Jam demi jam terlampaui. Seolah pekerjaan tidak ada habisnya. Namun akhirnya games over juga. Zahwa mengucek matanya karena terasa perih. Dia membuka kaca matanya, kemudian membersihkannya. Sekilas Ingrid berhenti membereskan mejanya. Selama ini Zahwa tidak sekali pun membuka kaca matanya.
“Za, lo itu cantik banget lagi. Nggak usah pakai kaca mata busuk itu napa?” Zahwa hanya tersenyum kemudian memakai kaca matanya kembali.
“Cantik nggak selamanya baik, In. Gue burem kalau tanpa kaca mata,” bohong Zahwa. Penampilannya itu hanya untuk menutupi jati dirinya dari para lelaki penggoda. Cukup sekali kesalahan itu. Lelaki memang tidak selamanya brtengsek. Tapi lelaki yang pernah dipertemukan dengannya adalah lelaki terbrengsek yang pernah ditemui. Setelah mencicipi tubuhnya, bahkan menuduhnya sebagai penggoda.
“Melamun aja! Pulang yuk?” Ingrid menepuk meja Zahwa sehingga dia melonjak. Zahwa menutup laptopnya dan mencabut flash disk. Setelah meraih tas dan jaketnya, dia berjalan berbarengan dengan Ingrid keluar dari kantor itu.
“Lo mau mbonceng aku?” tanya Ingrid.
“Entar ngerepotin. Tidak usah. Naik busway malah cepat langsung sampai rumah.” Ingrid tidak memaksa. Wanita itu akhirnya membuka pintu mobilnya dan meninggalkan Zahwa sendiri. Wanita dengan sepatu hitam itu berjalan menuju ke halte. Dia menunggu sedikit lama karena memang sudah usai jam kantor. Mereka pulang sedikit lebih lambat. Kesibukan menjelang lounching produk memang menyita waktu.
“Bareng aku aja, ya? Kayaknya bisa sampai malam kalau nunggu bus way.” Zahwa hanya menggeleng sambil tersenyum. Karena Zahwa tidak mau, maka Arsan turun dan menemaninya.
“Mas, entar mobil kamu di derek. Ini bukan wilayah yang boleh parkir.” Zahwa memperingatkan Arsan.
“Ah, biar saja. Paling bayar lima ratus. Lagi pula, aku jadi ada alasan untuk naik bus way bareng kamu.” Zahwa mengembuskan napas lelah. Lelaki itu memang selalu saja membuatnya tidak bisa memilih. Akhirnya Zahwa mau naik mobil bareng Arsan. Lelaki asli Indonesia itu tersenyum. Dia selalu ada cara untuk meluluhkan hati Zahwa. Tapi hanya satu, dia belum bisa meyakinkannya untuk menikahinya.
Zahwa memutar bola matanya. Akhirnya wanita itu bangkit dan mau masuk ke mobil untuk diantar pulang. Zahwa hanyadiam sepanjang jalan. Berkali-kali Arsan mengajaknya bercanda namun nihil. Wanita itu hanya melihat ke arah jendela saja. “Kamu ngambek, Za. Maafkan aku. Aku hanya tidak ingin kamu kenapa-napa.” Zahwa menoleh kemudian tersenyum. Senyum yang dipaksakan sepertinya.
Akhirnya mereka sampai di rumah Zahwa. Arsan akan langsung pulang tapi ada Keano yang muncul dari balik pintu. “Om, buru-buru amat?” Anak sepuluh tahun itu menghampiri Arsan.
“Keano, kamu sudah pulang?” Arsan terlihat salah tingkah.
“Om Arsan becanda? Ini sudah pukul setengah enam. Masa saya kelayaban? Bener, nih nggak masuk dulu?” Keano menawarkan Arsan masuk. Lelaki itu tidak bisa bilang tidak. Dia mengikuti Keano masuk ke rumah. Sedangkan Zahwa sudah masuk duluan dan mandi.
“Bagaiman sekolahmu, Boy?” tanya Arsan.
“Tidak ada yang spesial.” Arsan mengulur stik vidio games. Mereka main PS. Keduanya memang sangat akrab. Bahkan menurutnya Arsan adalah calon kandidat pendamping mamanya yang ideal. Mereka main nampak seru. Sesekali terlihat Keano nampak kacau karena Arsan mengalahkannya.
“Minggu jalan-jalan, yuk? Kalau mamamu mau, ajak dia sekalian.” Keano masih memainkan stik itu.
“Boleh aja. Ada harga kalau aku berhasil mengajak mama.” Arsan tertawa mendengar celoteh Keano. Anak itu tidak benar-benar meminta hadiah darinya. Tanpa meminta pun Arsan akan dengan suka rela memberikannya. Dia seorang duda yang ditinggal oleh istrinya karena terlalu sibuk. Untuk saat ini, Keano dan Zahwa dunianya. Walaupun kenyataannya Zahwa belum membalas cintanya.
Zahwa memejamkan matanya melihat kedekatan mereka. Bukan Zahwa tidak suka. Zahwa sangat paham Keano membutuhkan figur ayah. Arsan juga masuk salah satu list dari lelaki yang pantas ditunjuk sebagai pendamping hidupnya. Namun, ketakutannya muncul kembali ketika memikirkan tentang hubungan. Dia masih trauma dengan hubungan ranjang dengan seorang laki-laki. Memikirkannya saja, sanggup membuatnya mual. Ini sudah termasuk sebuah penyakit yang harus diobati. Sayangnya, dia membiarkan saja. Apakah Arsan akan tahan, jika tidak menyentuhnya? Menikah tentunya butuh hal yang satu itu.
“Asik banget? Kita makan malam dulu.” Zahwa sudah memanaskan beberapa lauk. Dia tidak masak sendiri. Akan ada petugas catering yang jadi langganannya. Kecuali hari minggu dan libur, Zahwa baru tidak memesannya. Ada box yang khusus untuk meletakkan makanan itu di depan. Saat Keano pulang, tinggal membuka dan makan.
Mereka berdua beranjak dan meninggalkan vidio gamesnya. Kiano menyelesaikan satu putran dulu. Setelah itu baru menyusul. “Menunya apa kali ini? Wow ada rendang daging. Sepertinya enak.” Arsan duduk manis di kursi.
“Keano tidak suka. Dia lebih suka sayur.” Semangkuk sop lengkap dengan jagung manis potong-potong masih mengepul. Keano tampak sumringah melihatnya.
“Bagus itu, Boy. Kau suka sayur.” Mereka makan dengan hitmad dengan sesekali berbicara. Akhirnya ritual makan malam selesai dan Arsan pulang. Tinggalah Keano dan Zahwa.
“Sayang, kamu sudah selesaikan PR? Perlu Mama periksa?” tanya Zahwa. Anak laki-laki itu berjalan menuju ruang pribadinya dan memberikan pekerjaan rumahnya.
“Ma, kenapa nggak menikah saja?” tanya Keano saat Zahwa sedang serius memeriksa pekerjaan rumahnya.
“Ah, apa di antara kita masih perlu ada orang lain?” Jawaban demokratis dari Zahwa dibalas ketus oleh Keano.
“Mama butuh suami selayaknya orang lain, Aku juga butuh ayah.” Perkataan putra semata wayangnya seakan merobek perasaannya. Bukan menutup mata pada kedekatan Keano dengan anak laki-lakinya. Bahkan lelaki itu juga masuk dalam daftar kandidat yang bisa dipercaya dapat membahagiakan dirinya dan sang putra. Namun masalah ada pada dirinya.
“Kau tidak benar-benar mengenal Mama rupanya. Mama tidak butuh itu.” Anak laki-laki itu bersedakap kemudian duduk di samping mamanya.
“Are you kidding? Aku cukup kenal mama. Sebelas tahun kita berinteraksi. Sepuluh usiaku, hampir satu tahun dalam perut. Tidak ada yang lebih memahami Mama selain aku.” Tawa Zahwa pecah. Anak lelakinya itu memang paling bisa kalau diajak bedebat. Belum pernah sang mama menang beradu argumen dengannya. “Ma, Om Arsan ‘kan baik. Is he not among the candidates who stole your heart?” Anak laki-laki itu bangkit. Dia berjalan menuju bar dapur untuk mengambil minuman sisa tadi saat mamanya membuat. Segelas air putih juga untuk sang mama.
Zahwa hanya menoleh sebentar. Anak laki-lakinya itu sangat cerdas dan memiliki pemikiran yang lebih dewasa dari pada anak seusianya. Jiwanya sudah tertempa dari dulu. Kehidupan keras yang dijalani bersama ibunya, membuatnya membentuk secara alami naluri melindungi sang ibu. Zahwa menyadari itu. Oleh sebab itu, Zahwa selalu hati-hati dalam menentukan sikap padanya.
“Kamu yakin dengan keputusanmu? Brenda, tolong jangan memutuskan sambungan. Tetap hubungi aku,” tutur Keano.“Dari dulu, kamu memang baik. Aku tidak janji, tapi akan kuusahakan.” Brenda pergi dari ruangan Keano setelah pamit. Keano masih tidak menyangka, jika saudaranya berubah sedrastis itu.***Meyyis***Hafiza masuk ke ruangan suaminya, mendengar Brenda sudah meminta maaf dan akan melepaskan semua tentang perusahaan. Mendengar hal itu, Hafiza memeluk sang suami karena merasakan senang yang teramat. Kali ini, tujuan yang dilakukan suaminya untuk membawa Brenda kembali ke jalan yang benar, sudah tercapai. Memang seharusnya begitu sebagai seorang kakak memperlakukan adiknya.“Baiklah, karena aku sedang bahagia, dedek bayi mau minta apa dari papa?” tanya Keano sambil memeluk sang istri dari belakang.“Aku pingin nasi megono,” ucap Hafiza.“Nasi megono? Siap!” Keano bangkit, mencari se
“Aku akan mandi dulu.” Brenda meninggalkan ruangan itu, kemudian mandi di kamarnya. Air matanya luruh bersama air yang mengalir. Belum pernah ada, seseorang yang memperhatikannya seperti itu. Kehadiran Andy malam ini membuatnya menyadari bahwa jalan selalu akan terbuka lebar. Bahwa Tuahan masih ada untuknya.Brenda keluar dari kamar untuk berganti baju. Wanita itu keluar kembali untuk mencari Andy. Lelaki itu tidur di kursi yang dihimpitkan, dijajar. Brenda membangunkannya.“Ada kamar tamu di sana. Kamu bisa menggunakannya.” Bagaimana lelaki itu bisa meluluhkan hati Brenda, bahkan membuatnya percaya pada lelaki itu. padahal, baru saja mengenalnya. Wanita itu tidak lagi berprasangka buruk pada orang asing, ada apa dengan Brenda? Mungkinkah … ah, tidak mungkin jatuh cinta dengan pria asing yang baru setengah jam dikenalnya.***Meyyis***Brenda sudah bisa tidru, wanita itu bahkan tidur sudah beberapa jam
“Kenapa menolongku?” tanya Brenda.“Karena melihatmu.” Brenda memejamkan mata. Untuk sesaat wanita itu merasakan ketenangan batin. lelaki itu membuka matanya untuk mempercayai hidup.***Meyyis***Lelaki itu menuntun Brenda masuk ke dalam rumah. Di sebuah meja, ada air putih juga gelas. Lelaki dengan jaket jeans itu menuangkan air tersebut. “Minumlah agar lebih tenang.” Brenda menenggak air putih itu hingga tandas. Keringatnya membanjiri kening hingga ke leher. Wanita itu duduk lemas di kursi tersebut.“Masih banyak yang membutuhkan kita,” ucap lelaki itu.“Kamu bukan aku, bagaimana bisa berkomentar?” ketus Brenda.“Baiklah, kamu tahu kaki ini?” Lelaki itu menunjukkan kaki kanannya yang sudah tersambung dengan … mungkinkah kaki robot? Brenda menoleh ke arah lain setelah melihatnya.“Aku putus ada karenanya. Namun, kaki ini yang menuntunku ke arah kesuk
Mereka kembali memberikan kenyamanan pada masing-masing di kamar mandi itu. Aura romantic semakin terasa ketika membilas di bawah pancuran shower. Keduanya saling melepaskan lagi rasa cinta.***Meyyis***Brenda duduk termenung di balkonnya. Jika tidak diselamatkan, mungkin saja perusahaan kali ini jadi benar-benar hancur. Tidak ada lagi yang dapat dimintai tolong. Semua kenalannya sudah tidak ada lagi yang dapat dihubungi. Brenda menjadi frustasi. Wanita itu belum pernah mengalami krisis seperti ini.“Brenda, gunakan otakmu seperti biasa,” ucap Cassandra datang dengan minuman di tangannya.“Tidak ada yang bisa kulakukan, Ma. Semuanya tidak bisa melawan Keano. Masih sama, semua perusahaan yang aku hubungi di bawahnya,” tutur Brenda.“Kamu tidak bisa memikat Keano? Tidak ada pria yang menolak kesenangan,” tutur Cassandra.“Ma, apakah mama baru mengenal Keano? Bahkan seluruh dunia sudah berada di sampin
“Kamu benar, tapi anak kita lelaki yang kuat seperti sang papa. Dirinya tetap ingin membantu orang tuanya, bukankah itu seksi?” Keano tidak lagi berdebat dengan sang istri, karena semuanya akan percuma jika wanita itu sudah berkeinginan.***Meyyis***Langkah kecil Keano membuat perusahan Arsan kalang kabut. Keputusannya untuk menarik dana suplay perusahaan miliknya tersebut, terbukti ampuh. Arsan sudah lupa, bahwa dibalik berdirinya perusahaan miliknya tersebut, ada andil Damian, pastilah lelaki itu tidak bersih melepaskan. Hal itu diketahui Keano juga lewat arus bank dan finansial papanya, tidak butuh penjelasan dari lelaki yang berjuluk macan bisnis tersebut.“Tenang, Sayang. Kita akan melihat pertunjukan sebentar lagi. Jika mama dan papa berhati lembut selama ini, tidak dengan Keano. Aku bisa jadi singa daratan yang menyeramkan. Bukankah begitu?” Keano menarik tangan sang istri agar berada di depannya. Kedua pahanya mengapit kaki
Brenda duduk termenung ketika sang papa sudah pulang. Hatinya bingung harus menerima tugas tersebut. Papanya memang berkata benar, akan tetapi membujuk Direktur berhati batu macam direktur DAC sangat membuatnya sakit kepala. Tangannya menjambak rambut sendiri.***Meyyis***Mendengar kesulitan yang dihadapi oleh sang istri, Keano tidak bisa tinggal diam, hari ini, ellaki itu akan datang ke kantor dan sibuk menyelesaikan beberapa kesepakatan. Keano menjadi sangat marah, kali ini akan bertarung bahkan menghabisi Brenda dan Arsan. Sudah cukup, selam ini diam dan tidak melakukan hal yang semestinya.Dirinya bukan sang ibu yang memiliki hati selembut sutra. Keano akan menjadi seorang singa ganas jika sudah diusik. Lelaki bermata colakat itu masih dengan bantuan tongkatnya, siang ini menemui Arsan dan akan mengintimidasinya.“Siang, Om. Masih ingat saya.” Keano sudah sampai di perusahaan milik Arsan.“Maaf, Tuan. Bapak ini menerobos masu