Beberapa jam kemudian.
Citra menatap wajahnya didepan cermin,"nona terlihat sangat cantik,calon suami nona pasti sangat beruntung memiliki istri seperti nona,saya saja sebagai seorang wanita sangat menyukai nona",ucap seorang perias wajah yang merias wajah citra."apa kecantikan ini bisa membuat seseorang bahagia?"tanya citra dengan senyum tipisnya.citra berjalan menurunin tangga dengan gaun pengantin putih yang sangat cantik ,bu ida terlihat berjalan dibelakangnya sembari memegangi ekor gaun yang menjuntai panjang kebelakang.citra memeluk bu ida .itu satu satunya cara yang terpikir olehnya untuk menyembunyikan wajah sedihnya.Karena,kali ini ,ia tak mungkin bisa berpura pura tersenyumKakinya mulai memasuki mobil yang sudah disediakan oleh anggara,mobil rolls royce tersebut sudah terparkir sejak subuh didepan halaman,sopir bergegas menuju ke gereja tempat berlangsungnya pernikahan.di sepanjang perjalanan tidak banyak hal yang dipikirkan citra,dia hanya berharap hari ini berjalan dengan cepat.Tepat didepan pintu gereja citra berdiri menggenggam rangkaian buket bunga cantik dengan begitu kuat,Seseorang telah menggantungkan bunga-bunga disejumlah lentera.Ia tak menghiraukan jenisnya, yang jelas warnanya biru dan putih,putih kebanyakan.bunga-bunga itu melimpah ruah kesegala arah,membuncah dari keranjang.mereka tampak semarak,meriah bahkan,padahal itu semua bukan hal yang keliru.Ini bukan hari yang indah.Ini bukan hari yang harus dirayakan.sepasang anak kecil yang manis sudah menunggu,mereka yang akan mengantarkan citra didepan altar."Apa aku siap?"citra mengamati bagian dalam gereja st.maria yang megah..kaca patri yang cerah,kubah yang anggun,berpuluh puluh rangkaian bunga yang dibawa masuk gereja untuk merayakan pernikahannya.ia memikirkan Anggara,yang berdiri bersama sang pastor di altar.Ia memikirkan para tamu,yang berjumlah lebih dari seratus orang,semua menunggunya masuk.Ini hari pernikahannya.Ia sudah dimandikan,disemprot parfum,dan dibantu mengenakan gaun paling mewah yang belum pernah dipakainyanya,dan ia merasa...Hampa.Citra memperlambat langkah kakinya,ia berhenti sejenak untuk mengambil napas.mengamati situasi sejenak.Gereja itu menjadi hening.Sang pastor menatapnya dari depan altar,dan setiap punggung di setiap bangku gereja berputar sampai setiap wajah menoleh kebelakang.Ke arahnya.tanpa sadar tetesan air mata jatuh dipipinya yang merah"seharusnya hari ini ayah menggenggam tanganku dan mengantarku kedepan altar,seharusnya ini menjadi salah satu hari yang paling bahagia dihidupku,apa dikehidupan sebelummya saya melakukan dosa besar sehingga karma buruk ini menimpaku?".Citra berjalan perlahan melewati kursi kursi yang berjejer, para tamu memandang anin dengan kagum,hingga akhirnya dia berhenti disamping seorang pria tinggi ,bahunya terlihat lebar,mereka berdiri sangat dekat hingga Citra bisa mencium aroma tubuhnya,Citra tidak memiliki keberanian untuk menoleh kearah pria tersebut.kemudian seorang pastor mendatangi mereka berdua"Maka tibalah saatnya untuk meresmikan perkawinan ini ,saudara saya persilakan masing masing menjawab pertanyaan saya ,"Anggara Dobson maukah saudara menikah dengan Citra Nugroho yang hadir disini dan mencintainya seumur hidup dengan setia baik dalam suka maupun duka?""ya,saya bersedia""Citra Nugroho maukah saudara menikah dengan Anggara Dobson yang hadir disini dan mencintainya seumur hidup dengan setia baik dalam suka maupun duka?"Citra menelan ludah dan berusaha tidak memikirkan hal hal lain selain pernikahannya"Ya,saya bersedia".Selagi bicara,matanya terpaku pada anggara dan citra terkejutmelihat gairah yang bergejolak di mata pria itu,walaupun seharusnya ia tidak perlu terkejut. Anggara Dobson adalah pria yang selalu mempertahankan apa yang telah menjadi miliknya. Tentu saja pria itu akan menjadi sangat posesif terhadap pengantinya,tidak peduli apakah wanita itu di pilih bukan karena cinta.Bagi Anggara,Citra sekarang adalah miliknya.Pastor menyatukan tangan Citra dan Anggara lalu pastor mengucapkan ikrar pernikahan,suaranya lembut,tegas, dan jelas"dihadapan Tuhan,imam,para saksi dan hadirin saya menyatakan Anggara Dobson dan Citra Nugroho telah menjadi suami istri yang sah."Anggara berbalik dan menatap Citra,wajahnya terlihat datar tanpa ekspresi sekalipun meraih jari jarinya yang lentik,menyematkan cincin emas putih berlapis berlian dijari Citra,begitupun sebaliknya dengan Citra,untuk pertama kalinya dia memegang jari seorang pria yang kini telah menjadi suaminya itu,Anggara terus memandang Citra membuat Citra sedikit ketakutan,tiba tiba Anggara menggenggam tangannya ,memegang pinggangnya dengan erat membuat gadis muda itu tidak bisa bergerak semaunya dan kemudian mencium bibir citra dengan lembut,citra sangat kaget ,jantungnya berdebar sangat kencang ,dia menutup matanya untuk menutup kepanikannya.Seperti itulah rasanya, pengesahan yang bahkan lebih berbahaya daripada ciuman pria itu sebelumnya. Tetapi, sekali lagi, citra tidak dapat mencegah tubuhnya untuk tidak menempel pada tubuh anggara, logika dan inderanya seakan tidak dapat menyatu.Tepukan tangan yang riuh menyudahi momen itu, membuat citra terkejut. Tetapi citra bisa terlepas hanya karena anggara memutuskan untuk membebaskannya. Sedetik sebelum anggara berpaling untuk menghadap para tamu,citra melihat sesuatu sorot mata puas dan tidak sabardalam mata pria itu.Musik waltz mengalun dengan syahdu,nadanya mengalun seolah menyatukan mereka berdua,ciuman romantis itu akhirnya berakhir dan acara sakral tersebut itupun selesai.Anggara menggenggam tangan anin berjalan menyusuri altar menuju mobil yang sudah terpakir didepan gereja."Sekarang kamu telah menjadi istri saya ,ucapan saya adalah perintah tidak ada bantahan apapun yang harus saya dengar,apa kamu mengerti?"ucap anggara dengan tenang namun terasa mengintimidasi."Ya saya mengerti,sekarang hidup saya adalah milik kamu."jawab citra sambil menunduk.Anggara tidak pernah mengalah,tidak pernah takluk pada kelembutan.Jelas sekali pria itu tidak akan takluk pada pengantin yang di kuasainya ini.Sekarang pria itu terlihat siap mengesahkan kesepakatan mereka.Dalam cara paling yang fisik yang bahkan citra tidak ingin membayangkannya.Acara pemberkatan telah selesai,citra terlihat kebingungan untuk memutuskan apa yang harus di pakainya saat ini.Hanya mengenakan pakaian dalamnya yang berenda,satu satunya penyokong yang bisa ia temukan untuk di kenakan di balik gaun berbahan tipis jelas tidak mungkin.Begitu juga dengan gaun malam yang terlalu terbuka yang menurut citra di hadiahkan padanya dari bu ida yang tersenyum senang penuh arti padanya.Tetapi jika ia hanya mengenakan kaos putih lusuh favoritnya,Anggara mungkin akan berfikir ia sengaja mencoba memancing pertengkaran,mengingkari Anggara maupun peraturan yang secara jelas di nyatakan dalam perjanjian mereka bukanlah ide yang bagus.Citra tidak ragu Anggara cukup kejam hingga akan membatalkan keseluruhan kesepakatan jika citra tidak menjalankan kewajibannya.Karena itulah ia masih berdiri di depan lemari pakaian sambil mempertimbangkan ratusan kali apa yang akan di kenakannya malam ini untuk beristirahat.Akhirnya, citra sama sekali tidak siap ketika mendengar sua
Malam semakin panas Ketika Anggara menciumnya lagi,tangan Citra masih berada di antara tubuh mereka dan terimpit dada Anggara.Kejutan atas sentuhan antara kulit dengan kulit membuatnya tubuhnya bergetar.Tidak ada yang lembut pada diri seorang Anggara Dobson.Pria itu seperti sebuah mesin kokoh yang ramping dan sisi kewanitaan dalam diri Citra hanya dapat memuja pria itu sembunyi dalam hatinya.Ketika Anggara meluncurkan tangan dari rambut ke sepanjang bahu citra,secara naluriah citra memahami permintaan tanpa suara itu.Sambil menurunkan tangannya dari dada anggara ,citra membiarkan pria itu melepaskan jubah kimononya melalui lengannya.Yang membuatnya heran ,Anggara berhenti pada garis dada jubah itu tepat di atas payudaranya.Tangan citra naik responsif,menahan bahan satin itu ke dadanya.Mata anggara berkilat karena penuh gairah ,sama sekali tidak ingin sembunyikannya."Lakukan untukku,citra."Tidak ada yang dapat di lakukan citra saat ini kecuali mengikuti alur permintaan anggara. De
Citra terbangun dari tidurnya,ia merasa sangat malu mendapati dirinya telanjang di balik selimut yang menjadi pelindungnya pada saat ini.Anggara telah menghancurkannya,memuaskan hasratnya dan meninggalkannya tanpa daya.Dan tanpa sadar ia telah memperbolehkan Anggara dengan mudah menguasai tubuhnya.Ia bahkan memohon kepada pria itu.Setelah kabut gairah memudar dan menyingkap realitas,Citra tidak dapat lagi memahami penyerahan dirinya yang begitu lemah.Seharusnya bukan Anggara yang membuatnya merasakan hal ini!Seolah Citra menyerahkan semua hidupnya di tempat tidur itu....menyerah atas cintanya pada Andi pria yang saat ini masih mendiami hatinya.Setiap kali Citra merasakan kenikmatan,seriap kali ia menjerit,Ia telah mengkhianati cinta yang telah hidup di hatinya seumur hidupnya.Dan ia tidak tahu bagaimana itu bisa terjadi.Anggara bukanlah pria yang akan bisa dicintainya.Ia bahkan tidak yakin apakah ia menyukai pria itu.Selagi meluncur turun dari tempat tidur, Citra menarik benda
Beberapa jam kemudian Citra sudah berada di depan Perkebunan teh keluarga Dobson,dan melihat sekitar lokasi itu dari dalam mobil.Ia yang memaksa berkunjung,tetapi ketika mereka sampai,Citra tidak lagi yakin itu keputusan yang tepat.Jelas sekali dari raut wajah Anggara tidak ingin berada di tempat ini."Apa kamu mau ikut?" Citra bertanya sambil membuka pintu mobil.Anggara membuatnya terkejut dengan menemaninya mengunjungi makam Orangtuanya.Citra tidak tahu harus mengharapkan apa saat ini,terutama karena Anggara telah bersikap begitu diam dan dingin sepanjang perjalanan kembali ke perkebunan Brakseng.Anggara melepaskan sabuk pengaman dan keluar,tanpa sepatah kata pun selagi Citra membuka pintu belakang dan mengeluarkan botol air dan bunga bunga yang ia petik sendiri dari taman belakang rumah.Kemudian Anggara melangkah ke sisinya ketika Citra melangkah menuju sebuah bangunan berpilar tempat peristirahatan terakhir Keluarga Nugroho.Selagi berhenti di depan makam ayahnya citra menawark
Tulang kaki citra terasa lumpuh seketika,ia terduduk di kursi menutupi wajahnya yang dengan kedua telapak tangan.Tetapi itu tidak menghentikan kekacauan pikirannya.Ancaman Anggara membuatnya kaget dan shock,jelas sekali suami barunya itu tidak mempercayai dirinya.Namun Citra masih tidak percaya jika Anggara akan mengancamnya dengan kelemahan terbesarnya.Lahan perkebunan peninggalan ayahnya.Citra tidak akan mampu melihat lahan perkebunan itu akan di jual kepada para pengembang yang mungkin akan merusak semua kenangan yang tersisa di lahan sekaligus rumah orangtuanya.Bagi Anggara mungkin lahan itu tidak sebanding dengan hartanya yang lain,tetapi bagi Citra itu adalah segalanya."Citra...?"Suara bu ida mengejutkannya sehingga citra menurunkan tangannya."Ada apa bu?"Si wanita yang lebih tua itu menatap ekspresi Citra dengan sorot mata khawatir,tetapi tidak memiliki keberanian bertanya apa apa lagi."Ada telepon untuk nak Citra."sambil mengulurkan telepon portable."Terima kasih,bu."Ci
Citra menutup pintu mobil dengan keras sehingga mungkin cukup untuk membuat pintu itu terlepas dari rangkanya.Yang di lakukannya bukan berarti dia sedang cemburu.Ia hanya merasa kesal yang ia sendiri tidak tahu penyebabnya.Setelah mengambil keranjang kue yang telah mereka persiapkan,mereka berjalan masuk ke dalam rumah bercat putih yang terlihat mengusung konsep minimalis itu.Setengah jalan menuju kesana Anggara merangkul citra dan mencondongkan tubuh ke arahnya begitu dekat sehingga napasnya mengibaskan rambut citra setiap kali Anggara berbicara."Tersenyumlah Citra,kita seharusnya masih dalam masa bulan madu."Citra tidak tahu apa yang membuatnya mau melakukan itu.Sambil merangkul pinggang Anggara ,Citra memberi senyum yang sangat manis ketika mereka tiba di tempat berlangsungnya acara."Oh,Citra,betapa cantiknya dirimu!"Peringatan pelan Anggara terdengar sayup.Beberapa tamu mendengar dan sekarang menggoda Anggara karena berubah menjadi selembut itu.Anggara menyambut gurauan tersebu
Lilie bangkit berdiri,dengan senyum puas di wajahnya. "Selesai," ia mengumumkan sambil menunjukkam hasil karyanya. "Memang tidak sebagus hasil jahitan awalnya, tapi ini tidak akan terlihat buruk oleh siapa pun malam ini."Citra menunduk melihat kancing bajunya. Lilie terlihat terlalu percaya diri pada dirinya sendiri. Jahitannya terlihat berantakan."Aku memang tidak pernah berbakat dalam hal menjahit," kata Lilie sambil mengangkat bahu tidak peduli. Citra bangkit berdiri,menarik napasnya pelan untuk bersikap tetap tenang."Kamu seharusnya memberitahuku tadi," gerutunya.Bibir lilie perlahan menyunggingkan senyum licik. "Wah,wah," katanya, "apakah sekarang kamu kesal padaku?"Citra lalu dengan tanpa berpikir berkata,"Kamu terlihat sengaja membuatku kesal.""Mungkin," jawab Lilie,terdengar seolah tidak terlalu peduli. Ia berpaling ke pintu dengan ekspresi bingung. "Kenapa dia belum juga datang?"Jantung Citra berdebar aneh. "Siapa yang kamu tunggu?"Kemudian engsel pintu terlihat b
Perjalanan kembali ke Brakseng malam itu merupakan saat terburuk dalam hidup CitraAnggara hanya terdiam membisu di sepanjang perjalanan dan Citra akan sia sia saja mengajak Anggara berbicara, Citra memutuskan untuk tetap diam dari pada menambah dilema di hatinya. Bahkan saat mereka memasuki pekarangan rumah tidak ada perubahan....Anggara langsung meninggalkan Citra untuk mengecek beberapa hal yang tadi di tanyakan kepada tukang yang memperbaiki balkon rumahnya.Saat mendengar Anggara kembali ke kamar tidur utama,Citra menjadi sangat gugup,Citra ingin pertengkaran hening ini berakhir,bahkan jika itu berarti mereka akan bertengkar hebat.Sambil mengikat jubah tidurnya erat menutupi baju tidur tipis yang di kenakannya,Citra mengetuk pintu penghubung.Tidak ada jawaban,tetapi Citra tetap melangkah masuk.Anggara duduk di pinggir tempat tidur,telah membuka jaket dan kemejanya.Sekarang ia menjatuhkan kaus kaki dan berdiri."Tidak sabar ingin ke tempat tidur?" Sambil membalas tatapan Citra,An