau lebih tepatnya meyakinkan dirinya sendiri.Cheryl menghela napas, lalu memalingkan wajah ke jendela.‘Tapi lawannya Tuan Sigit,’ batinnya berat. ‘Bisakah Bara menandingi kekuatan sebesar itu?’Beragam skenario berkelebat di benaknya. Ia membayangkan bisa menghubungi orang-orang penting yang berpengaruh, membayangkan dirinya menyusup ke jaringan kuat yang selama ini hanya bisa dilihatnya di majalah bisnis. Bahkan, ia sempat membayangkan dirinya berlutut di hadapan pria tua itu, memohon agar Bara dilepaskan.Tapi semua itu tak lebih dari khayalan kosong.Ia sadar, dirinya bukan siapa-siapa. Bukan bagian dari dunia tempat Bara kini berd

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   187. Sudah Dimulai

    Selesai menelepon, Bara menyusul Cheryl keluar kamar. Gadis itu sudah duduk di sofa dengan kaki bersilang anggun, tangannya memainkan ponsel sambil tersenyum melihat kemunculan sang suami."Siap berangkat?" sapanya ringan dan manis.Bara mengangguk. Tanpa berkata, ia meraih uluran tangan Cheryl. Jemari mereka bertaut, dan tiba-tiba saja Bara meremas tangan Cheryl lebih kuat dari biasanya, tidak menyakitkan, tapi cukup membuat Cheryl menoleh dengan alis terangkat. Pria itu seolah tak sadar melakukannya.Cheryl menatap wajah suaminya yang tampak begitu tenang. Terlalu tenang. Bahkan sudut bibirnya masih sempat terangkat tipis, seperti biasa. Tapi mata itu—mata gelap yang selalu menjadi favorit Cheryl—kali ini terlalu diam, terlalu dalam. Seperti ada sesuatu yang sedang bergejolak di dalamnya, namun dikunci rapat-rapat.Cheryl menunduk sejenak, melirik jemari mereka yang saling menggenggam. Genggaman Bara masih erat, dan terasa lebih dingin dari biasanya. Bukan dingin karena suhu tubuh,

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   186. Tak Terlalu Terkejut

    Langkah Bara menggema lembut di dalam ruang wardrobe yang luas, sebuah ruangan seluas kamar utama biasa, dikelilingi lemari kaca dan laci-laci kayu gelap yang dibingkai lampu warm tone.Dalam balutan handuk yang melilit di pinggangnya, Bara berjalan ke sisi kiri wardrobe, tempat jas-jasnya tergantung sempurna berdasarkan warna dan potongan. Ia mengulurkan tangan, mengambil setelan jas hitam kelam dari koleksi Ermenegildo Zegna—kemeja hitam pekat, dasi satin senada, dan celana wol ramping berpotongan klasik. Sepatu pantofel hitam mengilap sudah tertata rapi di lantai marmer di bawah rak. Semuanya serba gelap.Di sisi berlawanan wardrobe, Cheryl membuka salah satu lemari khusus berisi koleksi busana kerjanya—barisan blazer warna nude, ivory, soft green, hingga dusty rose tergantung rapi bersama deretan celana panjang dan rok pensil. Gadis itu memilih satu set yang ringan namun memukau: blazer crop warna oyster beige dari Max Mara, dipadukan dengan celana high-waist senada. Di dalam bl

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   185. Lagi Ingin Dimanja

    Sambil mengeringkan rambutnya yang masih basah dengan handuk, Cheryl berjalan keluar dari kamar mandi. Uap hangat masih melekat di kulitnya, menyisakan aroma sabun yang lembut memenuhi udara. Ia tersenyum saat matanya bertemu tatap dengan Bara yang sedang menerima telepon. Namun Bara tak membalas senyumnya, lelaki itu justru segera mengalihkan pandangannya ke arah jendela.Cheryl tertegun di tempat, memandang Bara yang kini berdiri membelakanginya, tubuh lelaki itu diam di dekat jendela. Ia pun tahu, Bara sedang terlibat pembicaraan penting.Setelah Bara terlihat selesai, Cheryl bertanya, “Siapa yang menelepon?” nada suaranya santai, seolah tak ingin betul-betul tahu. Bara akhirnya menoleh dan tersenyum padanya tanpa menjawab apa-apa. Suaminya itu hanya mengedikkan bahunya, acuh tak acuh, seakan telepon tadi bukanlah sesuatu yang penting.“Kamu cantik banget habis mandi kayak gini,” gumam Bara seraya meraih pinggang Cheryl, memeluknya erat, lalu menunduk, mengendus lembut ceruk lehe

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   184. Sebuah Permohonan

    Bara berdiri di dekat jendela kamarnya, ponsel masih melekat di telinga. Pandangannya sesekali melirik ke arah kamar mandi di mana Cheryl sedang membersihkan diri usai percintaan panas mereka. Suara air yang mengalir terdengar samar, tapi cukup untuk membuat pikirannya sedikit terpecah. Ia berharap suara shower itu cukup menutupi percakapannya.Dia menurunkan sedikit volume suaranya, tak ingin Cheryl mendengar isi pembicaraan yang sedang berlangsung. Apa pun yang dibicarakan dengan Nyonya Dania, bukanlah sesuatu yang perlu Cheryl tahu. Istrinya tak seharusnya dibebani dengan masalah dari masa lalunya."Ini tak ada sangkut pautnya dengan istriku, Tante. Kenapa bawa-bawa Cheryl?" ucapnya pelan namun tajam. Tangannya yang menggenggam ponsel bergetar menahan emosi, sementara mata Bara memejam sejenak, menahan gemuruh kemarahan yang mulai mendesak dari dalam dadanya.“Tentu saja ini semua karena dia. Kamu tidak mungkin mencampakkan Milena begitu saja kalau bukan karena perempuan itu!” "Ak

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   183. Amarah

    Helikopter medis mendarat mulus di helipad lantai paling atas sebuah rumah sakit ortopedi terbaik di Jakarta, yang masih merupakan jaringan dari Bintang Hospital Group. Angin dari baling-balingnya menerbangkan debu halus dan ujung jas para staf medis yang sudah berjajar rapi di area pendaratan VIP.Sebuah tandu khusus diturunkan dengan cepat dari perut helikopter. Di atasnya, Milena terbaring kaku, wajahnya pucat pasi, rahangnya menggertak menahan rasa sakit yang menyayat hingga ke sumsum.“Stabilkan kepala! Jangan lepas penyangga spinalnya!” teriak salah satu paramedis yang berlari ke sisi tandu.“Brace cervikal masih aman!” sahut rekannya yang berjaga di bagian kaki tandu.“Arahkan brankar ke lorong isolasi! Jaga tulang belakang tetap sejajar, jangan ada rotasi mendadak!”Tandu berpindah ke brankar darurat, lalu tim medis membawanya melalui jalur khusus yang menghindari area umum, langsung menuju unit gawat darurat privat. Roda berdecit pelan di atas lantai mengilap, diiringi napas

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   182. Konsekuensi Besar

    Cheryl mendorong pelan tubuh Bara yang memeluknya. "Hah, gila apa?" Gerutunya pelan, tapi cukup jelas untuk membuat Bara mengangkat kepala.Bara menatapnya, sedikit bingung dengan reaksi Cheryl yang tiba-tiba menjauh. “Kok gila, sih?” tanyanya, nada suaranya terdengar lebih rendah, lebih hati-hati. “Apa salahnya kalau aku pengen punya anak dari kamu?”Cheryl bangkit duduk, menarik selimut menutupi tubuhnya, lalu mengalihkan pandangan ke arah jendela yang memantulkan cahaya pagi yang hangat. Matanya menatap jauh, tapi pikirannya justru berkelindan pada kejadian yang baru-baru ini merundungnya.“Bara, ini bukan soal mau punya anak. Ini soal kita sanggup atau nggak menghadapi semua konsekuensinya.”Bara ikut duduk, menyentuh lembut lengan Cheryl. “Aku serius. Aku nggak main-main waktu bilang aku cinta kamu. Dan aku pengen ada bagian dari kamu dan aku di dunia ini. Seseorang yang bisa kita jaga bersama, yang lahir dari cinta kita.”“Tapi jangan bikin kamu lupa satu hal,” potong Cheryl, ki

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   181. Cuma Kamu yang Aku Punya

    Bara melangkah menuju lorong panjang yang menghubungkan ruang makan dengan kamar utamanya. Tangan Cheryl terpeluk erat di lehernya, sementara Bara memegang tubuhnya dengan penuh kewaspadaan, seakan takut kehilangan momen ini.Di sepanjang lorong, para pelayan yang melihat mereka langsung menunduk, memberi ruang dan menghormati privasi sang tuan dan nyonya. Tidak ada yang berani mengganggu mereka. Dalam rumah ini, Bara merasa bebas untuk bertindak sesukanya, dan mulai saat ini, dia memilih untuk menikmati setiap detik kebersamaannya dengan Cheryl.Bara mencuri satu kecupan singkat di bibir Cheryl, dengan lembut namun penuh hasrat. “Kamu tahu, Cher, aku sering memimpikan saat seperti ini,” katanya dengan suara yang teredam, hampir berbisik.Cheryl memandang Bara dengan tatapan hangat. “Seperti apa?”Bara mencium bibir Cheryl lagi, kali ini lebih lama, lebih dalam, menikmati rasa ciumannya yang membuat dadanya berdebar. “Saat aku bisa bebas menciummu setiap kali aku ingin, tak peduli ada

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   180. Istirahat dengan Baik

    Bara terdiam sejenak. Ia tahu betul, setiap langkahnya selalu disertai konsekuensi. Dan ia paham benar apa yang menantinya jika ia memilih untuk menemui Milena saat ini. Apalagi kalau bukan drama pertunangan mereka yang akan kembali disorot, menjadi konsumsi publik yang memuakkan."Ini yang Opa inginkan. Aku muncul di sana, berdiri di sisi Milena, memberi kesan bahwa aku calon suami setia." Ia mendengus dalam hati, muak dengan permainan panggung yang dirancang oleh kakeknya.Bara menoleh pada Sofyan. Matanya tajam, dingin, seperti saat ia menjatuhkan vonis akhir dalam ruang rapat dewan direksi. "Sofyan, katakan pada Opa Sigit bahwa aku tidak akan datang. Dan katakan juga, aku tidak ingin terikat apa pun lagi dengan Milena."Nada suaranya tegas, final. Tangannya mempererat genggamannya pada Cheryl, seolah menegaskan pilihannya. Ia tidak akan berpaling dari istrinya lagi, tak peduli berapa banyak tekanan yang datang dari luar.“Tapi, Tuan—” Sofyan mencoba menyela, namun Bara segera memo

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status