Share

cepat 7 A

Author: ananda zhia
last update Last Updated: 2025-05-17 08:09:59

"Kamu ... Ais... Aisyah? Tidak mungkin!" tanya Arman terbata. Dia menelan ludah. Mendadak bayangan di cermin itu menangis dan berteriak tanpa suara. Dan sebelum Arman sempat berpikir apa yang akan dilakukannya, sepasang tangan hitam yang berbau busuk keluar dari kaca dan mencekik leher Arman!

Arman meronta, mencengkeram tangan yang mencekik lehernya dan mencoba melepaskan cekikan itu. Lampu kamar mandi menjadi hi dup ma ti. Dan Arman tampak semakin lemas karena kesulitan bernapas.

Hhheeeeghhh!

Hhheegghhh!

Arman mulai memejamkan matanya karena benar - benar tidak ada udara yang masuk. Lelaki itu terkulai lemas. Saat Arman berpikir akan ma ti, mendadak terdengar suara dari luar.

Tok!

Tok!

Tok!

"Arman! Arman! Kamu tidak apa- apa?” tanya ibunya dari luar pintu dengan nada khawatir.

Lampu kamar mandi menyala lagi seperti semula, tangan hitam yang mencekik leher Arman, mendadak menghilang. Tubuh Arman merosot ke bawah, dan terduduk di lantai dengan kamar mandi dengan lemas.

Dengan kesadaran yang tersisa, Arman menghela napas panjang, mencoba meraup oksigen dengan rakus agar tetap bertahan hidup.

Suara ketukan di pintu berubah menjadi gedoran, Arman yang merasa masih lemas berusaha untuk berdiri dan membuka pintu kamar mandi dengan tertatih-tatih.

Begitu pintu kamar mandi terbuka, tampak wajah ibu Arman yang penuh dengan kecemasan.

"Kamu nggak apa - apa, Man?!" tanya Ibu Arman cemas.

Arman menatap ibunya dengan mata nanar.

"Bagaimana... Ibu tahu jika sesuatu terjadi padaku di dalam kamar mandi?" tanya Arman sambil dengan terbata.

Ibunya menangkup kedua pipi sang anak.

"Firasat ibu tak pernah salah, Man. Apalagi saat ibu mendekat ke arah kamar mandi, ibu mendengar suara kamu seperti tercekik," sahut ibunya.

Arman menghela napas panjang lalu mengajak ibunya menjauh dari kamar mandi.

"Bu, tadi aku melihat Ais."

Ibunya mendelik mendengar ucapan Arman.

"Ais? Mantan kamu yang telah meninggalkan kamu tanpa kata dan sudah selingkuh dengan teman di kampungnya?" tanya sang ibu memastikan.

Arman mengangguk.

"Ya, Arman melihat Aisyah di kaca. Dia sangat mengerikan dan bahkan dia bisa mence k ik Arman sampai tidak bisa bernapas dan mungkin Arman bisa ma ti kalau ibu tidak datang," sahut Arman.

Ibunya mengerutkan dahi.

"Kamu masih mencintai Ais kah, Man?! Sampai masih terbayang padanya? Bahkan dia sudah meninggalkan kamu lama sekali!" tanya ibunya heran.

Dengan cepat, Arman menggeleng.

"Arman sungguh sudah ikhlas, Bu. Arman dan Ais belum berjodoh. Tapi yang kuherankan kenapa Ais baru muncul sekarang dan dalam wujud yang menyakitiku?" tanya Arman lagi.

Ibunya hanya mengedikkan bahu.

"Ibu tidak tahu. Bisa saja kamu terbawa keadaan atau karena kamu sedang sedih karena kondisi istrimu dan peristiwa misterius yang terjadi tadi," sahut ibunya.

Arman terdiam. "Kalau begitu, saya juga akan bertanya pada pak Ahmad. Apakah hal ini berkaitan atau memang khayalan saya saja," sahut Arman akhirnya.

Ibunya mengangguk. "Ya, kalau menurutmu hal itu bisa membantumu keluar dari masalah pelik ini, ibu akan selalu mendukungmu. Asal jangan sampai pak Ahmad tadi adalah penipu yang menyamar dan sedang mencari mangsa dengan pura - pura mengetahui hal ghaib," saran ibunya.

"Tentu saja, Bu. Arman akan selalu waspada dan tidak akan kehilangan akal sehat," sahut Arman mantap.

***

Pagi-pagi, sebelum berangkat ke kantor, Arman menelepon mami Siska. Ia tahu kabar ini harus disampaikan, meskipun berat.

“Arman, ada apa?” tanya mami Siska di seberang telepon. Suaranya terdengar ceria, tidak menyadari apa yang akan ia dengar.

“Mami… Siska di rumah sakit,” kata Arman, mencoba menjaga nada suaranya tetap tenang.

“Apa?” suara mami Siska langsung berubah tegang. “Kenapa? Apa yang terjadi?”

Arman menjelaskan kondisi Siska dengan runtut. Semuanya, tanpa terkecuali.

"Mami, Arman tahu hal ini tidak masuk akal, tapi memang semua itu yang sedang terjadi. Ada sesuatu hal yang aneh mengganggu keluarga kami, dan Arman pun tidak tahu apa yang sebenarnya menimpa keluarga Arman. Karena Arman merasa tidak punya musuh," ujar Arman panjang lebar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • CEPAT PULANG, PA! MAMA JADI SETAN!    cepat 28 C

    Di sisi lain, Arman—seorang duda beranak satu yang juga memiliki latar belakang pendidikan tinggi—sering memperhatikan Dinda. Awalnya, ia hanya menghargai kecerdasannya. Namun, seiring berjalannya waktu, ia merasa ada sesuatu yang lebih dari sekadar kekaguman. Perasaan itu membuatnya gelisah. Ia pun memutuskan untuk berbicara dengan ibunya, Ayu."Ibu, aku ingin bicara sesuatu," kata Arman dengan nada serius saat mereka duduk di ruang tamu.Ayu menoleh, menatap putranya dengan penuh kasih sayang. "Ada apa, Nak? Kau terlihat serius."Arman menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Bagaimana menurut Ibu jika aku ingin melamar Dinda?"Ayu terdiam. Ia memang menyukai Dinda, gadis itu adalah sosok yang baik, pintar, dan berakhlak mulia. Namun, ada satu hal yang membuatnya ragu: perbedaan status mereka. Walaupun sama-sama lulusan S2, Dinda masih gadis, sementara Arman adalah seorang duda dengan seorang anak. Ia tidak ingin Dinda merasa terbebani."Nak, ini bukan perkara mudah. Kau duda

  • CEPAT PULANG, PA! MAMA JADI SETAN!    cepat 28 B

    "Ayah, kardus Mbak Dinda ditaruh di mana?" tanya Ragil yang sedang menjunjung satu kardus bekas berisi buku-buku Dinda untuk kuliah. Di belakang Ragil tampak Edi yang sedang membawa dua tas kain berukuran besar."Eh, ada Mas Ahmad!" ujar Ragil sambil masuk ke dalam ruang tamu, meletakkan kardusnya ke lantai, dan menyalami Arman. Edi pun mengikuti Ragil dan menyalami Arman."Lanjutkan saja ngobrolnya. Saya mau beres-beres barang Mbak Dinda yang sebentar lagi wisuda, jadi sekalian pindahan ke pondok," ujar Ragil dengan senyum lebar. "Letakkan saja di kamar Dinda," jawab Ustadz Ahmad dengan tenang.Ragil mengangguk dan melangkah keluar ruang tamu, diikuti oleh Edi. Mereka berjalan menuju halaman untuk mengambil barang-barang lain dari mobil Xpander milik pondok pesantren.Dinda memang anak yang cerdas dan penuh semangat. Sejak kecil, ia sudah menunjukkan ketertarikannya dalam dunia pendidikan agama. Tidak heran jika sekarang ia ingin mengabdikan dirinya di pondok pesantren milik ayahnya

  • CEPAT PULANG, PA! MAMA JADI SETAN!    cepat 28 A

    Seharusnya saya bertanya pada mbok Darmi atau pak Darto, tapi saya tahu hal itu tidak mungkin. Saya ingin sekali melihat makamnya untuk pertama dan terakhir kali dalam hidup saya. Apa ustadz Ahmad kira - kira bisa menunjukkan makam Aisyah dengan kekuatan dzikir atau firasat, atau apapun itu?" tanya Ahmad dengan ragu. Ustadz Ahmad menatap wajah lelaki di hadapan nya dengan prihatin. "Saya tidak bisa mencari makam seseorang dengan cara seperti itu, Pak Arman. Kalau pak Arman ingin mencari makam mbak Ais, lebih baik bertanya pada tetangga atau yang pernah mengenal orang tuanya," ujar Ustadz Ahmad seraya menghela napas panjang.Arman menunduk."Maaf, Ustadz. Apa tidak ada cara lain? Selama mengenal Ais, dia tidak pernah membawa saya ke rumah nya di kampung, dan tidak pernah memperkenalkan saya pada orang tuanya yang sedang bekerja di luar negeri. Bahkan saya hanya melihat foto nya sekali dua kali, jadi saya tidak bisa mengenal saat bertemu dengan pak Darto dan mbok Darmi yang juga sudah

  • CEPAT PULANG, PA! MAMA JADI SETAN!    cepat 27 B

    "Alhamdulillah, kalian datang lagi," ujar Ustadz Ahmad dengan senyum lebar. Ayu dan Arman tersenyum. Arman bersalaman dengan ustadz Ahmad. Sedangkan Ayu hanya mengatupkan kedua telapak tangannya di depan dada. "Mari bicara di dalam," ajak Ustadz Ahmad dengan ramah.Ayu dan Arman mengangguk, lalu berjalan mengikuti ustadz Ahmad masuk ke dalam ruang tamu dan duduk di kursi nya yang terbuat dari anyaman rotan. "Bagaimana kabar nya Pak Arman? Apa ada gangguan atau teror lagi yang menyerang keluarga pak Arman?" tanya Ustadz Ahmad serius. Arman dan ibunya menggeleng. "Alhamdulillah tidak ada pak Ustadz. Kami ke sini karena ingin silaturahmi dengan pak Ustadz," sahut Arman tersenyum. Mata ustadz Ahmad berbinar. "Alhamdulillah, syukurlah kalau begitu, pak Arman, bu Ayu. Insyallah dengan berbuat baik pada sesama makhluk hidup dan selalu berusaha mendekat kan diri pada Allah, rutin salat dan mengaji, puasa sunnah, perbanyak dzikir, kita bisa terjauh dari niat jahat manusia dan jin," ujar U

  • CEPAT PULANG, PA! MAMA JADI SETAN!    Cepat 27 A

    Dukun tua itu terhuyung ke belakang, matanya terbelalak ketakutan. Dadanya naik turun cepat, napasnya tersengal-sengal. Tangan kasarnya yang penuh kerutan mencengkeram dada seakan hendak mencabut sesuatu yang tak kasat mata dari dalam tubuhnya. Rasa panas menjalar dari perutnya, naik ke dada, lalu menjalar ke tenggorokannya seperti api yang membakar dari dalam."Ukhh... Ukhh..." Batuknya terdengar berat, dan tiba-tiba, darah hitam kental menyembur dari mulutnya, mengotori jubah lusuh yang ia kenakan.Tubuhnya bergetar, menggigil hebat. Ia mencoba berjalan tapi tersandung dan jatuh ke lantai tanah, jari-jarinya mencakar tanah dengan liar, mencari pegangan yang tak ada. Matanya mencari-cari sesuatu, seseorang, tapi tak ada yang bisa menolongnya. Ia berusaha merangkak menuju pintu gubuk reotnya, tetapi tubuhnya terasa semakin berat. Seperti ada ribuan tangan tak terlihat yang menariknya kembali ke dalam kegelapan."Sialan!" gumamnya dengan suara parau. "Santet ini adalah santet paling be

  • CEPAT PULANG, PA! MAMA JADI SETAN!    cepat 26 B

    Ia telah mengamati jadwal Ayu selama beberapa hari. Wanita itu selalu keluar dari kamar setiap beberapa jam, entah untuk mengambil makanan, mengurus administrasi, atau sekadar mencari udara segar. Sabar adalah kunci.Suatu sore, pintu kamar itu terbuka. Ayu keluar dengan langkah cepat, menggenggam kantong plastik kecil berwarna putih. Wajahnya tampak lelah, tetapi ia tetap berjalan menuju tempat pembuangan sampah di ujung lorong.Dukun itu menajamkan penglihatannya. Kantong plastik itu tampak ringan, tapi ia bisa menduga isinya—mungkin tisu bekas, mungkin sisa makanan, atau... sesuatu yang lebih berharga baginya.Saat Ayu melemparkan kantong itu ke dalam tempat sampah dan berbalik pergi, dukun itu menunggu beberapa detik sebelum berdiri dan berjalan santai ke arah yang sama. Sekilas ia melihat ke kanan dan kiri, memastikan tidak ada yang memperhatikannya. Lalu, dengan gerakan cepat, ia mengambil kantong plastik itu dan menyelipkannya ke dalam sakunya.Di dalamnya, sesuatu yang kecil d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status