Sejak tadi ekor mata pria itu tidak ada henti-hentinya melirik ke arah kursi yang ada di sampingnya. Dilihatnya Azahra yang hanya diam memandang keluar jendela tanpa berbicara lagi. Melihat sikap Azahra seperti ini, membuat Ferdi merasa bersalah. "seharusnya aku gak larang dia berbicara," sesal Ferdi. Suasana di dalam mobil ini terasa hening tanpa ada celoteh gadis genit di sampingnya. Hanya suara musik di dalam mobil yang terdengar memecahkan kesunyian. "nyesel juga nyuruh dia diam, jadi sepi." Ferdi berkata di dalam hati. Berulang kali pria itu memandang Azahra secara diam-diam.
“Adek,” panggil Ferdi.
“Hmmm,” saut Azahra yang tidak memandang ke arahnya.
“Kok jawab nya cuma gitu dek?" Tanya Ferdi.
Azzahra hanya diam tanpa menjawab.
“Adek lihatin apa?" Ferdi berusaha untuk mengajak gadis itu berbicara.
“Nggak ada,” jawab Azahra.
“Kenapa lihatnya cuman ke sana.” Tanya pria itu lagi.
“Biarin.”
“Kok nggak ngomong lagi sih dek."
“Nanti mulut Rara dilakban." Azahra menjawab dengan sangat kesal. Gadis berwajah cantik itu tidak mau memandang kearah Abang sepupunya. “Padahal Rara rindu. Rara pengen cerita banyak. Tapi malah di suruh diam. Niat Rara gombalin biar rame aja. " Azahra mengomel di dalam hatinya.
Ferdi tertawa ketika mendengar jawaban Azahra. Ferdi mengeluarkan permen dari dalam saku celananya. “Adik mau permen?" Ferdi menawarkan dengan memberikan permen di tangan. Ferdi selalu mengantongi permen di dalam saku celananya. Bila Azahra merajuk dengannya seperti ini, maka pria itu akan memberikan gadis kecil itu permen. Namun saat ini Azzahra bukan anak kecil lagi. Ia juga tidak yakin apakah permennya biasa digunakannya untuk membujuk gadis genit yang duduk disampingnya. Akan ampuh atau tidak.
Azahra mengambil permen yang diberikan oleh pria tersebut.
Ferdi mengulum senyumnya ketika melihat permen yang diberikannya diambil oleh azahra. "masih ampuh ternyata," batin Ferdi
"Abang tolong bukain permennya,” Azahra memberikan permen rasa mint yang baru tadi diambilnya kepada Abang sepupunya.
“Masa sih dak, sudah gede nggak bisa buka bungkus permen." Ferdi sedikit tersenyum memandang gadis tersebut.
“Nggak bisa Bang kuku Rara panjang." Azahra memberikan alasan dengan menunjukkan jari kukunya yang panjang.
“Nggak boleh kukunya panjang gitu.” Ferdi mengambil permen dari tangan Azahra. Tangan kanan pria itu memegang setir, tangan kirinya mengambil permen yang diberikan oleh acara. Ferdy menggigit bungkus permen itu dengan giginya.
“Kenapa Rara selalu gagal ya Bang kalau buka permen pakai gigi,” tanya Azahra.
“Itu karena giginya nggak sama rata, ada yang maju ke depan ada yang mundur ke belakang,” Ferdi tertawa sambil memandang adik sepupunya tersebut.
Azahra diam dan memajukan bibirnya. “Gigi bawah Rara cuman panjang kedepannya dikit kok,” ucap Azahra yang menunjukkan giginya yang selisih antara yang atas dan yang di bagian bawah. “Gigi bagian bawahnya lebih maju daripada giginya yang di atas.” Jawab Azahra yang kemudian memasukkan permen ke dalam mulutnya.
Ferdi tersenyum ketika mendengar jawaban Azahra.
"Kita beli pizza dulu untuk Akbar,” Ferdi bertanya dengan hati-hati, ia harus bisa menjaga mood dari gadis tersebut biar jangan merajuk lagi.
“Iya Bang,” jawab Azahra yang tersenyum.
"Dari kecil hingga sekarang ternyata dia nggak berubah," Ferdi berkata di dalam hatinya. Pria itu sedikit menggelengkan kepalanya dan memejamkan matanya ketika degup jantungnya berdetak tidak menentu. Ferdi tidak mengerti dengan dirinya sendiri. "Mengapa bisa aku seperti ini?" Ia bertanya dengan hatinya sendiri. Ferdi memandang Azahra yang saat ini tersenyum kepadanya. Menatap mata gadis itu membuat dirinya seakan merasakan sesuatu yang berbeda di hatinya. Ingin rasanya ia menepis perasaannya ini. Melihat Azahra berbicara dengan tersenyum membuat degup jantungnya seakan tak menentu, namun melihat gadis itu diam dan tidak menghiraukannya membuat dirinya gelisah gak karuan.
Ferdi memberhentikan mobilnya nya di parkiran pizza. "Jadi beli pizza untuk Akbar?" tanyanya.
“Iya, tadi sudah janji,” ucap Azahra yang membuka sabuk pengamannya dan kemudian turun dari dalam mobil.
Ferdi berulang kali menarik nafasnya dan kemudian menghembuskannya. Pria itu berusaha untuk menetralkan degup jantungnya yang sudah semakin tidak menentu. Tiap kali Azahra memandang ke arahnya, Ferdi merasakan sesuatu yang berbeda. Suara ketukan di jendela yang ada sampingnya membuat Ferdi menghentikan aktivitasnya. Pria itu Menurunkan kaca jendelanya.
"Abang ngapain kok belum turun?" Azahra bertanya dengan sedikit menunduk tubuhnya dan memandang ke wajah Abang sepupunya.
Baru saja pria itu mampu menetralkan degup jantungnya, kini jantungnya berdegup dengan sangat hebatnya. Posisi Azahra seperti ini membuat wajahnya dengan Azahra begitu sangat dekat. "Bukannya adek yang pergi beli sendiri," Ferdi berusaha untuk berkilah.
“Temenin bang, bosan kalau nungguin sendiri,” jawab Azahra.
“Iya kalau gitu abang turun,” jawab Ferdi yang membuka sabuk pengamannya itu kemudian menaikkan kaca jendela mobilnya.
Ferdi berjalan di samping Azahra. Mereka kemudian masuk ke dalam gedung tersebut.
Azahra memesan beberapa varian rasa pizza untuk di bawahnya pulang. Ia duduk bersama dengan Ferdi di kursi yang disediakan untuk pelanggan yang menunggu pesanan.
“Bang tadi ada yang telepon Rara,” Azzahra berbicara dengan wajah yang sangat serius.
“Siapa, perempuan atau laki-laki?" tanya Ferdi. wajahnya tampak berubah ketika mendengar penuturan dari Rara.
“Laki-laki.”
“Ngapain?"
“Katanya lembaga finance,” jawab Azahra.
“Terus kenapa,” tanya Ferdi.
“Rara ditawari uang online. Rara bilang ke itu yang nelpon, kalau Rara ini belum kerja, tapi dia bilang gak apa, yang penting ada jaminan sertifikat. Waktu mendengar Orang itu ngomong gitu, ya Rara semangat mau ngajuin biar dapat uang,” ucap Azahra yang berbicara dengan memandang Ferdi.
“Kenapa sih Dek mau aja dengar yang gituan,” Ferdi memandang Azahra dengan tidak suka.
“Ya lumayan Bang Rara itu minta 500 juta.”
Mata Ferdi melotot ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Azahra. “Adek itu masih kecil nggak boleh seperti itu." Ferdi melarang Azahra. Ia tidak percaya ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Azahra. Menurutnya gadis itu tidak akan mungkin kekurangan uang, lalu untuk apa gadis itu ingin meminjam uang dengan nominal yang sangat besar.
“Ya kan Rara tadi sudah nggak mau Bang, orang itu yang maksa terus, kata dia yang penting Rara itu ngasih jaminan sertifikat.”
“Terus,” tanya Ferdi.
“Ya Rara senanglah dapat uang 500 juta, kita belum kerja tapi dikasih uang, hanya cukup kasih jaminan sertifikat, tapi gitu dia denger sertifikat yang mau Rara kasih ke dia, dianya langsung matiin telpon nggak ngomong lagi,” ucap Rara menjelaskan.
“Dikasih sertifikat apa,” tanya Ferdi.
“Sertifikat vaksin,” jawab Azahra yang tersenyum. “Terus salah Rara dimana bang.”
Ferdi tertawa lepas ketika mendengar apa yang disampaikan oleh Azahra kepadanya. “Kasihan ya orangnya. Pasti dia sudah senang, dikirainnya pasti sertifikat rumah atau tanah.” komentar Ferdi.
“Habisnya itu orang sudah dibilangin Bang kalau Rara itu nggak kerja, umur aja masih 18 tahun, mana mungkin bisa bayar,” ucap Azahra.
“Tapi apa bener,” tanya Ferdi Yang penasaran dengan cerita Azahra.
“Kalau beneran kenapa,” tanya Azahra.
“Abang juga mau ngajuin lah dek 1 milliar saja,” Ferdi kemudian tertawa.
“Bang pizzanya sudah siap, Rara ambil dulu,” ucap Azahra yang beranjak dari kursi yang didudukinya.
Ferdi menganggukkan kepalanya dan mengikuti gadis tersebut. “Nanti makan pizzanya Abang di kasih ya Dek, Abang udah 4 tahun nggak makan pizza,” ungkap Ferdi.
“Iya Abang mau makan pizzanya sendiri atau Rara yang suapi,” ucap Azahra yang tersenyum malu.
Ferdi hanya tersenyum kecil ketika mendengar ucapan gadis tersebut.
“Perasaan yang minta disuapin makan itu adik ya,” ucapnya yang tersenyum ketika berjalan menuju mobilnya yang terparkir.
Azahra hanya tersenyum ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Ferdi.
****
Selama di perjalanan menuju ke rumah Azahra, Ferdi tidak ada henti-hentinya merasakan degup jantungnya yang tidak menentu. Suhu tubuhnya yang berubah setiap saat. Terkadang panas hingga keringat bercucuran di pelipis keningnya, saat gadis remaja itu menggombalinya. Namun juga terkadang adem ketika melihat senyum manis gadis tersebut. Pria itu tidak ada henti-hentinya tertawa ketika Gadis itu bercerita sangat lucu kepadanya. "Apa ini yang dikatakan cinta itu berjuta rasanya," pikir Ferdi di dalam hati. Namun pria itu secepat mungkin menghilangkan pikirannya.Ferdi memberhentikan Mobilnya di halaman rumah milik unclenya. Pria itu memandang sekilas gadis yang duduk disampingnya."Abang turun dulu ya," pinta gadis tersebut.“Iya,” jawab Ferdi yang sedikit tersenyum.Azahra membuka pintu mobilnya dan kemudian turun dari dalam mobil yang diikuti oleh Ferdi.Ferdi keluar dari dalam mobil, matanya tertuju memandang sosok anak laki-laki yang ber
Ferdi masuk ke dalam kamar tidurnya. Kamar ini sudah 4 tahun ditinggalkannya, namun interior dan posisi barang-barang di dalam kamar itu masih sama seperti yang di tinggalkannya dulu. "Kenapa kamar ini nggak pernah direnovasi selama aku tinggalkan." Pria itu bertanya dengan tersenyum tipis.Ferdi melangkahkan kakinya menuju ke arah lemari pakaian miliknya. Kakinya terhenti ketika berada di salah satu pintu lemari yang menjadi tujuannya. Dibukanya pintu lemari tersebut dan membuka laci kecil dengan menggunakan kunci yang diambilnya dari dalam saku celananya. Ferdi mengambil surat yang pernah diberikan oleh neneknya Azahra kepadanya.Surat ini selalu disimpannya dengan sebaik mungkin. Ferdi berjalan menuju ke tempat tidur. Ia duduk di atas tempat tidur dengan menurunkan kakinya ke lantai. Dibukanya surat itu dan membacanya. Surat ini begitu sering dibacanya ketika dirinya merindukan mama Nurjannah.“Mama selama ini aku selalu mengatakan kepada mama, ba
“Mau ke mana,” Andi bertanya kepada putranya ketika pria itu sedang makan bersama dengan istrinya.“Mau jalan,” jawab Ferdi.“Belum sampai sehari di rumah udah mau pergi, bukannya ikut makan malam di sini,” ucap Indah.“Kalau seandainya aku duduk di sini makan malam, yang ada aku tuh bakalan diomelin ma,” jawab Ferdi.“Diomelin kenapa?" Indah pura-pura tidak tau.“Karena belum dapat calon istri,” jawabnya.“Kalau kami tidak sibuk mengingatkan kamu seperti ini, ya kamu nggak nikah-nikah nanti. Mulut Kami ini sudah capek memberitahu. Bila seandainya pohon, mungkin daunnya sudah rimbun, seperti itulah kami berbicara mengingatkan, menawarkan, dan meminta kamu untuk menikah. Bila kamu tidak bisa mencari istri kami carikan,” tutur Andi. Andi tidak mengerti mengapa dirinya selalu mengalami hal seperti ini. Dulu adiknya begitu tidak mau disuruh menikah dengan berbagai alas
“Akbar nanti mau main apa," tanya Ferdi."Tentu saja aku ingin bermain basket." Akbar berkata dengan mempraktekkan gerak tangannya yang menunjukkan bahwa dirinya sedang melemparkan bola ke keranjang.Ferdi tersenyum ketika mendengar penjelasan dari anak laki-laki tersebut.“Aku juga ingin bermain game, pokoknya aku ingin bermain sepuasnya,” Akbar mengangkat kedua tangannya ke atas."Apa tidak mau mandi bola.” Ferdi menawarkan.Azahra tertawa saat mendengar penawaran yang diberikan oleh Ferdi. Adik laki-lakinya itu begitu tidak mau diajak masuk ke arena mandi bola.Ferdi memandang Azahra dengan mengerutkan keningnya.“Tidak, aku tidak mau mandi bola, itu arena bermain anak-anak bayi,” jawab Akbar.“Abang lihat banyak kok anak-anak seumuran Akbar yang main di arena mandi bola,” jelas Ferdi.“Aku ini sudah SD bukan anak TK,” protes Akbar.Azahra hanya
"Apa masih mau main di sini?" tanya Ferdi yang memandang Azahra.Azahra tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Dirinya masih ingin menikmati kebersamaan bersama dengan pria yang saat ini sedang memegang tangannya. "Kalau Daddy tahu pasti marah. Tapi ini ceritanya beda." Azahra berkata dalam hatinya. “Anggap saja dirinya saat ini mencari kesempatan yang ada." Pikirnya. Ia seakan tidak ingin pria itu melepaskan tangannya. Pria itu memegang kedua tangannya dengan posisi pria itu berada di depannya, sehingga azzahra bisa melihat wajah tampan pria itu dengan sangat dekat seperti ini. Senyum pria itu mampu menyejukkan hatinya.“Abang ajarin ya biar bisa seluncuran seperti Akbar. Lihat tuh Akbar sudah pandai seluncurannya." Ferdi berkata dengan memandang ke arah arah Akbar yang berada di depannya. "Lihat itu dek, Akbar udah dapat cewek.”Ferdi tersenyum ketika melihat anak laki-laki itu sudah menemukan teman perempuan, dan sekarang Akbar sedang
“Enggak udah beda, kamar yang sekarang di samping kamar yang lama,” jawab Attar.“Kalau gitu nggak usah dianterin, biar abang yang bawa Akbar sendiri. Masih ingat kamarnya,” ucap Ferdi.“Nanti nggak bisa buka pintu,” ucap Azahra.“Bisa,” jawab Ferdi yang kemudian pergi meninggalkan ruang tamu tersebut."Daddy,” Azahra tersenyum dan duduk disamping Daddynya. Tangannya melingkar di pinggang Daddynya."Anak Deddy kelihatannya terlalu senang ya,” Attar tersenyum dan mengusap kepala putrinya.Azahra hanya tersenyum malu mendengar ucapan Daddynya.“Jadi anak gadis nggak boleh genit,” Attar berucap dengan sedikit menarik hidung putranya.“Gak Genit kok dad,” jawab Azahra.“Gak genit, cuman ya seperti itulah,” ucap Alisa.Azahra hanya memajukan bibirnya ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Daddy dan juga mommyny
Sejak pulang dari mall Azahra tidak ada henti-hentinya tersenyum. Wajahnya bersemu merah ketika mengingat wajah pria yang begitu sangat dicintainya. Diletakkannya tangannya di atas dadanya dan memejamkan matanya. Ia merasakan degup jantungnya yang saat ini masih terasa berdebar. "Cinta itu tidak memandang usia. Banyak kok gadis usia muda cinta dengan laki-laki yang usia mapan. Bahkan mommy juga seperti itu." Azahra tersenyum lebar ketika mengingat hal tersebut. Dirinya berencana untuk mencari informasi tentang masa lalu mommynya. Bagaimana ceritanya mommynya bisa menikah dengan Dedinya. Hal ini masih menjadi misteri yang belum terpecahkan. "Jangan-jangan mommy juga sama seperti Rara yang ngejar-ngejar Daddy lebih dulu." Azahra mengambil kesimpulan.Azahra memandang wajahnya di depan cermin, hijab yang tadi dipakainya sudah dilepasnya. Rambutnya yang berwarna kecoklatan lurus dan juga panjang sudah di gerainya. "Ternyata Rara itu memang sama seperti mommy. Rambutnya sama
"Assalamu’alaikum uncle," ucap Ferdi yang masuk ke dalam ruangan om nya. Setelah 2 minggu sibuk mengurus segala urusannya, akhirnya pria itu menyelesaikan urusan di kesatuannya, dan sekarang ia akan fokus dengan jabatan barunya di perusahaan yang sudah disiapkan oleh om nya tersebut.Attar tersenyum memandang keponakannya yang begitu sangat tampan dan juga gagah, dengan memakai setelan jas berwarna abu-abu pekat. “Wa’alaikumsalam, silahkan duduk." Attar berbicara dengan gaya yang formal.Ferdi tersenyum dan duduk di depan om nya. Pria yang duduk di depannya berstatus om nya. Ferdi sudah begitu sangat dekat dengan om nya sejak lahir hingga sekarang. Namun saat ini semuanya terasa berbeda, dirinya merasa begitu sangat gugup ketika berhadapan dengan om nya sendiri. "Jadi apa yang aku kerjakan uncle?" Ferdi masih tidak paham dengan pekerjaan barunya.Attar mengeluarkan berbagai macam laporan dan menunjukkan kepada keponakannya tersebut. "Ini