Selama di perjalanan menuju ke rumah Azahra, Ferdi tidak ada henti-hentinya merasakan degup jantungnya yang tidak menentu. Suhu tubuhnya yang berubah setiap saat. Terkadang panas hingga keringat bercucuran di pelipis keningnya, saat gadis remaja itu menggombalinya. Namun juga terkadang adem ketika melihat senyum manis gadis tersebut. Pria itu tidak ada henti-hentinya tertawa ketika Gadis itu bercerita sangat lucu kepadanya. "Apa ini yang dikatakan cinta itu berjuta rasanya," pikir Ferdi di dalam hati. Namun pria itu secepat mungkin menghilangkan pikirannya.
Ferdi memberhentikan Mobilnya di halaman rumah milik unclenya. Pria itu memandang sekilas gadis yang duduk disampingnya.
"Abang turun dulu ya," pinta gadis tersebut.
“Iya,” jawab Ferdi yang sedikit tersenyum.
Azahra membuka pintu mobilnya dan kemudian turun dari dalam mobil yang diikuti oleh Ferdi.
Ferdi keluar dari dalam mobil, matanya tertuju memandang sosok anak laki-laki yang berwajah tampan dengan rambut hitam pekat. Rambut anak laki-laki itu panjang ke depan menutupi dahinya.
"Itu bang Akbar,” Azahra memberitahu Ferdi.
“Dia lagi main bola,” ucap Ferdi yang tersenyum memandang yang anak laki-laki yang sedang bermain bola dengan dua orang pria yang bertubuh tinggi dan juga besar. Ferdi menahan bola yang sampai di kakinya tersebut dengan meletakkan kakinya di atas bola itu. “Apa mau main bola barengan sama abang,” tanyanya.
Akbar memandang Ferdi dengan sedikit mengerutkan keningnya.
“Ini namanya abang Ferdi yang sering kakak ceritakan sama adek.” Azahra memberi tau adiknya.
Akbar diam memandang Ferdi. Anak laki-laki itu kemudian menganggukkan kepalanya. “Aku tidak keberatan bila melawan Om Abang,” ucap Akbar.
Ferdi diam ketika mendengar apa yang dikatakan oleh adik sepupunya. “Apa aku sudah tua beneran ya,” ucapnya di dalam hati.
“Adek jangan panggil om Abang, panggil abang aja,” Azahra memberitahu adiknya.
Akbar menganggukkan kepalanya. “Ayo kita mulai,” ajak Akbar yang sudah tidak sabar untuk melawan pria bertubuh tinggi dengan memakai seragam berwarna putih tersebut.
“Abang buka baju sebentar,” ucap Ferdi yang membuka kancing bajunya.
Azahra memperhatikan pria tersebut "cuman membuka kancing baju gitu aja kok kelihatannya udah keren sekali ya,” Azahra berkata di dalam hatinya. Dengan wajah yang bersemu merah Azahra mengalihkan pandangannya kelain arah. "Abang bajunya biar Rara yang pegang,” Azahra berkata dengan mengambil baju yang dipegang oleh Ferdi. Saat ini pria itu hanya memakai kaos berwarna putih tanpa kerah.
Azahra merasakan degup jantungnya yang begitu kuat. Sejak tadi jantung berdegup dengan sangat cepat. Namun kini terasa lebih cepat lagi. Ketika tanpa sengaja Ferdi memegang tangan Azahra. Azahra diam sesaat dan kemudian menarik tangannya. Azahra menundukkan wajahnya yang saat ini sudah sangat memerah.
Apa yang dirasakannya saat ini tidak pernah terbayangkan oleh dirinya sebelumnya. Bagaimana mungkin ia bisa merasakan sesuatu rasa yang aneh, ketika tanpa sengaja memegang tangan Azahra. "Seharusnya aku tadi cepat melepaskan tangannya, tapi kenapa aku malah sengaja memegang tangannya tanpa melepaskannya. Dia pasti akan menilai aku sebagai pria genit.” Ferdi perkata di dalam hatinya.
"Abang kenapa lama sekali, apa mau undur diri,” tanya Akbar yang sudah berdiri dengan gaya pemain bola profesional.
“Iya sebentar," Ferdi begitu malu untuk memandang gadis yang saat ini hanya menundukkan kepalanya di dekatnya. "Adek kami mau main bola,” Ferdi berkata dengan sedikit memandang Azahra.
“Iya,” jawab Azahra yang kemudian mencari posisi di pinggir lapangan mini tersebut. Azahra duduk dengan melipatkan kakinya di atas rumput yang hijau. Azahra tersenyum ketika memandang Ferdi yang sedang bermain bola bersama dengan Akbar. Azahra meletakkan tangannya di atas dadanya yang sampai saat ini masih berdegup dengan sangat hebatnya. "Bilang cinta lebih dulu pasti malu ya,” Azahra berkata ketika merasakan gejolak di dalam hatinya. Azahra memeluk baju milik Ferdi. Aroma wangi parfum yang menempel di baju itu sangat di sukainya.
"Adik Ayo semangat," ucap azahra yang memberikan semangat untuk adiknya.
Azahra bertepuk tangan ketika melihat adiknya yang sukses memasukkan bola ke gawang. "Adek hebat," sorak Azahra memberikan semangat untuk adik laki-lakinya.
Ferdi memandang ke arah Azahra saat gadis itu memberikan semangat untuk adiknya.
Ferdi begitu serius bermain bola bersama dengan Akbar. Ferdi berpura-pura kesal ketika Akbar dengan sengaja menertawakannya. Keringat sudah membasahi pelipis keningnya. Ferdi tidak bisa meremehkan anak kecil yang menjadi lawannya. Kemampuan bermain bola anak laki-laki itu ternyata sangat baik. Ferdi memandang kagum Akbar yang sudah memiliki teknik bermain bola yang sangat baik.
Ferti sudah mulai merasa kelelahan ketika anak itu dengan mudahnya berhasil memasukkan bola ke gawang berulang kali. Ferti sengaja memberikan anak itu kemenangan agar dirinya bisa secepatnya beristirahat.
"Aku tidak menyangka ternyata aku bisa menang melawan orang besar seperti Abang,” Akbar berkata dengan meletakkan tangannya di pinggangnya gaya angkuh, anak laki-laki itu begitu sangat menggemaskan.
"Ferdi menganggukkan kepalanya, ini Abang bisa kalah karena lagi capek, baru pulang ke Jakarta. Belum juga ada istirahat," ungkap Ferdi mencari alasan.
“Adik kakak main bolanya memang paling jago, ini kakak sudah bawain pizza sebagai hadia.” Azahra tersenyum dan mendekati adiknya dan memegang kotak pizza yang sudah dibelinya untuk adiknya tadi.
“Ye terima kasih Kakak, aku suka tuh,” ucap Akbar.
Azahra tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Azahra merapikan rambut adiknya. "Adik rambutnya dipangkas kenapa, udah nutupin kening,” omelnya.
“Nanti aku nggak keren Kak.” Akbar berkata dengan merapikan rambutnya ke sebelah kanan.
Ferdi hanya tersenyum ketika melihat perdebatan antara kakak dan adik tersebut.
"Abang langsung pulang ya dek, soalnya Abang belum mandi, capek ini sudah keringatan juga,” Ferdi berkata dengan mengambil baju yang diberikan oleh Azahra kepadanya.
“Nggak mau ikutan makan pizza,” Azahra menawarkan.
“Enggak usah lah Dek mau pulang aja lah, ini udah gerah sekali,” jawab Ferdi.
“Ya udah kalau gitu nggak apa-apa. Abang hati-hati,” azahra tersenyum malu-malu memandang pria tersebut.
Ferdi mengulum senyumnya dan menganggukkan kepalanya.
"Abang pulang dulu ya besok kita main bola lagi," Ferdi tersenyum dan mengusap kepala Akbar.
“Enak tuh kalau main bola barengan lagi. Aku harap besok sudah tidak ada lagi alasan capek dan sebagainya. Bila kalah maka akuilah kalau aku memang sangat hebat.” Akbar berkata dengan sedikit tersenyum.
Ferdi tertawa ketika mendengar ucapan Akbar. “Ini ngikutin sifat siapa sih, kok bisa kayak gini,” ucap Ferdi yang mengusap kepala anak laki-laki tersebut.
“Sepertinya Daddy,” Azahra berucap dengan tersenyum.
“Jadi ini fotocopinya,” ucap Ferdi yang sedikit mencubit pipi bulat milik Akbar.
“Tentu saja,” jawab Akbar.
“Ya sudah Abang pulang ya, apa mau nanti malam jalan sama abang,” tanya Ferdi memandang Akbar. Ferdi sengaja menundukkan tubuhnya agar posisi berdirinya sejajar dengan anak laki-laki tersebut.
Dengan sangat cepat Akbar menganggukkan kepalanya.
“Oke nanti malam kita jalan-jalan ke mall kita main game.” Ajak Ferdi.
“Oke,” Akbar mengangkat kedua jarinya.
“Ya sudah Abang pulang,” Ferdi tersenyum dan mencium pipi Akbar.
“Janganlah mencium pipi ku, aku ini sedang berkeringat,” ucap Akbar.
Ferdi hanya tersenyum ketika mendengar ucapan anak tersebut.
Azahra yang berdiri di samping Ferdi hanya tersenyum ketika mendengar obrolan kedua laki-laki yang beda usia di depannya.
“Abang pakai mobil Adek ya, nanti malam dipulangkan,” ucap Ferdi.
“Iya,” jawab Azahra yang tersenyum.
“Da.. da..,” Ferdi tersenyum dan melambaikan tangannya ke arah Akbar.
“Da.. da.. Abang,” jawab Akbar yang membalas lambaian tangan Ferdi.
Ferdi sedikit tersenyum dan melambaikan tangannya ke arah Azahra.
Dengan malu-malu Azahra melambaikan tangannya.
****
Ferdi masuk ke dalam kamar tidurnya. Kamar ini sudah 4 tahun ditinggalkannya, namun interior dan posisi barang-barang di dalam kamar itu masih sama seperti yang di tinggalkannya dulu. "Kenapa kamar ini nggak pernah direnovasi selama aku tinggalkan." Pria itu bertanya dengan tersenyum tipis.Ferdi melangkahkan kakinya menuju ke arah lemari pakaian miliknya. Kakinya terhenti ketika berada di salah satu pintu lemari yang menjadi tujuannya. Dibukanya pintu lemari tersebut dan membuka laci kecil dengan menggunakan kunci yang diambilnya dari dalam saku celananya. Ferdi mengambil surat yang pernah diberikan oleh neneknya Azahra kepadanya.Surat ini selalu disimpannya dengan sebaik mungkin. Ferdi berjalan menuju ke tempat tidur. Ia duduk di atas tempat tidur dengan menurunkan kakinya ke lantai. Dibukanya surat itu dan membacanya. Surat ini begitu sering dibacanya ketika dirinya merindukan mama Nurjannah.“Mama selama ini aku selalu mengatakan kepada mama, ba
“Mau ke mana,” Andi bertanya kepada putranya ketika pria itu sedang makan bersama dengan istrinya.“Mau jalan,” jawab Ferdi.“Belum sampai sehari di rumah udah mau pergi, bukannya ikut makan malam di sini,” ucap Indah.“Kalau seandainya aku duduk di sini makan malam, yang ada aku tuh bakalan diomelin ma,” jawab Ferdi.“Diomelin kenapa?" Indah pura-pura tidak tau.“Karena belum dapat calon istri,” jawabnya.“Kalau kami tidak sibuk mengingatkan kamu seperti ini, ya kamu nggak nikah-nikah nanti. Mulut Kami ini sudah capek memberitahu. Bila seandainya pohon, mungkin daunnya sudah rimbun, seperti itulah kami berbicara mengingatkan, menawarkan, dan meminta kamu untuk menikah. Bila kamu tidak bisa mencari istri kami carikan,” tutur Andi. Andi tidak mengerti mengapa dirinya selalu mengalami hal seperti ini. Dulu adiknya begitu tidak mau disuruh menikah dengan berbagai alas
“Akbar nanti mau main apa," tanya Ferdi."Tentu saja aku ingin bermain basket." Akbar berkata dengan mempraktekkan gerak tangannya yang menunjukkan bahwa dirinya sedang melemparkan bola ke keranjang.Ferdi tersenyum ketika mendengar penjelasan dari anak laki-laki tersebut.“Aku juga ingin bermain game, pokoknya aku ingin bermain sepuasnya,” Akbar mengangkat kedua tangannya ke atas."Apa tidak mau mandi bola.” Ferdi menawarkan.Azahra tertawa saat mendengar penawaran yang diberikan oleh Ferdi. Adik laki-lakinya itu begitu tidak mau diajak masuk ke arena mandi bola.Ferdi memandang Azahra dengan mengerutkan keningnya.“Tidak, aku tidak mau mandi bola, itu arena bermain anak-anak bayi,” jawab Akbar.“Abang lihat banyak kok anak-anak seumuran Akbar yang main di arena mandi bola,” jelas Ferdi.“Aku ini sudah SD bukan anak TK,” protes Akbar.Azahra hanya
"Apa masih mau main di sini?" tanya Ferdi yang memandang Azahra.Azahra tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Dirinya masih ingin menikmati kebersamaan bersama dengan pria yang saat ini sedang memegang tangannya. "Kalau Daddy tahu pasti marah. Tapi ini ceritanya beda." Azahra berkata dalam hatinya. “Anggap saja dirinya saat ini mencari kesempatan yang ada." Pikirnya. Ia seakan tidak ingin pria itu melepaskan tangannya. Pria itu memegang kedua tangannya dengan posisi pria itu berada di depannya, sehingga azzahra bisa melihat wajah tampan pria itu dengan sangat dekat seperti ini. Senyum pria itu mampu menyejukkan hatinya.“Abang ajarin ya biar bisa seluncuran seperti Akbar. Lihat tuh Akbar sudah pandai seluncurannya." Ferdi berkata dengan memandang ke arah arah Akbar yang berada di depannya. "Lihat itu dek, Akbar udah dapat cewek.”Ferdi tersenyum ketika melihat anak laki-laki itu sudah menemukan teman perempuan, dan sekarang Akbar sedang
“Enggak udah beda, kamar yang sekarang di samping kamar yang lama,” jawab Attar.“Kalau gitu nggak usah dianterin, biar abang yang bawa Akbar sendiri. Masih ingat kamarnya,” ucap Ferdi.“Nanti nggak bisa buka pintu,” ucap Azahra.“Bisa,” jawab Ferdi yang kemudian pergi meninggalkan ruang tamu tersebut."Daddy,” Azahra tersenyum dan duduk disamping Daddynya. Tangannya melingkar di pinggang Daddynya."Anak Deddy kelihatannya terlalu senang ya,” Attar tersenyum dan mengusap kepala putrinya.Azahra hanya tersenyum malu mendengar ucapan Daddynya.“Jadi anak gadis nggak boleh genit,” Attar berucap dengan sedikit menarik hidung putranya.“Gak Genit kok dad,” jawab Azahra.“Gak genit, cuman ya seperti itulah,” ucap Alisa.Azahra hanya memajukan bibirnya ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Daddy dan juga mommyny
Sejak pulang dari mall Azahra tidak ada henti-hentinya tersenyum. Wajahnya bersemu merah ketika mengingat wajah pria yang begitu sangat dicintainya. Diletakkannya tangannya di atas dadanya dan memejamkan matanya. Ia merasakan degup jantungnya yang saat ini masih terasa berdebar. "Cinta itu tidak memandang usia. Banyak kok gadis usia muda cinta dengan laki-laki yang usia mapan. Bahkan mommy juga seperti itu." Azahra tersenyum lebar ketika mengingat hal tersebut. Dirinya berencana untuk mencari informasi tentang masa lalu mommynya. Bagaimana ceritanya mommynya bisa menikah dengan Dedinya. Hal ini masih menjadi misteri yang belum terpecahkan. "Jangan-jangan mommy juga sama seperti Rara yang ngejar-ngejar Daddy lebih dulu." Azahra mengambil kesimpulan.Azahra memandang wajahnya di depan cermin, hijab yang tadi dipakainya sudah dilepasnya. Rambutnya yang berwarna kecoklatan lurus dan juga panjang sudah di gerainya. "Ternyata Rara itu memang sama seperti mommy. Rambutnya sama
"Assalamu’alaikum uncle," ucap Ferdi yang masuk ke dalam ruangan om nya. Setelah 2 minggu sibuk mengurus segala urusannya, akhirnya pria itu menyelesaikan urusan di kesatuannya, dan sekarang ia akan fokus dengan jabatan barunya di perusahaan yang sudah disiapkan oleh om nya tersebut.Attar tersenyum memandang keponakannya yang begitu sangat tampan dan juga gagah, dengan memakai setelan jas berwarna abu-abu pekat. “Wa’alaikumsalam, silahkan duduk." Attar berbicara dengan gaya yang formal.Ferdi tersenyum dan duduk di depan om nya. Pria yang duduk di depannya berstatus om nya. Ferdi sudah begitu sangat dekat dengan om nya sejak lahir hingga sekarang. Namun saat ini semuanya terasa berbeda, dirinya merasa begitu sangat gugup ketika berhadapan dengan om nya sendiri. "Jadi apa yang aku kerjakan uncle?" Ferdi masih tidak paham dengan pekerjaan barunya.Attar mengeluarkan berbagai macam laporan dan menunjukkan kepada keponakannya tersebut. "Ini
Azahra duduk di depan jendela kamarnya, tatapan matanya tertuju ke gerbang rumahnya. "Apa dia nggak rindu Rara ya."Sudah hampir dua minggu Azahra tidak berjumpa dengan Ferdi. Pria itu juga juga tidak ada menghubunginya. Pesan Whatsapp yang dikirim Azahra sekarang, akan dibalas pria itu 3 jam lagi. Hal ini membuat Azahra begitu sangat bosan menunggu.Tanpa sadar air matanya menetes dengan sendirinya. "Mencintai itu ternyata begitu sangat sakit. Apa Rara aja yang cinta sama Bang Ferdi, sedangkan bang Ferdi nggak cinta sama Rara.”Azahra mengusap air matanya. Sikap pria itu begitu sangat dingin, sehingga membuat dirinya begitu amat gemas dan terkadang tidak sabaran.“Sesibuk-sibuknya Bang Ferdi atau emang nggak punya waktu untuk kirim pesan ke Rara. Pokoknya Rara tidak suka sama Bang Ferdi, mulai dari sekarang enggak mau lagi ngomongin dia terlebih dahulu, biarin aja dia hubungi Rara,” Azahra bertekad di dalam hatinya.Namun Azahra