❤️❤️❤️
Aku tidak mengerti kenapa Farid selalu saja ingin menyakiti dan menyalahkanku. Mengingat sikap yang dia tunjukkan selama ini, ingin rasanya menyudahi hubungan di antara kami. Mungkin dia tidak tahu bahwa aku tetap bertahan menjadi istrinya, itu semata-mata karena mengingat perhatian dan kebaikan keluarganya.
Farid berdiri dari tempat duduknya, lalu menghampiriku. Dia menatapku sangat dekat sambil memegang kuat lenganku. Entah apa yang ada dalam pikiran laki-laki itu. Dia benar-benar membingungkan.
“Jawab pertanyaan saya!” Farid kini telah membuatku kesal, lenganku terasa sakit.
“Itu pertanyaan yang tidak perlu untuk dijawab.” Aku tetap tidak ingin memberitahukan tentang Kenzo kepadanya.
“Apa kamu benar-benar ingin menguji kesabaran saya?” Farid makin kuat m e n c e k a l lenganku.
“Sakit, Pak. Lepasin!” Aku berusaha menjauhkan tangannya dari lenganku, tetapi tidak berhasil.
“Saya tidak akan lepasin sebelum kamu jawab pertanyaan saya! Siapa Pak Kenzo untuk kamu?” Dia kembali menanyakan tentang Kenzo.
“Kenapa harus bertanya pada saya? Bukankah beliau klien Bapak?” Aku tidak ingin mengatakan yang sebenarnya.
“Ini yang disebut sebagai istri? Berbicara berduaan dengan pria lain di belakang suami!” Aku terkejut mendengar penuturan Farid. Kenapa dia berkata seperti itu? Apa tadi dia melihat aku berbicara dengan Kenzo setelah keluar dari ruang rapat?
“Sejak kapan Bapak menganggap saya sebagai istri? Bukankah Bapak sudah bilang kalau Bapak tidak pernah menginginkan saya?” Aku mengingatkan apa yang dia katakan kepadaku tadi pagi saat kami menuju ke kantor ini.
Farid akhirnya menjauhkan tangannya dari lenganku. Dia kembali duduk di depan meja kerjanya. Selama beberapa menit, kami hanya terdiam. Dia memegang keningnya sambil menatap ke arahku. Namun, tatapan itu tidak seperti biasanya.
Aku baru menyadari kalau Farid sangat tampan dengan wajah sendu seperti yang ditunjukkan sekarang. Selama ini, dia hanya memperlihatkan kemarahannya di depanku. Jadi, aku tidak dapat melihat ketampanannya dengan jelas.
“Kamu boleh keluar sekarang. Sampai ketemu nanti saat makan siang.” Farid kembali membuka suara lalu memintaku keluar dari ruangannya. Namun, ada sesuatu yang tidak biasa dari kalimat terakhir yang dia ucapkan.
“Makan siang? Maksudnya apa, Pak?” tanyaku ingin tahu.
“Nanti saya ke ruangan kamu, kita makan siang bareng.” Aku tidak percaya mendengar kalimat yang keluar dari bibirnya. Sejak kapan seorang Farid peduli kepadaku? Selama ini dia selalu bersikap seperti orang yang tidak aku kenal.
“Tapi, Pak ….”
“Tidak ada tapi-tapi. Tunggu saya nanti siang.” Seperti biasa, dia kembali menunjukkan dirinya sebagai pemimpin. Aku harus menuruti keinginannya.
“Baik, Pak.” Aku tidak mampu menolak permintaan Farid. “Saya permisi kembali ke ruangan untuk menyelesaikan pekerjaan saya.” Aku pun berdiri, lalu beranjak dari ruangan laki-laki itu.
Farid Sanjaya, seorang CEO yang sangat dingin, keras kepala, dan egois … hari ini, telah menunjukkan sikap yang berbeda dari biasanya. Selama dua bulan menjadi istrinya, dia hampir tidak pernah melakukan kebaikan terhadapku.
Akan tetapi, entah kenapa hari ini, Farid berubah menjadi sosok yang lebih perhatian. Aku tidak mengerti kenapa dia berubah secepat itu. Apa mungkin dia tidak terima jika aku dekat dengan Kenzo? Terbukti tadi, dia mengetahui kalau aku dan Kenzo sedang bicara berdua.
Maafkan aku, Farid. Untuk saat ini, aku belum mampu mengatakan yang sebenarnya kepadamu. Kamu tidak tahu kalau Kenzo adalah laki-laki yang masih tetap bersemayam di dalam hatiku. Dia adalah cinta pertamaku.
❤❤❤
Jarum jam menunjukkan angka dua belas, Farid pun tiba di ruanganku. Namun, dia tidak mengajakku keluar untuk makan siang. Laki-laki itu telah mempersiapkan menu yang akan kami nikmati. Dia datang bersama OB yang bernama Surya.
Setelah Surya selesai menyusun semua hidangan di meja kerjaku, dia pun beranjak. Sementara itu, Farid menuju kursi yang ada di depanku. Entah kenapa sikap laki-laki itu berubah drastis dari biasanya.
“Kenapa Bapak harus repot-repot untuk siapin semua ini?” Aku ingin mendengar alasan yang akan Farid ucapkan.
“Apa kamu merasa keberatan makan siang dengan saya?” Dia selalu saja bersikap agar kesalahan tetap ada pada diriku.
“Maksud saya bukan seperti itu, Pak. Saya hanya tidak terbiasa dengan sikap Bapak yang berbeda dari sebelumnya.”
“Apa kamu berharap agar laki-laki lain yang melakukan ini?” Dia kembali melontarkan pertanyaan.
“Kenapa Bapak tidak menjawab pertanyaan saya?”
“Saya lagi tidak ingin mendengar ocehan kamu. Saya lapar.” Farid pun mulai menikmati menu yang ada di meja kerjaku. “Kamu juga makan, karena setelah ini … kamu harus menyelesaikan pekerjaan lain.” Dia mengingatkan statusku sebagai pekerjanya di kantor ini.
“Baik, Pak.” Aku pun menyendokkan makanan ke mulut.
Aku dan Farid menikmati makanan tanpa mengeluarkan sepatah kata. Walaupun sebenarnya hati kecilku ingin bertanya lagi tentang apa yang dilakukan hari ini. Namun, mungkin aku lebih baik mengurungkan niat itu daripada dia kembali berubah menjadi kasar.
Terus terang, aku merasa bahagia melihat perubahan sikap Farid. Namun, aku juga masih tidak percaya dengan apa yang kusaksikan hari ini. Bagaimana mungkin laki-laki itu berubah secepat ini? Apa yang membuat dirinya melakukan hal yang tidak biasa ini?
Saat aku masih menikmati makanan, tiba-tiba terdengar nada panggilan masuk dari ponselku yang ada di meja. Aku pun meraih benda pipih itu, dan tampak nama Alea di layar. Entah kenapa, Farid menghentikan makannya.
“Siapa?” tanya Farid kepadaku. Dia meneguk minumnya, lalu meraih ponsel dari tanganku.
“Alea,” jawabku singkat.
Farid akhirnya mengembalikan ponsel itu kepadaku setelah melihat layar. Sikap laki-laki itu benar-benar aneh menurutku. Padahal tadi pagi dia mengatakan tidak menginginkan kehadiranku dalam hidupnya. Dasar pria aneh.
Tanpa menunggu lama, aku pun mengangkat telepon masuk dari Alea. “Halo, Al.”
“Halo juga, Key. Kamu tahu, nggak? Tadi aku ketemu Kenzo.” Aku sangat terkejut mendengar Alea menyebut nama Kenzo walaupun hari ini, aku baru bertemu dengan laki-laki itu.
“Apa?” Aku tidak mampu menyembunyikan rasa kaget saat berbicara dengan Alea di telepon. Farid tiba-tiba menunjukkan tatapan yang biasa aku lihat hampir setiap hari.
“Dia langsung nanya kamu, Key. Dia juga minta nomor kontakmu. Aku kasih, deh.”
“Apa? Kok, bisa?” Aku kembali terkejut.
“ Kenapa, Key? Bukankah dia teman kita? Wajar kalau saling menyimpan nomor kontak sesama teman. Atau kamu masih memiliki rasa untuknya? Ingat, Key … kamu udah punya Farid.” Alea tidak tahu seperti apa perasaanku kepada Kenzo setelah menikah dengan Farid.
“Kok, kamu nuduhnya gitu, Al? Kamu tahu kalau aku udah resmi menjadi seorang istri. Ya, walaupun mungkin bukan istri yang tidak diharapkan. Tapi kamu tahu kalau aku sayang banget sama Papi dan Mami.” Aku sengaja mengatakan semua itu di depan Farid.
Laki-laki menyebalkan itu kembali meraih ponselku, lalu berbicara kepada Alea. “Kamu dan Key lagi bahas apa, Al? Jawab!” Dasar Farid, berbicara dengan sepupunya sendiri saja tetap menaikkan suara.
Aku tidak tahu apa jawaban yang diberikan Alea kepada Farid, karena tiba-tiba laki-laki itu mematikan telepon. Dia berdiri, lalu mendekatiku. Perasaan ini tidak keruan melihat tatapannya. Dia makin mendekatkan wajahnya, kemudian memegang daguku.
================
❤️❤️❤️Aku menunduk karena tidak sanggup melihat tatapan Farid. Dia tidak tahu apa yang kurasakan saat ini. Dia selalu mampu membuatku merasa ketakutan jika menyaksikan perubahan di wajahnya. Jantungku berdetak lebih kencang.“Siapa teman yang dimaksud Alea?” Begitu pertanyaan yang dia lontarkan kepadaku.“Teman siapa?” Aku memberikan jawaban sambil tetap menunduk.“Teman yang meminta nomor ponselmu.”“Nggak ada.”“Jangan bohong. Tadi kamu terkejut, dan menyindirku. Lihat aku!” Dia menaikkan suara satu oktaf, kemudian mengangkat wajahku.“Aku nggak bermaksud menyindirmu, itu kenyataan. Aku dan kamu tahu kalau pernikahan kita terjadi bukan karena cinta.” Aku tiba-tiba tidak bersikap formal lagi kepadanya seperti biasa kalau sedang berada di kantor.“Jadi, menurut kamu kalau menikah tanpa cinta, kamu bebas memberikan nomor ponsel kamu ke semua orang?” Farid makin mendekatkan wajahnya.“Bukan aku yang kasih, tapi Alea.”“Itu artinya kalau kamu dekat dengan orang itu. Siapa dia?” Dia kemb
🏵️🏵️🏵️ Aku tidak dapat mengelak sekarang, karena ponsel masih berada di dekat telingaku. Farid berjalan makin mendekat ke arahku, tatapannya sangat tajam, seperti orang yang ingin melampiaskan kemarahan. Tidak tahu apa yang akan laki-laki itu lakukan sekarang. Aku pun berdiri lalu segera mengakhiri panggilan masuk dari Kenzo, kemudian memasukkan ponsel ke laci meja kerja. Aku berharap agar Farid tidak bertanya tentang siapa yang telah meneleponku. Kalau sampai dia tahu, entah apa yang akan dia katakan. “Kamu mengabaikan telepon dariku? Sesibuk apa kamu?” Farid mendekatkan wajahnya ke wajahku. “Aku ....” “Apa yang kamu lakukan, Key? Kamu mengabaikan telepon dari suamimu hanya karena sedang menerima telepon orang lain? Kamu pikir aku tidak menyadari kalau kamu sedang menelepon tadi!” Farid berbicara kepadaku sangat keras. “Kenapa kamu selalu membentakku?” Aku sangat sedih mendengar hardikannya. “Kamu yang memaksaku berbuat seperti itu.” “Kamu tidak mengerti dengan apa yang kur
🏵️🏵️🏵️ “Maaf, kali ini aku tidak akan menjawab pertanyaanmu. Kamu nggak perlu tahu siapa laki-laki yang aku cintai.” Aku menolak menjawab pertanyaannya. “Kalau kamu mencintainya, kenapa kamu tidak menikah dengannya?” “Itu yang akan aku lakukan jika kamu mengakhiri hubungan kita. Ceraikan aku, Rid.” Kata perpisahan itu dengan mudah keluar dari bibirku. Farid tiba-tiba menepi lalu menghentikan mobilnys. “Apa yang kamu katakan, Key? Permintaan apa ini?” Dia memegang kedua lenganku. “Bukankan kamu akan bahagia jika kita berpisah? Kamu sendiri yang mengatakan kalau kamu tidak mengharapkan diriku.” Aku selalu mengingatkan apa yang pernah dia ucapkan. “Aku nggak akan menceraikanmu.” Kalimat itu membuatku tidak mengerti dengan apa yang Farid pikirkan saat ini. “Mau kamu apa? Aku mohon, jangan siksa aku seperti ini. Kita tidak mungkin bertahan dengan hubungan palsu ini.” “Hubungan kita tidak palsu. Pernikahan kita sah di mata agama maupun hukum.” “Tapi hubungan yang kita jalani tida
🏵️🏵️🏵️ “Makanya jangan ngeyel. Aku udah minta kamu tidur di sana, eh, malah diam aja.” Farid menunjuk ke arah tempat tidur. “Tapi nggak harus dengan cara kasar. Kamu selalu saja ingin menyakitiku.” Farid pun duduk di sofa. Sementara aku langsung berdiri lalu melangkah hendak menuju tempat tidur. Akan tetapi, sebelum aku jauh melangkah dari hadapan Farid, dia meraih tanganku. Aku pun berhenti. “Aku minta maaf, Key.” Sungguh, aku tidak mengerti dengan sikapnya. “Untuk apa minta maaf? Bukannya kamu ingin selalu menyakitiku dari awal kita menikah? Aku tahu kalau kamu sengaja melakukan itu karena kamu tidak mengharapkanku. Kamu nggak perlu melakukan itu lagi, aku sudah ikhlas jika harus berpisah denganmu.” Aku makin yakin untuk mengakhiri hubungan kami karena saat ini Kenzo telah kembali. Tiba-tiba Farid menarikku hingga terduduk di sampingnya. “Kenapa kamu harus mengucapkan kata perpisahan padaku? Aku akan mengingatkan kamu kalau aku tidak akan menceraikanmu. Ingat itu.”
🏵️🏵️🏵️ “Waktu kamu tertidur malam itu di meja kerja, aku menggendongmu ke tempat tidur ini. Tapi kamu meronta hingga kukumu mengenai leherku.” Akhirnya, Farid memberikan penjelasan tentang apa yang terjadi malam itu. Aku merasa terharu mendengar penjelasan Farid. Ternyata sebelum aku dan dia bertemu Kenzo, dirinya sudah menunjukkan perhatian. Namun, aku justru tidak menyadari apa yang dia lakukan. Kuku panjangku telah melukai leher Farid, tetapi dia tidak memberitahukannya saat itu kepadaku. Selama ini, aku menganggap kalau dia hanya berusaha untuk menyakiti dan melukai perasaanku, ternyata pemikiran itu salah. “Aku tidur di sofa aja,” ucapku mengalihkan pembicaraan lalu melepaskan genggamannya. “Nggak boleh. Kamu tetap tidur di sini. Biar aku aja yang tidur di sana.” Dia melihat ke arah sofa. “Jangan. Tadi kamu bilang nggak nyaman.” “Nggak apa-apa. Aku akan belajar.” “Aku nggak mau. Biarkan aku tidur di sofa.” Aku masih tetap bersikeras. Tiba-tiba Farid menarik tubuhku dal
🏵️🏵️🏵️ Jika ada yang bertanya bagaimana perasaanku saat ini, aku tidak akan mampu memberikan jawaban. Di satu sisi, Farid suamiku. Sementara di sisi lain, sang pujaan hati kini ada di depan mata. Kenapa Farid dan Kenzo harus datang bersamaan? Aku sangat tahu kalau Farid tidak menyukai Kenzo semenjak dia mengetahui bahwa laki-laki itu orang yang aku cintai. Yah, walaupun sampai detik ini, aku tidak mengerti kenapa Farid mengetahui kenyataan itu. “Pak Kenzo di sini juga.” Farid mengembangkan senyumnya di depan Kenzo. “Iya, Pak. Saya ingin bertemu teman lama. Tapi ternyata teman yang lain di sini juga.” Kenzo melihat ke arahku. “Pak Kenzo mengenal mereka berdua?” Farid melihat ke arahku dan Alea. “Iya, Pak. Kami sudah lama saling mengenal.” Kenzo telah membuka kebenaran, padahal sebelumnya Farid tidak tahu kalau aku dan Kenzo merupakan sahabat lama. “Ooo … ternyata sahabat lama. Tapi waktu Pak Kenzo bertemu Keyra di kantor saat itu, tidak menunjukkan kalau kalian sahabat lama.”
🏵️🏵️🏵️ Farid masih terus berbicara, sedangkan aku hanya sebagai pendengar. Aku tidak memberikan respons sedikit pun atas apa yang diucapkan dirinya. Tanpa kusadari, akhirnya isi yang ada di piring pun habis tidak tersisa. Farid meraih gelas dari nakas lalu memberikannya kepadaku. Setelah aku menenggak air dalam gelas tersebut, Farid pun keluar dari kamar sambil membawa piring yang telah dia ambil dari tanganku. Setelah beberapa menit, Farid kembali ke kamar lalu mengunci pintu. Laki-laki itu berjalan menghampiriku, kemudian kembali duduk di tempat semula. Tiba-tiba dia mengembangkan senyumnya kepadaku. Sungguh menyebalkan. “Kamu masih marah?” Farid kembali membuka suara. “Aku nggak tahu dan aku nggak ngerti dengan sikapmu yang tiba-tiba berubah seperti ini. Ada apa denganmu?” Aku ingin tahu apa jawaban yang akan Farid berikan. “Kenapa? Kamu nggak suka?” “Kenapa kamu balik bertanya?” Aku serius bertanya kepadanya, tetapi dia justru membalasku dengan pertanyaan juga. Aku kesal
🏵️🏵️🏵️ Dua minggu telah berlalu, sikap yang Farid tunjukkan benar-benar membuatku makin luluh. Dia berubah menjadi sosok yang perhatian dan peduli kepadaku. Melihat perubahannya yang seperti itu, membuatku makin yakin membuka hati untuknya dan tidak lagi merasakan penyesalan karena telah menyerahkan diri kepada laki-laki itu. Aku sangat terharu karena sikap Farid yang dulu dan sekarang sangat jauh berbeda. Dulu, dia sosok yang dingin bak batu es, tetapi saat ini telah berubah menjadi laki-laki yang selalu membuatku tersenyum. Satu hal yang membuatku makin terpesona adalah bahwa Farid telah mengutarakan perasaannya kepadaku seminggu yang lalu. Setelah kejadian penyerahan diri malam itu, dia berjanji tidak akan pernah menyakitiku lagi. Aku juga kian terlena dengan panggilan khusus yang Farid berikan kepadaku. Setelah kejadian malam itu, dia memanggilku dengan sebutan “Sayang”. Aku ingin terbang tinggi setiap dia bersikap lembut dan romantis. Farid telah berubah menjadi suami idama