Dear pembaca, maaf ya bab 12, 13, 14 saya ada salah update bab. Sudah saya edit langsung tapi harus acc editor dulu.
“Tunangan saya selingkuh,” katanya. “Dan saya memutuskan pertunangan kami.”Mata Shinta tampak berkaca-kaca lagi. Ia membiarkan kesedihan pura-pura itu terlihat jelas di wajahnya, berharap bisa mengetuk hati Akash. Ia tahu lelaki itu punya kelembutan dalam dirinya, meski terlihat dingin di luar.“Bagus kamu tahu dia selingkuh saat kalian masih tunangan,” ucap Akash tanpa basa-basi. “Bayangin kalau kamu tahu setelah menikah... pasti lebih menyakitkan, kan?”Shinta hanya menunduk, diam.“Kamu masih muda, Shinta. Pintar, cantik. Percaya deh, akan ada laki-laki yang benar-benar Tuhan siapkan buat kamu.”“Sepertinya aku trauma sama pria, Pak,” lirih Shinta, mencoba memperkuat simpati.“Jangan. Jangan sampai pengalaman buruk bikin kamu nutup hati. Kamu harus tetap terbuka untuk orang yang tepat.”Keduanya saling bertatapan sejenak. Namun Akash buru-buru mengalihkan pandangannya. Ia teringat nasihat Ali—jangan menatap wanita yang bukan istrinya terlalu lama. Bahkan jika wanita itu tunangan s
"Ma, tanamannya sudah aku siram semua.""Ma?"Sentuhan tangan Akash yang dingin karena bekas air membuat Anya tersentak dari lamunannya."Heh?! Kenapa?""Aku sudah menyiram semua tanaman Mama. Sekarang aku mau ke ruang kerja," ulang Akash, sedikit heran karena ibunya tampak tidak fokus."Oh, iya ... Terima kasih, Sayang," jawab Anya akhirnya, mencoba menyembunyikan gelisahnya.Fauzan yang duduk tidak jauh dari mereka memperhatikan istrinya dengan seksama. Sejak tadi, ia melihat Anya lebih banyak diam dan memandangi tanaman hiasnya tanpa benar-benar melihat. Tatapannya kosong. Pikirannya jelas melayang entah ke mana."Apa yang kamu pikirkan, Sayang?" tanya Fauzan penuh selidik, kini duduk lebih dekat, memastikan Akash sudah pergi dari pandangan.Anya menarik napas dalam-dalam, lalu perlahan menatap suaminya."Aku tidak bohong, dari tadi aku memikirkan soal Ayden."Fauzan menyipitkan mata. "Kenapa soal Ayden lagi?"Kening Anya berkerut dalam. Ia menatap suaminya tajam, seolah menyelami
“Apa kamu takut bersaing dengan mereka?” goda Fauzan lagi, tahu betul bagaimana sikap putra angkatnya jika menyangkut Wildan—rival yang sejak dulu ingin menjatuhkan Akash, baik secara bisnis maupun pribadi.Akash berhenti menyemprot. Tangannya terhenti di atas pot anggrek mini milik Anya. Ia berbalik, menatap Fauzan dengan tatapan serius.“Aku tidak pernah takut pada siapapun ... kecuali pada Allah.” Tangannya menunjuk ke atas, pada langit yang mulai temaram.Fauzan tersenyum puas. Ia tahu, meskipun Akash adalah pria yang sangat ambisius dan tidak suka kalah, ia tidak melupakan tempat berpijak nilai-nilai spiritualnya.Anya terdiam. Ia tahu siapa Mr. Ayden—pria berdarah campuran Indonesia-Perancis yang dikenal licik dalam bisnis. Dahulu, Ayden dan Fauzan pernah bersitegang hebat ketika perusahaan mereka bersaing dalam tender besar. Pria itu tidak segan melakukan cara kotor demi menguasai pasar properti dan konstruksi. Setelah berhasil mendominasi Paris, kini Ayden mengalihkan perhatia
"Silakan," ucap Wildan setelah menuangkan minuman dingin ke dalam gelas bening dan menyodorkannya ke tangan Shinta.Gelas itu nyaris tidak sebanding dengan panas yang ia rasakan. Shinta menyesap minumannya perlahan, bibirnya sedikit terbuka, dan leher jenjangnya menegang sesaat ketika cairan segar itu meluncur ke tenggorokannya.Wildan mengatur napasnya yang tiba-tiba berubah tak beraturan."Kenapa kamu gak pernah tampil begini waktu di kantor Akash?" tanyanya sambil meneguk minuman kaleng dari kulkas, berusaha menyembunyikan nafsu yang mulai membakar.Shinta terkekeh pelan. "Kalau aku datang ke kantor Akash seperti ini," ia menyapu rambutnya ke samping, memperlihatkan bahunya yang telanjang, "aku sama saja dengan wanita-wanita yang cuma bisa menemani kencan semalamnya."Wildan menaikkan alis. Menarik. Sangat menarik."Aku memilih berpakaian tertutup, panjang, sopan. Biar Akash punya persepsi lain. Biar dia merasa aku berbeda. Bisa dipercaya.""Smart move," gumam Wildan, tangannya ter
“Lalu kenapa Wildan bisa memenangkan tender proyek mal itu?”“Uhuk! Uhuk! Uhuk!”Akash langsung tersedak, batuk beberapa kali karena kaget mendengar kabar baru dari papanya.Keningnya mengernyit dalam. “Pemenang tender proyek mal itu Wildan? Wildan dari Ganda Kontraktor itu? Bagaimana bisa?” serunya tak percaya, melontarkan beberapa pertanyaan sekaligus.Fauzan hanya mengedikkan bahu. “Papa gak tahu detailnya. Tapi memang benar, kabar itu Papa dapat tadi pagi.”Perusahaan milik Fauzan memang sama-sama bergerak di bidang kontraktor seperti Akash, tapi lebih spesifik mengurus sistem plumbing dan instalasi air bersih dan kotor untuk gedung-gedung.Tak menunggu lebih lama, Akash langsung menghubungi Rashid. Kenapa Rashid tidak memberi tahunya soal ini kemarin? Padahal seingat Akash, mereka sempat bertemu sebentar di kantor.“Halo?” suara serak Rashid menjawab dari seberang, terdengar baru bangun tidur.“Kenapa Wildan bisa menang tender proyek mal itu?” tembak Akash tanpa basa-basi.“Ya am
Perlahan, Akash menoleh ke arah Innara, menatap wajah gadis itu yang kini dipenuhi kegelisahan. “Anaknya Pak Umar pasti yang terbaik buat kamu. Dia bisa jadi imam yang kamu idamkan. Latar belakang agamanya kuat. Kuliah di Kairo, pusat ilmu. Pasti dia lebih layak dibanding aku.”Ada jeda sebentar sebelum ia melanjutkan, suaranya makin berat.“Boleh aku ucapkan selamat lebih dulu?”Innara tak sanggup berkata apa pun. Matanya memerah, bibirnya bergetar. Ia hanya bisa menunduk dan memalingkan wajah ke arah jendela, berusaha keras menahan air mata yang hampir jatuh. Dada Akash terasa diremas saat melihatnya begitu. Tapi ia tahu, dia tak berhak memaksa.Tanpa kata lagi, Akash keluar dari mobil. Innara menyusul, berganti posisi ke kursi kemudi karena Akash akan kembali ke Jakarta dengan mobilnya sendiri. Mereka seperti dua orang asing yang baru saja mengubur sesuatu yang belum sempat hidup.Sesaat sebelum pergi, Akash berdiri di depan pintu mobilnya, menatap wajah Innara yang masih tertunduk