"Kamu harus menandatangani perjanjian pernikahan."
Citra tahu betul arti di balik dari pernyataan tersebut."Aku tidak akan mengambil keuntungan apapun lewat perceraian."tegas Citra merasa didiskriminasi."Kamu telah membeli perkebunan itu secara resmi." Dan dengan melakukan itu, Anggara telah menyelamatkan anin dari pihak bank yang akan melelang perkebunan itu kepada pihak pengembang yang mungkin saja akan merusak perkebunan itu.Citra telah membayarnya dengan harga yang diminta anggara yaitu pernikahan...."Pengacaraku akan membawa berkas berkasnya kerumah besok pagi.""Baik."Citra memang tidak pernah mengejar uang Anggara.Satu satunya yang tidak bisa di tanggungnya adalah kehilangan hak untuk menginjakan kaki di tanah perkebunan itu.Keheningan meliputi dalam mobil tersebut.Sambil menyandarkan kepala,Citra mencoba melenyapkan rasa sakit di hatinya .Ia telah bepisah dengan Andi,bagian kecil yang egois dalam dirinya,yang akan selalu mencintai Andi.Ingin mengatakan kepada anggara untuk membatalkan pernikahan ini.Sudah lama citra berhenti mendustai diri sendiri.Kisah cintanya dengan pria itu sudah berakhir dan sekarang mereka sudah mempunyai kehidupan masing masing.Andi hanyalah seorang sahabat baginya sekarang."Kenapa kamu terlihat lebih kurus?"pertanyaan Anggara membuyarkan lamunan Citra."Terjadi begitu saja,kehidupan dan gaya hidup di jepang berpengaruh pada pola makanku."Citra terdiam sesaat."Kukira kamu akan senang."karena sejak dulu wanita wanita di sekeliling Anggara berkaki jenjang dan memiliki tubuh yang langsing."Aku tidak menikahimu karena tubuhmu."Citra menggigit bibir bawah.Citra tahu bahwa Anggara Dobson yang kaya,sukses,dan luar biasa menarik tidak menikahinya karena tubuhnya.Anggara juga tidak menikahinya karena kecerdasan dan pengetahuannya.Tidak,Anggara menikahinya karena satu alasan praktis dan sederhana,tidak seperti wanita lain yang pernah hadir dalam hidup pria itu,Citra terlihat polos dan tanpa keinginan apapun tentang kepopuleran.Citra tidak ingin berharap Anggara akan mencintainya,tidak sekarang,dan tidak selamaya.Dan itu membuatnya cocok untuk menikah dengan pria yang tidak mampu mencintai dan tidak ingin di ganggu istri yang akan merusak hidup pria itu dengan impian impian romantis."Aku menemukan gaun pernikahan bagus yang bagus saat aku berada di jepang,"kata Citra,berusaha mengisi keheningan yang terjadi.Anggara benar benar tidak percaya Citra bisa setenang yang terlihat."Apa kamu tidak ragu sedikitpun?""kamu sudah memberiku waktu selama satu tahun,aku siap sekarang."Permohonan putus asanya pada malam saat mereka memutuskan menikah seakan menghantam benak citra.Sebagai seorang putri dari seorang pemilik perkebunan,citra selalu terlindungi dan tidak pernah kekurangan apapun.Citra seharusnya masih terpuruk satu bulan setelah kehilangan satu satunya orang yang masih tersisa di keluarganya...ayahnya.Tetapi ternyata ia masih memiliki keberanian untuk datang kepada Anggara untuk membatunya."Bagus."kata Anggara ,tidak yakin apa dia menyukai tekad samar gadis itu.ia memilih Citra karena tahu gadis itu tidak akan meminta apapun darinya.yang Citra pedulikan hanyalah melindungi tanah keluarganya tanah leluhur dari ayahnya."Anggara,"Citra berkata,kemudian terdiam sejenak dan memulai lagi."apakah kamu tidak mencintai wanita lain?""Aku ingin kamu yang menjadi istriku,aku ingin kamu tinggal bersamaku dan melahirkan anak anakku."Anggara memastikan Citra mendengar keteguhan dalam suaranya.ia telah membuat pilihan dan akan tetap memegang teguh pilihan itu.Kenyataan bahwa Citra sama sekali tidak mencintainya bukanlah masalah baginya.dulu ia memutuskan bahwa dalam perkahwinan tidak perlu adanya cinta."Tidak seperti Andi,aku menahan diri sampai kita menikah.""Apa kamu akan selalu menyelipkan namanya dalam setiap percakapan kita?"Anggara melirik ,melihat amarah tidak terduga yang membuat mata Citra menyipit dan tangan gadis itu terkepal.itu membuat Anggara tertawa kecil.kini Citra mungkin terlihat lebih menang,tapi dia tetaplah sangat kecil di bandingkan dengan dirinya .Citra mendesah frustasi dan mengibaskan rambut,menyebabkan rambut hitam lurus itu sedikit berantakan.Anggara mendapati matanya terpaku pada rambut indah itu.itu adalah salah satu hal yang di sukainya dari Citra,rambut lembut berantakan yang begitu tidak sesuai dangan kepribadiannya yang tenang dan tidak menuntut."Apa ada seseorang yang ingin kamu undang ke pernikahan kita?""Aku hanya ingin pesta kecil yang hanya mengundang beberapa orang terdekat saja di kota malang.""Tidak ada orang lain yang khusus?"nada suara anggara seperti menanti jawaban lain."Tidak.""Baiklah.""Apa kamu keberatan jika pernikahan di lakukan besok pagi...sekitar jam 9?"Tenggorokannya begiku kering sehingga citra berdehem kecil."Baik."Citra tidak mempunyai alasan untuk menunda pernikahan itu lagi....mereka telah membuat perjanjian pada tepat pada malam satu tahun lalu.Kini sudah saatnya bagi citra untuk menepatinya.Aku sudah menaruh barang barangmu di kamar tidur tamu untuk malam ini."Anggara berdiri di belakang citra sebelum gadis itu dengan spontan berbalik menghadapnya."Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu.Tapi pertama tama ini dulu."Anggara menunduk dan tanpa aba aba mencium citra,tepat di atas bibirnya.Karena terkejut Citra tidak dapat berbuat apa apa kecuali memegang erat kemeja Anggara untuk menjaga keseimbangan tubuhnya.Jantungnya berdebar begitu kencang dan darahnya terasa mengalir deras.Dan dia di selimuti kehangatan pria yang menuntut segala yang di milikinya.Ini ciuman yang paling intim yang pernah mereka lakukan,posisi tubuh yang paling dekat yang pernah terjadi. Dan itu membuat syaraf citra menjadi tegang dan membuatnya nyaris panik. Bukan karena ia tidak menyukainya,melainkan karena ia menyukainya."Selamat datang di rumah ini." Kata Anggara, sambil melepaskan citra.Tatapan sepasang mata cokelat itu tak terbantahkan...Anggara Dobson adalah pria yang sangat siap menyambut malam pengantin.Perut citra bergejolak walaupun ia yakin sekali Anggara tidak akan memaksanya. Anggara mungkin seorang pria yang agak kasar,tetapi jika citra bilang tidak,pria itu akan mundur.Dan semua pembicaraan pernikahan akan berakhir.Citra akan di usir dari kediaman itu dan akan kehilangan pekebunan ayahnya."Hanya malam ini?"Citra bertanya ragu."Tidak mungkin kamu berpikir kita akan....begitu cepat?""Kita akan segera menikah,Citra.""Aku mengerti,tapi kita dapat....""Aku telah mengatakan padamu,bahwa aku menginginkan anak...."Butuh segenap keberaniannya untuk menghadapi sikap keras kepala anggara."Aku hanya mengatakan bahwa kita mungkin butuh waktu untuk membiasakan diri berhubungan satu sama lain.""Bagaimana caranya?"kata kata itu terucap di dekat kulit sensitif di leher citra,napas anggara terasa hangat."kamu tahu maksudku?" Hasrat citra mulai bangkit, ini membuat dunianya terasa jungkir balik."Sudah satu tahun aku menunggumu."Pernyataan itu terdengar datar."Jika kamu butuh waktu lagi,lebih baik carilah pria lain.""Aku tidak percaya kamu mengatakan hal itu."Citra berusaha mencari alasan logis dan mencoba berbalik tapi anggara tidak mengizinkannya."Maksudmu,kamu akan membatalkan pernikahan jika aku tidak bersedia bercinta denganmu?"Tubuh anggara seperti menjadi jerat yang tidak mudah di lepaskan oleh citra.."Coba pikirkan lagi,citra.Mengapa kita menikah?Kamu menginginkan tanah perkebunanmu kembali dan sekarang aku sudah berusaha 38 tahun,dan aku sudah dalam tahap kehidupan untuk memiliki anak untuk memastikan perkebunan Bumi memilki penerus.""Intinya kita menikah untuk memperoleh keturunan bagi kita berdua.Dan jika kamu tidak melakukan hal hal yang tidak bisa membuahkan keturunan,apa artinya?kita mulai sesuai tujuan awal atau tidak sama sekali.""Aku masih perawan,anggara.Jadi jika besok aku melakukan beberapa kesalahan,kamu harap memakluminya."citra tidak berani menatap mata anggara."Baik,aku sendiri yang akan mengajarimu."Karena terkejut citra mendongak ke atas menatap wajah anggara."Sebaiknya itu hanya lelucon."Anggara menunduk sampai bibirnya menyentuh bibir citra."Ku kira kamu sudah tahu...bahwa aku tidak suka bercanda."Ciumannya tidak lembut,tidak pelan.Anggara membuat citra membuka bibir untuknya,anggara sekali lagi berhasil menguasainya.Tanpa ampun,Tanpa halangan.Itu ciuman sungguhan,citra mendapati dirinya bergelayut pada anggara tanpa sadar,tubuhnya menekan tubuh anggara.Ketika anggara menghentikan ciuman itu,hanya agar citra bisa bernapas sebentar.kemudian anggara menciumnya lagi.Anggara berlama lama mencium citra,menikmati kelembutan bibir gadis itu yang memabukan.Citra boleh saja mencintai pria lain. Tapi ia harus hanya menjeritkan namanya di tempat tidur."Maksudmu, ini bukan pertama kalinya?" seru Anggara dengan wajah panik, membuka ponsel untuk menghubungi dokter Mila dan gusar karena selama ini tidak diberitahu. "Kenapa kamu tidak cerita padaku?""Oh, pergilah dan jangan ribut, Anggara," erang Citra sambil mendekati wastafel untuk mencuci wajah sehabis muntah-muntah yang tadi membuatnya melompat dari tempat tidur dan langsung menuju kamar mandi. Saat ini, ia betul-betul tak butuh penonton. "Ini hanya gangguan perut biasa... mungkin karena menu makananku berubah. Aku terlalu banyak makan makanan pedas."ujar Citra yang terus menahan rasa mualnya"Aku akan mempekerjakan koki baru jika begini akibatnya. Sudah berapa kali ini terjadi?" desak Anggara, bicara cepat dalam bahasa inggris kepada seorang pelayan yang berdiri di dekat mereka. Kemudian, ia mengangguk dan mengatupkan bibir sensualnya saat mendengar jawaban yang membenarkan kecurigaan terburuknya. Wajah tampannya berubah suram mengiringi suasana hatinya. "Kamu harus kembali ke tem
Anggara masuk ke kamar setelah larut malam dan berbaring di sisi tempat tidurnya sementara Citra berpura-pura terlelap. Ia malu atas kenyataan yang Anggara sodorkan ke hadapannya dan amat menyesali pilihannya sekarang. Pagi hari saat ia terjaga, Anggara sudah pergi, dan itulah awal dari tiga minggu yang amat sepi ketika Citra jarang sekali melihatnya. Anggara makan pagi sebelum Citra turun dari tempat tidur, yang justru membuat wanita itu lega karena pada minggu ketiga ia merasa perutnya tidak nyaman, yang ia duga akibat kehamilan yang masih ia sembunyikan. Ia terkadang mual pada pagi hari, bahkan muntah beberapa kali, tetapi kemudian baik-baik saja saat siang dan malam.Tanpa menyadari penderitaan Citra pada pagi hari, Anggara kerap muncul saat makan siang, mengajaknya berbincang dengan amat sopan, tetapi Citra hanya menerima tanggapan dingin. Anggara kembali pada kebiasaannya makan malam bersama Citra. Dan suatu pagi, pria itu mengumumkan sekilas akan terbang ke Singapura untuk men
Citra masih tersenyum-senyum sendiri saat kembali masuk ke tempat tidurnya. Ia tidak sabar memberitahu kepada Anggara tentang kabar bahagia ini. Dengan tatapan penuh harap ia mengeluarkan ponsel dan membaca pesan masuk pada ponselnya.Pesan itu dari Andi. AKU KEHABISAN UANG. BUTUH UANG 500 JUTA. Citra membaca pesan itu dengan mata membelalak kecewa serta mulut mengatup. Ada apa dengan Andi?Ia betul-betul tidak tahu malu. Ia bergegas mengetik pesan balasan. AKU TIDAK AKAN MEMBERIMU UANG UANG SEBANYAK ITU. DIA HARUS MEMBERIKU UANG JIKA TIDAK INGIN FOTO FOTONYA BERSAMA GADIS GADIS DI SURABAYA TEREKSPOS KE MEDIA. Dengan perasaan terpukul bercampur ngeri, Citra duduk tertegun sambil menatap layar ponsel. Mereka telah tiba di pusat kota saat akhirnya ia bisa menenangkan perasaan yang campur aduk. Ia mengangkat telepon untuk bicara dengan Lilir yang duduk di samping sopir. "Aku ingin pulang ke rumah. Aku terlalu capek untuk belanja sore ini," ujarnya. Gadis-gadis? Di Surabaya? Perutnya
Selama beberapa hari ini Laurel lebih terbuka dibandingkan yang terjadi selama pernikahan mereka, namun Anggara tidak akan tertipu. Ketika Citra merasa terancam, dia menutup diri. Itulah cara wanita itu melindungi dirinya sendiri. Di sini, Anggarq tidak bersedia membiarkan Citra bersembunyi tapi ia cukup realistis untuk tahu bahwa ketika mereka kembali ke dunia sibuk tempat mereka tinggal, segalanya akan berubah. "Seminggu," janjinya di bibir Citra, "kita akan kembali selama seminggu. Dan kita akan bersama-sama pada awal dan akhir setiap hari. Sarapan setiap pagi dan makan malam setiap malam. Sendang tidak jauh dari Brakseng. Aku takkan pergi lama. Aku berjanji." Citra mengawasi saat Anggara mengirimkan e-mail dengan satu tangan sambil mengikat simpul dasi sutranya dengan tangan yang satu lagi. Secangkir kopi dingin tergeletak tak tersentuh di meja karena ia tak sempat meminumnya. Sejak mereka tiba kembali di Brakseng, rumah yang dimiliki keluarga Anggara selama beberapa generasi,A
Anggara mendekatkan wajahnya menatap wajah Citra,Matanya menyipit . "Kamu tak mau aku melakukannya?" Citra bisa saja berbohong. Ia bisa saja membiarkan hubungan mereka berjalan tanpa memberitahu Anggara hal sebenarnya, tapi mereka sudah menghadapi cukup banyak hambatan dalam pernikahan mereka tanpa ia menciptakan hambatan baru. "Tidak." Citra menggeleng perlahan, tahu bahwa apa yang akan ia katakan bisa menghancurkan masa depan mereka. "Tidak, aku tidak mau. Ada sesuatu yang belum kuberitahukan padamu. Sesuatu yang belum kukatakan dengan sejujurnya." Anggara terdiam, wajahnya dibayangi cahaya yang semakin temaram. "Katakanlah." Bagaimana Citra bisa menjelaskannya? Dari mana ia memulainya? "Kehilangan bayi kita adalah hal terburuk yang pernah kualami. Ketika merasakan rasa sakit pertama itu aku berpikir, Jangan, tolonglah, jangan sampai ini terjadi. Aku panik. Tak ada, benar-benar tak ada, yang paling kuinginkan di dunia ini seperti aku menginginkan anak kita." Mata Citra basah k
Citra sangat gemetar sehingga tak yakin kedua kakinya mampu menopang tubuh. "Kupikir aku tak boleh melihat rumah." "Tidak lagi. Aku punya kejutan untukmu. Hadiah." Saat mereka menuruni tangga taman itu, Anggara memegang tangan Citra dengan erat dan mengernyit. "Tanganmu dingin. Apa kamu baik-baik saja?" "Aku tak apa-apa." Citra ingin memberitahu Anggara bahwa ia tak membutuhkan hadiah-hadiah besar dari pria itu, bahwa hadiah-hadiah bukanlah alasan ia bersama Anggara. Tapi satu-satunya yang bisa ia pikiran adalah kenyataan bahwa Anggara akan membuat janji untuk menemui dokter padahal itulah hal terakhir yang ia inginkan.Anggara memperpanjang langkah-langkahnya. "Aku tak sabar menunggumu melihatnya." "Dokter itu?" Anggara melirik lembut. "Aku sedang membicarakan hadiahku untukmu." "Oh. Aku yakin aku akan menyukainya," ucap Citra parau, tahu ia harus mengatakan yang sebenarnya pada Anggara.Mereka tiba kembali di rumah dan Anggata segera melangkah menuju ruang kerja, salah sat