CEPAT PULANG, PA! MAMA JADI SETAN!

CEPAT PULANG, PA! MAMA JADI SETAN!

last updateLast Updated : 2025-04-06
By:  ananda zhiaOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
6Chapters
6views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Arman, 33 tahun, seorang manajer di perusahaan meubel harus lembur untuk mendapatkan uang lebih karena merencanakan liburan akhir bulan. Tapi belum waktunya pulang dari Kantor, Asha (7 tahun) menelepon nya dan mengatakan bahwa Siska (30 tahun) , ibunya menjadi setan. Arman pun tidak jadi lembur dan memilih untuk pulang ke rumah nya. Apa yang sebenarnya terjadi kemudian adalah terungkapnya sebuah rahasia dan kejahatan yang sudah dilakukan oleh Siska, sang istri.

View More

Chapter 1

cepat 1

CEPAT PULANG, PA! MAMA JADI SETAN!

"Pa, cepat pulang! Mama jadi setan!"

Suara itu melengking di ujung telepon, membuat Arman terlonjak dari tidur. Jantungnya berdegup kencang, tangan menggenggam ponsel begitu erat hingga buku-buku jarinya memutih. Ia menatap layar yang berkedip-kedip, menampilkan nama putrinya, Asha, yang baru berusia tujuh tahun.

“Asha? Apa maksudmu?” tanyanya tergesa-gesa, suaranya serak karena baru terbangun.

“Mama… Mama aneh, Pa. Matanya merah, suaranya kayak orang lain. Dia nyebut-nyebut nama yang aku nggak ngerti,” Asha terdengar terisak. “Pa, aku takut…”

Detik itu juga Arman tahu, ini bukan sekadar mimpi buruk. Asha bukan tipe anak yang suka bercanda, apalagi di saat dia sibuk bekerja. Ada sesuatu yang salah.

“Dengar, Nak, jangan mendekat ke Mama, ya? Kamu sembunyi di kamar dan kunci pintunya. Papa akan pulang sekarang juga,” ujar Arman, suaranya gemetar namun berusaha terdengar tenang.

“Tapi… Mama ada di depan pintu kamar aku sekarang, Pa…” suara Asha nyaris berbisik, tetapi cukup untuk membuat napas Arman tersengal.

Hening.

Lalu terdengar ketukan pelan di latar belakang telepon.

Tok… tok… tok.

“Asha, jangan buka pintunya! Papa di jalan!” Arman langsung bangkit dari tempat tidur, menyambar kunci mobil dan dompet tanpa berpikir panjang. Hatinya berdegup tak karuan, pikirannya dipenuhi bayangan buruk tentang apa yang mungkin terjadi di rumah.

Ketika ia melangkah keluar menuju mobil, telepon itu masih tersambung. Napas Asha terdengar pendek-pendek, hampir seperti tercekik.

“Asha? Kamu masih di sana?” Arman bertanya, mencoba memastikan putrinya tetap aman.

“Pa…” suara Asha hampir tak terdengar. “Mama nggak ketuk pintunya lagi.”

Arman terdiam, menghentikan langkahnya.

“Apa maksudmu?” tanyanya perlahan.

“Mama…” Asha tersendat-sendat. “Mama sekarang di kamar… Asha takut!"

Mendadak suara petir terdengar menggelegar di luar kantor Arman, membuat lelaki itu nyaris terlompat dari kursinya. Dan ponselnya terlepas dari genggaman Arman, jatuh ke lantai dengan bunyi dentingan yang memecah waktu maghrib.

"Kamu tenang, Sha! Papa pulang sekarang!" ujar Arman tergesa setelah memungut kembali ponselnya.

Panggilan terputus. Arman kembali menelepon Asha. Tapi anaknya tak kunjung menerima panggilannya.

Arman menatap ke arah jam bulat yang menempel di dinding ruangannya. Sudah jam enam petang. Arman memang rencananya ambil lemburan sampai jam delapan malam. Tapi tak disangka, ada kejadian seperti ini.

Tanpa berpikir dua kali, Arman langsung melesat keluar ruangannya. Dia segera menuju ke tempat parkir, lalu melajukan mobilnya seperti orang kesetanan. Jalanan lengang di tengah malam membuatnya memacu kecepatan hingga tak lagi memedulikan lampu lalu lintas. Teleponnya kini tersambung dengan speaker mobil, namun hanya keheningan di seberang yang menyiksanya.

“Asha? Kamu masih dengar Papa, kan?!” Arman mencoba memecahkan keheningan, namun tak ada jawaban.

Yang terdengar hanyalah suara aneh—napas berat, disertai bisikan samar seperti berbahasa asing. Suara itu bukan milik Asha.

“Asha! Jawab Papa!” Arman hampir berteriak, namun tetap tak ada respons. Jari-jarinya mencengkeram setir begitu kuat hingga terasa kesemutan.

Seketika pikiran-pikiran buruk menyerbu benaknya. Apa yang terjadi di rumah? Apa yang telah merasuki istrinya?

Saat mobilnya berbelok memasuki area perumahan, ia melihat rumah mereka berdiri sunyi dalam kegelapan. Lampu depan yang biasanya menyala kini m a ti, menciptakan bayangan menyeramkan dari pohon besar di halaman.

Arman keluar dari mobil, langkahnya tergesa-gesa menuju teras rumahnya. Desau angin dingin menyambut kedatangannya membuat bulu kuduk Arman merinding. Namun, sesuatu membuatnya berhenti. Di jendela lantai dua, di kamar Asha, ia melihat seseorang berdiri di balik tirai.

Sosok itu tidak bergerak. Hanya menatap lurus ke arah Arman, meskipun wajahnya tertutupi bayangan. Tapi ada sesuatu yang membuat tengkuknya meremang—mata itu… bersinar merah.

“Ya Tuhan…” gumam Arman.

Ia segera mencoba membuka pintu, namun terkunci. Tangan gemetar merogoh saku mencari kunci rumah, dan setelah menemukannya, ia buru-buru memutar kenop. Saat pintu terbuka, bau menyengat menyeruak ke hidungnya. Seperti bau busuk bercampur belerang.

Rumah itu gelap gulita. Arman menyalakan lampu di ruang tamu, tapi lampu berkedip-kedip sebelum akhirnya mati kembali. Suara langkah kakinya bergema di lantai keramik saat ia melangkah masuk.

“Asha? Asha, Papa sudah di rumah! Kamu di mana, Nak?” panggilnya, suaranya bergetar.

Hening.

Arman mendengar suara samar dari arah dapur—seperti suara sendok yang jatuh. Dengan hati-hati, ia melangkah ke arah sumber suara.

Di sana, ia menemukannya. Istrinya, Siska, berdiri di depan wastafel dengan posisi tubuh yang kaku. Rambut panjangnya tergerai, menutupi sebagian wajahnya. Ia tidak bergerak, hanya berdiri diam seperti patung.

“Siska…” panggil Arman pelan.

Wanita itu perlahan berbalik. Wajahnya pucat, matanya kosong seperti bola kaca. Tapi bibirnya melengkung menjadi senyum aneh yang terlalu lebar, hampir seperti robek hingga ke telinga.

“Arman,” suaranya keluar, namun bukan suara Siska. Lebih berat, lebih serak, dan terdengar seperti berasal dari dua mulut sekaligus.

“Apa yang kau lakukan pada anakku?!” Arman membentak, meskipun ia tahu sosok ini bukan istrinya lagi.

Siska—atau entitas yang ada di tubuhnya—tertawa pelan. Suara itu semakin keras, menggema di seluruh ruangan.

“Anakmu?” katanya sambil melangkah maju, tubuhnya bergerak dengan gerakan patah-patah yang tidak manusiawi. “Dia aman… untuk saat ini.”

Arman mundur selangkah, jantungnya berpacu liar. Matanya melirik sekeliling, mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk melindungi diri.

“Di mana Asha?!” Ia berteriak, namun sosok itu tidak menjawab. Sebaliknya, Siska mendongak ke arah tangga, lalu tersenyum lebih lebar.

“Dia… di kamar,” bisiknya.

Arman tidak menunggu lebih lama. Ia berlari menaiki tangga, tidak peduli dengan suara tertawa di belakangnya yang kini terdengar seperti jeritan ribuan orang sekaligus.

Ketika ia sampai di depan kamar Asha, tangannya gemetar saat menyentuh kenop pintu. Ia mendorongnya terbuka, dan pandangan pertama yang ia dapatkan membuat darahnya membeku.

Asha berdiri di sudut kamar, wajahnya pucat dan penuh air mata. Tapi itu bukan yang paling mengerikan.

Di langit-langit kamar, tepat di atas kepala Asha, sosok hitam dengan mata merah menyala menempel seperti laba-laba, menatap Arman dengan senyum yang sama menyeramkannya.

Next?

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
6 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status