Home / Lainnya / CINBU dan HURIN (Cinta Seorang Budak) / Bab 7 : Apakah Aku Akan di .... (Bagian 2)

Share

Bab 7 : Apakah Aku Akan di .... (Bagian 2)

Author: Adny Ummi
last update Last Updated: 2021-09-30 07:56:24

Bab 7 : Apakah Aku Akan di .... (Bagian 2)

"Hei, bangun ... Shaki ... bangunlah." Seorang wanita paruh baya dengan tudung kepala membangunkan Zara. 

Zara mengerjapkan mata, hendak mengembalikan kesadarannya. Sejenak ia memandang wanita asing di depannya. Sontak ia membangunkan tubuhnya dan duduk di pinggir dipan. 

"A-Anda siapa?" tanyanya. 

"Aku Benazir. Aku budaknya Nyonya Marie ...," jawab wanita itu sembari tersenyum hangat. 

"Marie ...?" Dahi Zara berkerut. 

"Maksudku Ummu Rasyad," lanjut Benazir. 

"Oh ...," lirih Zara. 

"Nyonya menyuruhku membangunkanmu, ia menyuruhmu makan siang."

Mendengar makan, Zara refleks memegang perutnya yang memang belum terisi. Ia makan tadi pagi sebelum dibawa ke rumah ini oleh prajurit Hajjaz. Benazir berdiri, kemudian membantu merapikan kudung yang dipakai oleh Zara. Ya, sejak ditawan oleh Hajjaz memang ia diwajibkan memakai penutup kepala. 

"Ayo," ajak Benazir sembari menggandeng lengan Zara. 

Zara lalu mengikuti langkah Benazir. Sampai di meja makan, tampak Marie yang sedang duduk di salah satu kursi. 

"Ke mari, Shaki ...," ucapnya lembut sambil tersenyum tipis. Kali ini wanita itu tak memakai kerudung dan juga cadarnya, tampaklah rambut coklat yang bercampur dengan banyak helaian putih di atas kepalanya. 

Zara mengangguk, kemudian duduk di hadapan Marie. Benazir juga ikut duduk di sebelah gadis berwajah sendu itu. 

"Makanlah ...," perintah Ummu Rasyad. 

"Hemm, a-Anda tidak makan, Bu?" tanya Zara melihat Marie yang sedang mengunyah potongan buah di hadapannya. 

"Aku sudah makan tadi. Kata Benazir tadi siang kau tertidur. Aku suruh dia biarkan dulu kau istirahat. Sekarang sudah sore, bahkan aku sudah shalat Ashar, kau masih tertidur. Ya aku suruh Benazir membangunkanmu. Soalnya kau belum makan sejak datang ke mari." Marie menjelaskan panjang lebar. 

"Ma-af, kalau aku tidur kelamaan," Zara tak enak hati. Memang ia juga merasa bahwa sepertinya ia tidur cukup lama. Baru kali ini ia kembali tidur nyenyak. 

"Ya sudah, kau makan dulu." 

Lalu dengan malu-malu Zara pun mengambil makanan di hadapannya. Memakannya dengan perlahan. 

"Benazir, setelah Shaki makan, pinjamkan dia baju bersih. Antarkan ia mandi dan berdandan, aku tak mau putraku melihat budak wanita pertamanya berwajah pucat seperti itu," ujar Marie kepada budaknya.

Zara terdiam sejenak mendengar itu. Hatinya gundah, kembali menyadari bahwa ia sekarang adalah seorang budak. 

"Baik, Nyonya ...," sahut Benazir. 

"Jangan banyak melamun, Shaki," tegur wanita tua bersahaja itu kepada Zara yang tiba-tiba berhenti memakan makanannya. 

Zara pun mengangguk, kemudian melanjutkan makan dengan perasaan yang tidak karuan. Ada rasa takut juga bimbang. Ia ingat bagaimana seorang budak diperlakukan di istananya dulu. 

***

"Shaki, ayo ikut aku." Budak dari Ummu Rasyad mengajakku mengikutinya. 

Kulangkahkan kaki ini dengan gontai. Benazir membawaku ke sebuah bilik air, ia memberikan baju bersih sebagai ganti. Ya, aku tak sempat membawa pakaianku tadi pagi. Setelah membersihkan diri dan memakai pakaian yang diberikan oleh Benazir, aku pun kembali ke kamar dengannya. Benazir memberikanku sisir untuk merapikan rambut. 

"Kau cantik sekali, Shaki ...," ucapnya. Hanya kubalas dengan senyum tipis. Sungguh aku tak bersemangat rasanya. 

"Tuan Rasyad beruntung sekali mendapat budak yang sangat cantik sepertimu, ini pertama kalinya ia mendapat bagian ganimah berupa budak. Biasanya hanya keping dinar dan senjata," lanjut Benazir. 

"Hemm, Benazir. Bagaimana Tuan Rasyad itu? Ma-maksudku bagaimana wataknya?" Ada rasa takut yang dari tadi menyelusup di relung hati ini. Apakah aku harus melayani tuanku di atas ranjangnya seperti budak-budak wanita yang pernah melayani kakakku jika kerajaan mereka kalah perang? 

"Tuan Rasyad itu baik, tapi dia sangat keras kepada orang kafir harbi, dia benci sekali dengan kekafiran," jelas Benazir. 

"Kau juga kafir, kan, Benazir? Kau beragama apa?" tanyaku lagi. 

"Aku tak percaya adanya Tuhan dan agama," jawab Benazir. 

"Oh, begitu ...," lirihku. 

Benazir kemudian memoles wajahku dengan riasan setelah membantu mengepang rambutku. Setelah makan malam aku disuruh menunggu di kamar Tuan Rasyad. Hatiku semakin tidak tenang. Oh, ruh suci apa yang akan orang itu lakukan kepadaku. 

Benazir bilang Tuan Rasyad sangat benci dengan orang kafir seperti kami. Ya, siapa pun yang tidak menerima Islam, maka ialah kafir. Itu termasuk aku. Apa ia akan bersikap kasar kepadaku? 

Terdengar suara berat seorang lelaki di luar kamar sedang berbicara dengan Nyonya Marie, ya aku mulai memanggilnya 'nyonya' seperti Benazir. Bukankah ia ibu dari Tuanku? Tidak begitu jelas apa yang mereka bicarakan, tapi aku tahu, akulah yang menjadi bahasan mereka. 

Kemudian beberapa saat tidak lagi terdengar suara mereka berbicara. Orang itu pasti menuju ke mari. Ya! Pasti dia ke mari. Seketika aku pun panik, mataku nanar melihat-lihat ke seluruh ruang kamar besar ini, apa yang harus aku lakukan?

Tersaruk-saruk aku menghambur ke balik lemari yang ada di pojok kamar. Jantungku berdebar kencang, keringat pun mengalir deras dari dahi dan punggung. Tubuhku gemetar hebat, kemudian melorot di dinding dan seketika bersimpuh di lantai yang dingin. 

Pintu berderit nyalang, aku tahu orang itu yang datang. Terdengar langkah kaki yang kian mendekat. Bulir bening telah menggelantung di pelupuk mataku. 

Kupeluk kaki ini seraya membayangkan apa yang bakalan pria itu lakukan kepadaku. Apakah ia akan memaksaku untuk melayani nafsu syahwatnya seperti yang biasa dilakukan seorang tuan kepada budak wanita? Air mata pun tumpah tak lagi dapat tertahan, inilah hari kehancuranku ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • CINBU dan HURIN (Cinta Seorang Budak)   Bab 73 : Ekstra Part

    Bab 73 : Ekstra PartSetelah Hurin sembuh sepenuhnya, ia pun diboyong kembali ke Kesulthanan Konstin. Sampai di sana, wanita muda jelita itu disambut meriah oleh sang ibu, Zara Shaka Arb. Hurin sangat bahagia. Kini ia merasa sangat sempurna dengan keluarga yang lengkap.Selama hampir dua bulan Hurin mengalami nifas akibat kehilangan janin yang ternyata sudah berusia sebulan lebih. Selama itu juga ia mengonsumsi madu pilihan juga ramu-ramuan dari tabib istana untuk mengembalikan kesehatan dan kesuburannya. Sejak wanita jelita itu masuk Islam, inilah kali pertama dalam waktu yang lama ia tidak menjalankan ibadah shalat. Ia sangat rindu untuk melakukan itu.Inilah hari di mana ia telah selesai melewati masa nifas yang sampai empat puluh hari. Akhirnya kerinduannya untuk shalat terobati. Karena merasa bersih di waktu Isya, ia pun mengqada shalat magrib, dilakukan di waktu Isya. Setelah selesai shalat, wanita muda itu duduk d

  • CINBU dan HURIN (Cinta Seorang Budak)   Bab 72 : Terang

    Bab 72 : TerangFakhrurrazi bersama lima orang pengawalnya heran melihat perbatasan di lembah Sira. Tenda-tenda milik pejabat dan tentara Negara Konstin telah bersih. "Ke mana semua orang?" tanya pria itu. Matanya diedarkan ke sekeliling tempat itu."Mereka tidak mungkin pulang, Tuan! Kita tidak melihat mereka menuju jalan pulang." Salah seorang pengawal mendekati Fakhrrurazi. Mereka semua masih di atas tunggangannya masing-masing.Sang pejabat menteri mengangguk. "Kita menyebar dan berkumpul lagi di sini untuk melaporkan hasil penglihatan masing-masing sampai menjelang Dzuhur. Kau dan kau ke arah sana, kau juga kau ke sana. Aku dan dia ke sana!" perintah Fakhrurazi mengarahkan kelima prajuritnya."Baik, Tuan!" jawab para prajurit itu serentak.Sampai menjelang waktu Dzuhur, Fakhrurazi bersama seorang pengawal yang memeriksa arah barat, tidak mendapat tanda-tanda keberadaan orang

  • CINBU dan HURIN (Cinta Seorang Budak)   Bab 71 : Hurin?

    Bab 71 : Hurin?"Ini surat dari Putri Mahkota Andusia," ujar salah seorang utusan dari Kerajaan Haura.Sulthan Abdul Aziz memberi isyarat kepada Fakhrrurazi. Sang pejabat menteri pun mengambil surat itu kemudian membacanya. Betapa terkejutnya ia ketika membaca tulisan tangan sang istri.'Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.Aku memutuskan untuk tidak kembali kepada engkau, Suamiku ... Raja Negeri Haura mejanjikanku kesenangan. Lagi pula kau hanya pejabat menteri biasa. Aku pasti lebih bahagia menjadi permaisuri dari Raja Hamran.Maafkan aku mengecewakanmu. Katakan kepada Sulthan Abdul Aziz, tidak perlu repot lagi berperang. Aku sudah memutuskan untuk memilih Raja Hamran dibandingkan suamiku sendiri.Oh, iya, aku tunggu berita kau menalaqku, Tuan Fakhrurazi.TertandaRoseline'Seketika

  • CINBU dan HURIN (Cinta Seorang Budak)   Bab 70 : Keputusan Roseline

    Bab 70 : Keputusan RoselineSetelah setengah harian mengobrol bersama Lucy, Roseline dan Jena pun pamit untuk pulang seusai shalat Dzuhur. Namun, sang putri berniat mengunjungi Elisa sebelum kembali ke istana."Wah, aku rindu sekali dengan Elisa, Tuan Putri!" seru Jena senang.Roseline mengulas senyuman. "Kita ke pasar dulu beli camilan dan buah untuknya. Dia 'kan sedang hamil, tentu dia senang dibawakan buah seperti waktu itu," ujar wanita cantik tersebut.Jena mengangguk dengan bibir yang senantiasa tersenyum.Rumah Elisa dan Steve berada di pinggiran kota. Melewati sedikit wilayah yang penuh dengan pepohonan. Hutan yang tidak begitu lebat. Bersama Nu'man, kusir baru keluarga, Roseline dan Jena menuju ke sana setelah mendapatkan camilan dan buah-buahan dari pasar.Tengah hari itu langit begiu cerah. Perjalanan menuju rumah Elisa memang t

  • CINBU dan HURIN (Cinta Seorang Budak)   Bab 69 : Keyakinan Diri

    Bab 69 : Keyakinan DiriKarena pikiran berat yang senantiasa mengusik, Roseline jatuh sakit. Badannya panas dan beberapa kali muntah, hingga membuat orang di sekitarnya khawatir. Fakhrrurazi memutuskan untuk mengambil cuti beberapa hari agar bisa merawat sang istri."Bagaimana keadaannya?" tanya Zara cemas kepada putranya setelah tiga hari sang putri sakit. Tampak di tangannya membawa sepinggan kecil potongan buah."Alhamdulillah, panasnya sudah turun, Bu," jawab Fakhrurrazi di depan pintu kamarnya sambil memegang bejana air yang sudah kosong. Sepertinya ia ingin ke dapur untuk mengisinya.Zara kemudian melangkah masuk melewati dua lapis tabir yang menyekat ruang itu menjadi tiga bagian. Tampaklah Roseline yang tengah melamun menatap ke arah jendela sambil berbaring di ranjangnya. Haris terlihat tengah memijat kaki sang ibu dengan jemari kecilnya.Ketika menyadari kedatangan Zara

  • CINBU dan HURIN (Cinta Seorang Budak)   Bab 68 : Kecamuk di Dalam Hati

    Bab 68 : Kecamuk di Dalam HatiMenjelang dini hari Fakhrurrazi kembali dari bertugas. Ia melihat sang putra dan istrinya telah terlelap. Oleh karena tubuh yang merasa begitu lelah, seusai membersihkan diri lelaki itu pun merebahkan diri di samping Roseline. Lengan kekarnya memeluk pinggang ramping sang istri. Tidak lama kemudian pria itu terlelap dengan sendirinya, ia tak menyadari jejak air mata yang ada di pipi wanitanya.Ketika waktu hampir subuh, Roseline terbangun. Kelopak mata indahnya mengerjap hendak mengembalikan kesadaran. Seketika ia menyadari ada lengan yang memeluk perutnya. Kembali pikiran wanita jelita tersebut terusik dengan kenyataan bahwa pria yang kini berada dekat tanpa jarak itu adalah kakaknya.Roseline menatap lekat wajah lelap sang pria. Sungguh rupawan, walau yang ia tahu pria itu dari ayah berbeda, tetapi bukankah mereka lahir dari rahim yang sama? Begitu pikirnya. Garis wajah di had

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status