LOGINDaisy Morwyn, 22 tahun, hidup dalam penganiayaan keluarga angkatnya. Ingin bebas, gadis itu segera mencari pekerjaan setelah lulus. Namun Daisy justru diterima sebagai asisten pribadi tunangan kakak angkatnya, Jade Draxus. Sejak melihat memar di tubuh Daisy, perhatian Jade mulai tertuju padanya. Kedekatan mereka berkembang cepat, hingga satu malam panas menjebak mereka dalam hubungan terlarang yang seharusnya tidak pernah ada. “Saya bebas melakukan apa pun padamu, Daisy. Kau cukup menikmatinya saja,” ujar Jade sambil melepas kancing kemeja Daisy.
View More“Tuan! Tuan diberi obat lagi?!” tanya Daisy panik, mencoba melepaskan diri.
"Tidak," jawab Jade dengan suara berat. "Kali ini saya sangat sadar." Hening merayap di antara mereka. Deru napas mereka memberat. “Saya tidak tahu apa yang terjadi pada diri saya,” bisik Jade, “tapi yang jelas, saya menginginkanmu, Daisy.” Daisy merasakan jantungnya berdebar dengan kecepatan yang tidak normal dan pipinya memerah. Tidak bisa disangkal, sejak pertemuan mereka di pesta pertunangan, hubungan Daisy dan Jade seperti saling tarik-menarik hingga semakin dekat. “Tapi Tuan … Tuan adalah bos saya, dan tunangan kakak angkat saya.” Daisy menggigit bibirnya gugup. Jade menarik Daisy mendekat, memeluk gadis itu. "Kamu tidak menginginkan saya?" tanya Jade berbisik di telinga Daisy. Dada Daisy berdebar kencang ketika napas panas Jade menyapu telinganya. Saat Jade menatap matanya lekat, Daisy tidak yakin bisa menahan dirinya lebih jauh. *** Beberapa hari sebelumnya. "Jangan sampai kamu mempermalukan kami hari ini, Daisy!” Daisy Morwyn baru selesai menyesuaikan pinggiran apron putih saat kata-kata tajam itu menghantam telinganya. Dia tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang berbicara. Suara Olga, ibu angkatnya, yang selalu membuat tulang belakang Daisy tegang, meski sudah bertahun-tahun mendengarnya. "Iya, Ma," jawab Daisy dengan kepala tertunduk sambil mengusap kedua tangannya pada kain apron. Seragam pelayan itu terlalu ketat di bagian bahu, jelas Olga asal memilihkan ukurannya untuk Daisy. Olga melangkah lebih dekat, membuat Daisy secara reflek mundur selangkah. "Kau tahu posisimu di keluarga ini," lanjut Olga tajam. "Karenanya, jangan buat orang lain penasaran. Layani tamu-tamu dengan baik, jangan bicara kecuali diminta, dan pastikan mereka tidak pernah menganggapmu sebagai bagian dari Keluarga Lulla. Mengerti?" Daisy mengangguk. Dia sangat mengerti. Sejak belasan tahun lalu, ketika ibunya yang bekerja sebagai pembantu Keluarga Lulla meninggal dunia dan Olga memberikan dia tempat tinggal, Daisy sudah cukup dewasa untuk memahami apa artinya diterima, tetapi tidak pernah benar-benar menjadi bagian dari sesuatu. "Bianca dan tunangannya akan tiba dalam 10 menit," ujar Olga sambil memutar tubuhnya dengan anggun yang menyiratkan percakapan akan segera berakhir. "Pastikan kamu bisa menjaga sikap, demi kebahagiaan semua orang." Ketika langkah kaki Olga menjauh, Daisy baru berani mengambil napas panjang. Aula mewah di depannya sudah penuh dengan dekorasi bunga putih dan emas, cahaya kristal berkilau di langit-langit, dan meja-meja yang ditata dengan sempurna. Ini adalah pesta pertunangan Bianca Lulla, kakak angkatnya. Daisy bergerak cepat menuju meja kudapan, memastikan setiap nampan tertata dengan rapi. Semua pelayan saling membagi tugas. Pintu utama aula terbuka lebar. Tamu-tamu mulai memasuki ruangan dengan pakaian mereka yang berkilau, perhiasan yang bersinar, dan senyuman lebar. Daisy dengan cepat tertinggal di belakang, menjadi sosok yang hanya diperhatikan saat seseorang membutuhkan sesuatu. Kemudian, Bianca muncul. Putri kandung Keluarga Lulla itu tampil memukau dalam gaun pertunangan putihnya yang mewah dan mahkota mutiara menghiasi rambut ikal cokelatnya. “Astaga, cantiknya!” puji beberapa tamu. Namun yang membuat Daisy langsung membatu bukan keindahan Bianca, melainkan pria yang berjalan di sampingnya. Daisy mengenali wajah itu. Wajah tampan yang selama seminggu terakhir Daisy temui sejak hari pertamanya bekerja di kantor Poseidon Exports Suri. Jade Draxus, CEO di perusahaan itu sekaligus bos Daisy yang dingin dan intimidatif. Pria berusia 35 tahun dengan mata berwarna cokelat yang terasa dapat menembus jiwa. “Bianca sangat beruntung mendapatkan Tuan Jade!” Tamu di depan Daisy mulai bergosip pelan. “Kau benar. Tidak ada wanita yang mampu memikat Tuan Jade, tapi Bianca bisa.” Jade menatap lurus ke depan, sama sekali tidak tertarik untuk membalas tatapan Bianca yang terus menoleh ke arahnya. Sesaat setelahnya, mata Jade bergerak melintasi aula. Tatapan pria itu berhenti tepat di manik hitam Daisy yang membulat. Daisy menelan ludah. Waktu seakan berhenti, seolah seluruh orang di aula menghilang dan hanya menyisakan mereka berdua. Daisy bisa melihat perubahan ekspresi di wajah Jade saat bertemu tatap dengannya. Pria itu pasti mengenali Daisy. Daisy segera menunduk dan berpaling, bergerak cepat meninggalkan meja kudapan. Gadis itu melangkah ke koridor yang sepi. ‘Apa-apaan ini?!’ batin Daisy seraya mengernyitkan dahi. Jade Draxus, bosnya, bertunangan dengan Bianca, kakak angkatnya. Bagaimana mungkin? Bianca selalu membawa pria lain ke rumah, Andrew. Wanita itu juga mengenalkan Andrew sebagai kekasihnya. Hampir setiap akhir pekan, kedua pasangan itu menghabiskan waktu di kamar Bianca. Daisy sering mendengar desahan di antara keduanya setiap melewati pintu kamar kakak angkatnya. "Apa mereka sudah putus? Tapi, kenapa cepat sekali Kak Bianca menemukan pengganti?" tanya Daisy pada dirinya sendiri. Suara langkah kaki membuat Daisy tersentak. Dia berbalik cepat. Olga sudah ada di sana, tengah mendekati Daisy sambil melipat tangan di depan dada. "Tutup mulutmu," perintah Olga penuh penekanan. "Tentang Andrew, atau apa pun yang ada di pikiranmu. Mengerti?!" "Tapi, Ma, bukankah Kak Bianca dan And–" "Jangan menyebut namanya sembarangan," ucap Olga sambil memelotot dan mencengkeram lengan Daisy. "Cukup indahkan saja permintaan Mama!" “Aw, sakit, Ma,” sahut Daisy seraya menatap Olga takut. Olga segera melepaskan Daisy dengan kasar dan langsung berbalik pergi. Begitu banyak pertanyaan dalam benak Daisy, tetapi gadis itu tahu lebih baik dia tidak mencari tahu lebih dalam. Daisy kembali ke aula dan mulai melayani tamu-tamu. Mereka tertawa, bercengkerama, dan sepenuhnya tidak menyadari bahwa gadis dalam seragam putih itu bukanlah pelayan sungguhan. Sampai akhirnya Daisy merasakan kehadiran seseorang, sebelum benar-benar melihat orangnya. "Asisten pribadi saya bekerja paruh waktu sebagai pelayan di acara pertunangan?" Suara itu membuat Daisy membeku. Daisy perlahan memutar tubuh. Jade berdiri di hadapannya dengan postur tubuh sempurna. Salah satu tangannya berada di saku celana dan mata cokelat itu menatap Daisy lekat. "Gajimu sebagai asisten pribadi saya tidak cukup?" tanya Jade sambil mengangkat kedua alis dan sedikit memiringkan kepalanya. "Saya ... saya ...." "Ganti pakaianmu dengan pakaian yang biasa kamu pakai di kantor," perintah Jade penuh penekanan. "Hari ini kamu akan lembur. Kamu harus melayani kebutuhan saya secara eksklusif."“Tolong berdiri.” Daisy terkejut ketika tangan Jade menggenggam lengannya dan menarik gadis itu bangkit dari lantai. Tubuh Daisy limbung, tetapi genggaman Jade menjaga keseimbangannya. “Jangan pernah bersujud seperti itu lagi di hadapan saya,” pinta Jade sambil menahan napas. “Dan, saya setuju dengan permintaanmu. Rahasiamu aman.” Daisy mengangkat wajah. Ada sisa air mata di pelupuknya. "Terima kasih, Tuan." Masalah kesalahpahaman selesai, kini mereka sibuk menyiapkan agenda selanjutnya. Daisy membantu Jade merapikan berkas-berkas untuk rapat pagi. Sesekali Daisy merasakan debaran aneh tiap kali Jade berdiri terlalu dekat. “Kemeja saya mana?” tanya Jade sambil membuka lemari hotel. Pria itu lagi-lagi berjalan di sekitar Daisy hanya dengan handuk yang melilit di pinggangnya. Daisy menunjuk tanpa menatap. “Sudah saya setrika, Tuan. Bagian kanan.” Jade memperhatikan pipi Daisy yang memerah. “Jika kamu kurang sehat, kamu boleh istirahat.” “Saya baik-baik saja,” balas Daisy cep
Jade menoleh, satu tangannya masih memegang koper yang terbuka.“Tidak bisakah kau mengetuk pintu dulu?” tegur Jade, kemudian menjawab, “supaya koordinasi lebih mudah, Daisy.”“Ah ya,” ucap Jade lagi, kali ini sambil merogoh sesuatu dari saku celananya dan mendekat. “Kunci khusus pintu penghubung ini, kamu yang pegang. Silakan kunci saja.”Daisy menerima uluran kunci itu, meski wajahnya masih tampak terkejut.“Baik, Tuan,” sahut Daisy kemudian.“Istirahat yang cukup,” tukas Jade sambil berjalan menjauh. “Besok jadwal kita padat.”Daisy mengangguk cepat, lalu menutup pintu penghubung dari sisinya.Walaupun sudah mandi dengan air dingin, jantung Daisy masih belum merasa tenang. Namun tubuhnya terasa sangat lelah.Baru hitungan menit sejak Daisy terlentang di kasur, kelopak matanya mulai terasa berat.Daisy hampir saja terpejam ketika ponsel di atas nakas berbunyi. Pesan masuk dari Bianca.Hanya membaca namanya saja, wajah Daisy memucat.[Di mana kamu, Jalang?]Daisy menegang. Dia membac
Daisy membuka blazernya sambil menahan debaran dalam dada yang semakin tidak terkendali.Ketika kain itu terbuka sepenuhnya, mata Jade menggelap dan rahangnya mengeras."Daisy," panggil Jade dengan suara rendah. "Siapa yang melakukan ini?"Daisy tetap diam, tidak berani menatap mata bosnya.Jade tiba-tiba merangkul bahu Daisy lebih dekat dan membawanya untuk duduk di tepi sofa yang ada di kamar."Tunggu di sini," perintah Jade.Sebelum Daisy sempat membalas, Jade pergi ke kamar mandi.Jade membawa kotak P3K saat kembali dan duduk di depan Daisy.Gadis itu tersentak."Tuan Jade, Anda harus berpakaian dulu," ucap Daisy gugup sambil melihat ke arah lain.Jade mengabaikan komentar itu dan membuka kotak P3K. Dia mencari salep memar dan mulai mengoleskannya dengan lembut ke setiap memar di lengan Daisy.Kali ini sentuhannya sangat hati-hati, seakan takut membuat memar Daisy bertambah parah."Dengarkan saya," ucap Jade sambil terus mengobati memar itu. "Apa pun yang terjadi dan siapa pun yan
"Tuan Jade,” panggil Daisy dengan suara yang mulai bergetar. “Tuan adalah pria baik yang tidak mungkin melecehkan wanita. Saya percaya Tuan, jadi tolong menjauh.”“Sialan!” Jade tiba-tiba memalingkan wajahnya dengan kasar, membuat Daisy terdorong mundur.Pria itu mengusap wajahnya frustasi dengan napas yang masih terengah-engah."Maaf," ucap Jade penuh penyesalan. "Maafkan saya, Daisy."Jantung Daisy masih berdetak seperti genderang perang, pipinya memanas. Dia tidak berani bergerak, mendekat, atau pun menjauh.Mobil akhirnya berhenti di depan rumah Jade yang megah. Daisy dapat melihat taman luas dengan kolam ikan mas di halaman depan."Kamar saya ada di lantai atas," instruksi Jade sambil berjalan tertatih-tatih, meraih pundak Daisy untuk menopang diri. "Bantu saya."Daisy merasa segan, tetapi ketika melihat kondisi Jade yang benar-benar memburuk, dia tidak memiliki pilihan lain.Dengan hati-hati, Daisy memandu pria itu naik tangga marmer yang lebar dan melewati koridor panjang denga












Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.