Bu ida,juru masak dan pengurus di rumah utama perkebunan Bumi,sedang sibuk dengan urusan dapur saat citra ke lantai bawah sekitar pukul enam esokan paginya.
"Kenapa kamu baru bangun,sayangku citra?"Si wanita yang lebih tua itu mengecup pipi Citra dengan lembut. Sebagai orang yang mengenal orangtua citra,ia telah mengenal citra lebih lama.citra mengusap wajahnya,kulitnya tergelitik karena air dingin yang ia gunakan untuk membasuh wajahnya.citra menoleh ke arah meja makan."Apa Anggara tidak sarapan?" Citra mencoba tidak memikirkan sikap kasar yang di tunjukkan Anggara atas kelemahannya terhadap pria itu semalam.seharusnya ia tidak kaget.Dalam bisnis,Anggara mempunyai reputasi sebagai lawan yang berkemauan keras dan kompetetif.Mengapa ia harus berharap sikap pria itu akan berbeda sebagai suaminya."Tuan anggara pergi pagi pagi sekali bersama pak Tomi untuk memeriksa peternakan sapi."Jawab bu ida sambil mengamati raut wajah citra."Kelihatannya tuan Anggara tidak sadar bahwa hari ini adalah hari pernikahannya,seharusnya ia sedikit lebih gugup."Citra nyaris tersedak membayangkan anggara gugup tentang apapun dan memberi sedikit perhatian kepada pernikahannya."Ada yang bisa ku bantu bu?"Citra mencoba mencari topik lain untuk menghindari pembicaraan apa pun tentang Anggara.Mungkin kesibukan akan menghentikan pikiran pikiran yang berputar di benaknya.Bu ida mengibaskan tangan menanggapi tawaran itu."nona cukup duduk dan sarapan.kemudian nona bebas melakukan kegiatan nona."Citra melahap makanan yang ada di hadapannya,tetapi jika ada yang bertanya apa yang ia makan,ia tidak akan bisa menjawab.Pikirannya di penuhi oleh hal hal lain.Hatinya,bagian dulu yang sejak dulu mencintai Andi,terus mengatakan bahwa ia membuat kesalahan besar,bahwa ia seharusnya tidak menjalani pernikahan ini.mungkin Andi...Tidak.Rosie hamil.Citra tidak akan mampu memaafkan diri sendiri jika sesuatu terjadi baik pada si ibu maupun bayi itu akibat tindakannya.Dan kenyataannya, Andi sudah memiliki waktu hampir lima belas tahun untuk jatuh cinta pada Citra.Pria itu hanya mencintai Citra seorang sejak mereka remaja.Bagaimana dengan tindakan itu,saat andi meneleponnya?kegilaan dalam dirinya berbisik lagi."tidakkah kamu ingat apa yang dia.... hentikan!"sambil memarahi dirinya sendiri ,Citra menyingkirkan piring kosongnya."kurasa aku mau berjalan jalan dulu di sekitar perkebunan untuk menjernihkan pikiranku."Bu ida mengangguk."Kelihatannya tuan anggara berada di perkebunan sebelah timur."Sambil tersenyum,citra berterima kasih pada wanita itu,berjalan keluar menuju ke arah barat.setelah kejadian semalam,ia sama sekali tidak ingin menemui calon suaminya itu dulu,Anggara telah merusak semua hal yang citra kira ia tahu tentang dirinya sendiri.Gadis macam apa dia ini yang bisa mencintai satu pria tapi bisa mencium pria lain dengan kebutuhan penuh hasrat seperti itu?Seekor kupu kupu berwarna putih terbang melewati citra,kemudian kembali dan mengitari nya sebelum memutuskan berterbangan di sekitar kuntum mawar merah yang merekah.selingan seperti inilah yang anin butuhkan saat ini.sambil menarik napas panjang sambil menikmati udara pagi yang segar,citra memfokuskan perhatian pada keindahan bunga bunga alami di perkebunan teh milik anggara itu.Mawar mawar merah dan putih yang bermekaran ,ada juga kolam ikan yang di sekitarnya terdapat batuan batuan alam yang terlihat alami,serta langit biru yang tidak terbatas.Pikiran dan tubuhnya perlahan mulai tenang.ini benar.di sinilah seharusnya ia berada ....segala sesuatu dalam dirinya menginginkan hal seperti ini.Kupu kupu berterbangan kembali,citra mengikutinya dengan langkah santai,menaiki tangga besi menuju ke atas balkon,matanya melihat dari kejauhan sekitaran perkebunan hijau yang terhampar di depan matanyaSetelah sampai diatas citra memutuskan mendorong pintunya sampai terbuka dan melihat lihat,tetapi itu sebelum ia melihat siapa yang ada di dalamnya ."Bu ida bilang kamu sedang berada di sebelah timur?"Anggara membanting karung karung yang berisi daun daun teh ke bagian atas karung lainnya menyebabkan debu debu berterbangan di tengah cahaya mentari yang menyusup masuk ke gudang."sangat ingin bertemu denganku ya?"sambil menarik lepas sarung tangan kerja yang di pakainya,kemudian memasukkannya ke saku celana jins yang ia kenakan.Citra tidak akan membiarkan Anggara melihat betapa besar pengaruh pria itu padanya."apa yang kamu lakukan disini?"dan mengapa mataku terus menatap otot lengannya yang licin dan berkeringat,yang tersingkap dari lengan pendek kemejanya?pikir Citra."Kita harus membersihkan ruangan kosong ini.""Oh."Citra menggosok gosok lantai dengan sandalnya."Boleh aku bertanya sesuatu?"Jawabannya adalah gumaman selagi anggara mengenakan jaket kulit yang sebelumnya di lepas pria itu.Menganggap itu sebagai "YA",anin melanjutkan."setelah kita menikah,mungkin besok atau lusa....apakah kamu keberatan jika aku untuk mengunjungi kediaman orangtuaku?""Tentu saja aku tidak keberatan."wajah anggara tampak sangat maskulin ketika menatap citra,tetapi ada nada ketidaktulusan terdengar samar.Anggara mungkin tidak akan menyetujui permintaan citra selanjutnya ,tetapi ia ingin menjalani pernikahan ini dengan caranya...ia tidak akan membiarkan Anggara Dobson menghancurkan pikiran maupun jiwanya."Aku ingin mengunjungi keluarga kamu juga."Hening."Baik."suaranya datar,tapi setidaknya anggara setuju."Aku telah selesai disini?"anggara mengangguk ke arah pintu.citra menyentakkan pintu itu sampai terbuka,telapak tangannya berkeringat walaupun udara pagi ini terasa dingin.Begitu melangkah keluar ,mereka mulai berjalan menuju rumah utama."Kita tidak punya waktu untuk berbulan madu.""Aku mengerti.tidak apa apa." bukan kebohongan .membayangkan dirinya bersama anggara dua puluh empat jam selama seminggu di tempat peristirahatan romantis membuat perut citra terasa mual.citra hampir mengatakan hal lain ketika perhatiannya teralihkan sedan hitam tua yang di tarik menuju rumah.mobil itu di ikuti kendaraan yang nyaris sama tapi berwarna biru tua."apakah kamu mengundang tamu ke rumah ini?""Itu Ryan smith,kuasa hukumku." anggara meneruskan langkah ."mobil satunya milik david susanto kuasa hukummu.""Kuasa hukumku?"citra nyaris berlari kecil kecil untuk mengikuti langkah kaki tuan anggara."Kalau kamu menandatangi perjanjian pernikahan tanpa penasihat hukum independen,kamu dapat mengingkarinya kelak.""Oh."Mereka tidak berbicara lagi sepanjang sisa perjalanan itu.sekilas,kedua pengacara itu cukup menyenangkan dan ketika david mengajak citra berbicara secara pribadi ,ternyata pria itu sangat pintar.tentu saja itu benar...tuan evan tidak akan menyisakan celah untuk kesalahan apa pun."Jika anda dan tuan anggara dobson bercerai,anda tidak akan mendapatkan harta ataupun aset apapun darinya."jelas david singkat."Tapi anda tetap akan memperoleh tunjangan finansial yang besarnya tergantung dari lamanya waktu pernikahan.kesepakatan ini luar biasa bagus.suami anda sangat baik hati."Ini bukan tentang uang.ini tentang kasih sayangku kepada keluargaku.tentang janji,loyalitas."dimana aku harus tanda tangan?"Sesudahnya,citra pergi ke kamar ,hatinya terasa luar biasa berat dan sakit.Rasanya benar benar keliru,Pernikahan yang ia jalani harus seperti ini,dengan diskusi, dengan harta.Tapi apalagi yang ia harapkan ?harta dan kekuasaan yang bergelimangan adalah segalanya bagi anggara..sebagai istri lewat perjanjian,citra merasa ia berada jauh,di bawah dalam daftar prioritas pria itu."Kamu tahu situasinya memang akan begini."ia berbisik pada diri sendiri ,tangannya mengusap pada gaun pengantin yang terbuat dari satin putih.jadi mengapa tiba tiba ia merasa begitu yakin dirinya hampir membuat kesalahan terburuk dalam hidup?"Aku merindukanmu citra.seharusnya aku tidak membiarkanmu pergi .kembalilah padaku..."Dengan gemetar,citra mengangkat telepon.nyaris tidak menyadari apa yang telah ia lakukan dan mulai menekan serangkaian nomor yang tersimpan di memorinya.Rasanya mudah sekali menekan sebelas digit pertama ,tapi setetes air mata membasahi wajahnya saat jarinya menyentuh nomor terakhir.tidak.sambil menggeleng,ia menutup telepon itu sebelum mengorbankan tanah milik ayahnya dan harga diri sendiri dalam upaya mengejar cinta yang mustahil."Maksudmu, ini bukan pertama kalinya?" seru Anggara dengan wajah panik, membuka ponsel untuk menghubungi dokter Mila dan gusar karena selama ini tidak diberitahu. "Kenapa kamu tidak cerita padaku?""Oh, pergilah dan jangan ribut, Anggara," erang Citra sambil mendekati wastafel untuk mencuci wajah sehabis muntah-muntah yang tadi membuatnya melompat dari tempat tidur dan langsung menuju kamar mandi. Saat ini, ia betul-betul tak butuh penonton. "Ini hanya gangguan perut biasa... mungkin karena menu makananku berubah. Aku terlalu banyak makan makanan pedas."ujar Citra yang terus menahan rasa mualnya"Aku akan mempekerjakan koki baru jika begini akibatnya. Sudah berapa kali ini terjadi?" desak Anggara, bicara cepat dalam bahasa inggris kepada seorang pelayan yang berdiri di dekat mereka. Kemudian, ia mengangguk dan mengatupkan bibir sensualnya saat mendengar jawaban yang membenarkan kecurigaan terburuknya. Wajah tampannya berubah suram mengiringi suasana hatinya. "Kamu harus kembali ke tem
Anggara masuk ke kamar setelah larut malam dan berbaring di sisi tempat tidurnya sementara Citra berpura-pura terlelap. Ia malu atas kenyataan yang Anggara sodorkan ke hadapannya dan amat menyesali pilihannya sekarang. Pagi hari saat ia terjaga, Anggara sudah pergi, dan itulah awal dari tiga minggu yang amat sepi ketika Citra jarang sekali melihatnya. Anggara makan pagi sebelum Citra turun dari tempat tidur, yang justru membuat wanita itu lega karena pada minggu ketiga ia merasa perutnya tidak nyaman, yang ia duga akibat kehamilan yang masih ia sembunyikan. Ia terkadang mual pada pagi hari, bahkan muntah beberapa kali, tetapi kemudian baik-baik saja saat siang dan malam.Tanpa menyadari penderitaan Citra pada pagi hari, Anggara kerap muncul saat makan siang, mengajaknya berbincang dengan amat sopan, tetapi Citra hanya menerima tanggapan dingin. Anggara kembali pada kebiasaannya makan malam bersama Citra. Dan suatu pagi, pria itu mengumumkan sekilas akan terbang ke Singapura untuk men
Citra masih tersenyum-senyum sendiri saat kembali masuk ke tempat tidurnya. Ia tidak sabar memberitahu kepada Anggara tentang kabar bahagia ini. Dengan tatapan penuh harap ia mengeluarkan ponsel dan membaca pesan masuk pada ponselnya.Pesan itu dari Andi. AKU KEHABISAN UANG. BUTUH UANG 500 JUTA. Citra membaca pesan itu dengan mata membelalak kecewa serta mulut mengatup. Ada apa dengan Andi?Ia betul-betul tidak tahu malu. Ia bergegas mengetik pesan balasan. AKU TIDAK AKAN MEMBERIMU UANG UANG SEBANYAK ITU. DIA HARUS MEMBERIKU UANG JIKA TIDAK INGIN FOTO FOTONYA BERSAMA GADIS GADIS DI SURABAYA TEREKSPOS KE MEDIA. Dengan perasaan terpukul bercampur ngeri, Citra duduk tertegun sambil menatap layar ponsel. Mereka telah tiba di pusat kota saat akhirnya ia bisa menenangkan perasaan yang campur aduk. Ia mengangkat telepon untuk bicara dengan Lilir yang duduk di samping sopir. "Aku ingin pulang ke rumah. Aku terlalu capek untuk belanja sore ini," ujarnya. Gadis-gadis? Di Surabaya? Perutnya
Selama beberapa hari ini Laurel lebih terbuka dibandingkan yang terjadi selama pernikahan mereka, namun Anggara tidak akan tertipu. Ketika Citra merasa terancam, dia menutup diri. Itulah cara wanita itu melindungi dirinya sendiri. Di sini, Anggarq tidak bersedia membiarkan Citra bersembunyi tapi ia cukup realistis untuk tahu bahwa ketika mereka kembali ke dunia sibuk tempat mereka tinggal, segalanya akan berubah. "Seminggu," janjinya di bibir Citra, "kita akan kembali selama seminggu. Dan kita akan bersama-sama pada awal dan akhir setiap hari. Sarapan setiap pagi dan makan malam setiap malam. Sendang tidak jauh dari Brakseng. Aku takkan pergi lama. Aku berjanji." Citra mengawasi saat Anggara mengirimkan e-mail dengan satu tangan sambil mengikat simpul dasi sutranya dengan tangan yang satu lagi. Secangkir kopi dingin tergeletak tak tersentuh di meja karena ia tak sempat meminumnya. Sejak mereka tiba kembali di Brakseng, rumah yang dimiliki keluarga Anggara selama beberapa generasi,A
Anggara mendekatkan wajahnya menatap wajah Citra,Matanya menyipit . "Kamu tak mau aku melakukannya?" Citra bisa saja berbohong. Ia bisa saja membiarkan hubungan mereka berjalan tanpa memberitahu Anggara hal sebenarnya, tapi mereka sudah menghadapi cukup banyak hambatan dalam pernikahan mereka tanpa ia menciptakan hambatan baru. "Tidak." Citra menggeleng perlahan, tahu bahwa apa yang akan ia katakan bisa menghancurkan masa depan mereka. "Tidak, aku tidak mau. Ada sesuatu yang belum kuberitahukan padamu. Sesuatu yang belum kukatakan dengan sejujurnya." Anggara terdiam, wajahnya dibayangi cahaya yang semakin temaram. "Katakanlah." Bagaimana Citra bisa menjelaskannya? Dari mana ia memulainya? "Kehilangan bayi kita adalah hal terburuk yang pernah kualami. Ketika merasakan rasa sakit pertama itu aku berpikir, Jangan, tolonglah, jangan sampai ini terjadi. Aku panik. Tak ada, benar-benar tak ada, yang paling kuinginkan di dunia ini seperti aku menginginkan anak kita." Mata Citra basah k
Citra sangat gemetar sehingga tak yakin kedua kakinya mampu menopang tubuh. "Kupikir aku tak boleh melihat rumah." "Tidak lagi. Aku punya kejutan untukmu. Hadiah." Saat mereka menuruni tangga taman itu, Anggara memegang tangan Citra dengan erat dan mengernyit. "Tanganmu dingin. Apa kamu baik-baik saja?" "Aku tak apa-apa." Citra ingin memberitahu Anggara bahwa ia tak membutuhkan hadiah-hadiah besar dari pria itu, bahwa hadiah-hadiah bukanlah alasan ia bersama Anggara. Tapi satu-satunya yang bisa ia pikiran adalah kenyataan bahwa Anggara akan membuat janji untuk menemui dokter padahal itulah hal terakhir yang ia inginkan.Anggara memperpanjang langkah-langkahnya. "Aku tak sabar menunggumu melihatnya." "Dokter itu?" Anggara melirik lembut. "Aku sedang membicarakan hadiahku untukmu." "Oh. Aku yakin aku akan menyukainya," ucap Citra parau, tahu ia harus mengatakan yang sebenarnya pada Anggara.Mereka tiba kembali di rumah dan Anggata segera melangkah menuju ruang kerja, salah sat