Share

Kematian dan Kebangkitan

Di tengah desa, kawanan Carnivore masih berkeliaran. Mereka bergerak mondar-mandir memenuhi tepi dan tengah jalan. Langkah para makhluk pemangsa itu kaku dan pelan. Bergerak setapak demi setapak, bahkan ada yang diseret. Sebagian besarnya tak memakai alas kaki.

Suara geraman, rintihan, dan raungan para Carnivore membahana. Bak paduan suara, mereka memperdengarkan lagu ritual dengan melodi yang menyeramkan.

Mulut para pemangsa daging itu menganga. Deretan gigi tajam yang basah oleh cairan merah terlihat. Di sela-selanya terselip sisa daging hasil santapan. Permukaan wajah mereka menampilkan wujud menakutkan dengan mata merah dan kulit kelabu pucat.

Pakaian yang membungkus tubuh para makhluk pemangsa itu beraneka, namun semuanya sama-sama kumal, kotor, dan terkoyak sana sini. Mereka bak sekelompok gelandangan yang sedang berkumpul.

Sama seperti wajah, tubuh para Carnivore juga berwarna kelabu pucat. Bercak darah dan luka lecet memenuhi seluruh permukaan kulit. Raga mereka sangat kurus. Tak ada otot dan gizi lagi. Yang tersisa hanya kulit pembungkus tulang.

Suara raung dan geram yang menyeramkan terus terdengar. Sambil bergerak maju tak tentu arah, para Carnivore menoleh kanan dan kiri. Hidung mereka mengendus-endus.

***

“Para Carnivore itu,” kata Steve Santana, “awalnya memang manusia. Makhluk hidup seperti kita. Dan yang pastinya penduduk di sini.”

Alicia Eva menyimak serius perkataan Steve. Tubuhnya sedikit membungkuk. Kedua siku tangannya diletakkan pada lutut. Matanya menatap lurus ke depan.

“Mereka semua terjangkit virus COBRA-V. Itulah awal malapetaka di sini,” lanjut Steve Santana yang duduk bersandar. Sebelah kakinya terangkat ke atas lutut. “Semula hanya belasan penduduk yang terjangkit, namun lama kelamaan, wabah menyebar dengan cepat. Korban bertambah.”

Sementara Steve Santana tengah bercerita, Jason yang duduk di sebelahnya tertidur pulas. Dia terlelap dengan kepala miring ke bahu kanan. Punggungnya ditopang oleh sandaran kursi. Suara dengkurannya terdengar seperti mesin rusak.

“Setiap hari korban pasti bertambah. Sampai akhirnya dokter dan tenaga medis kewalahan. Mereka stres dan kelelahan. Lebih buruknya lagi, mereka juga terjangkit.” Steve berhenti sejenak. Dia lalu menarik napas dan mengembuskannya pelan. “Dalam waktu tiga hari, semua lumpuh. Hancur. Dokter desa dan tim medisnya habis terjangkit virus COBRA-V.”

Kening Alicia Eva mengerut. Dia menatap lekat Steve Santana sambil menggeleng.

Steve Santana balas menatap Alicia Eva. “Saat itulah kami tak dapat berbuat banyak. Semua orang menyelamatkan diri sendiri dan juga keluarga.”

Alicia membuang napas kasar. Dia lalu menaikkan kedua tangan untuk menyibakkan rambutnya. Setelah itu, dia tertunduk sambil memegang kepalanya. Kedua sikunya tetap ditumpukan pada lutut.

“Beberapa hari kemudian,” lanjut Steve Santana, “mereka datang.”

Alicia Eva menegakkan kepalanya dengan cepat. Tatapannya dan Steve kembali bertemu. “Mereka? Mereka siapa?”

“Tim medis dari kota,” jawab Steve Santana sambil menurunkan kaki kanannya dari lutut. Dia lalu gantian menaikkan kaki kirinya. “Bantuan dari pemerintah. Jumlah mereka cukup banyak. Datang dengan tujuh unit helikopter.”

“Bantuan? Dari pemerintah?” Alicia Eva menggeleng. Keningnya masih mengerut. “Aku tak yakin.”

“Aku juga!” seru Steve Santana sambil mengelus dagunya yang ditumbuhi berewok tipis rapi. “Dari awal kedatangan mereka, aku sudah curiga.”

“Kalian terima bantuan mereka?”

“Kami tak punya pilihan.”

Alicia Eva menjatuhkan punggungnya ke sandaran kursi. Dia melirik ke samping Steve. Jason yang tengah terlelap sambil duduk sedikit bergerak. Dengkurannya telah berhenti.

“Mereka membawa segala yang kami perlu. Karna itulah, para warga yang tersisa menyambut baik.” Steve Santana memijat leher dan bahunya. “Makanan, minuman, dan ....”

Alicia Eva terpaku. Dia terus menatap ke depan, menunggu Steve menyelesaikan kalimatnya.

“Vaksin!” lanjut Steve Santana.

“Hah? Vak ....” Alicia Eva tersentak kaget. Dia terbelalak dan melongo. “Vaksin?”

“Ya! Vaksin pencegah virus COBRA-V.”

“Tidak mungkin!” Alicia masih terbelalak. Dia menggeleng. “Sampai sekarang vaksin itu belum ditemukan.”

“Ya, kau benar! Namun sayangnya para warga antusias.”

“Lalu para korban disuntikkan?” tanya Alicia. “Maksudku para penduduk yang terjangkit COBRA-V.”

Steve Santana mengangguk. “Termasuk orang sehat.”

“Kau?”

“Aku tidak! Beberapa warga yang lain juga tidak,” jawab Steve. Dia lalu menoleh ke samping. Jason masih tertidur dalam posisi duduk. “Termasuk dia.”

Alicia Eva kembali melirik Jason sejenak.

“Kami tak percaya dengan mereka,” lanjut Steve Santana. “Karna itulah kami selamat sampai sekarang.”

“Lalu apa hubungan semua ini dengan para Carnivore?”

Steve Santana melanjutkan ceritanya. Setelah mendapatkan suntikan vaksin dari tim medis kota, kondisi para korban virus COBRA-V memburuk. Mereka meninggal lebih cepat dari waktu yang seharusnya, yaitu satu minggu. Setiap harinya, jumlah warga desa yang meninggal bertambah. Orang-orang sehat yang mendapat suntikan vaksin pun kondisi kesehatannya memburuk. Dalam waktu dua hari, semua meninggal.

Menyadari adanya kegagalan dalam pemberian vaksin, tim medis dari kota itu pun cuci tangan. Mereka kabur. Tanpa memedulikan kondisi desa yang berantakan, mereka kembali ke kota dengan helikopter.

Orang-orang yang telah menerima suntikan vaksin, baik yang terjangkit virus COBRA-V, maupun yang sehat, dikuburkan secara masal. Para warga desa yang tersisalah yang melakukan penguburannya.

Penguburan dilakukan dengan cepat, apa adanya, tanpa upacara, bahkan jenazah-jenazah pun tak dimasukkan pada peti mati. Semua dimakamkan secara langsung.

“Karna kekurangan lahan untuk memakamkan jenazah-jenazah,” lanjut Steve Santana, “kami pun terpaksa menggunakan tanah kosong di tengah desa.”

“Maksudmu area pemakaman khusus berpagar tinggi tak jauh dari sini?” tanya Alicia sambil menunjuk ke arah jendela yang tertutup tirai. “Yang ada peringatan dilarang masuk pada bagian depannya?”

“Ya, benar! Tempat kau menembak dua Carnivore,” jawab Steve Santana. “Yang terkubur di sana adalah orang-orang yang telah menerima vaksin gagal.”

Permasalahan belum selesai. Dalam waktu kurang dari satu hari setelah pemakaman, malapetaka baru pun terjadi. Para jenazah bangkit kembali. Mereka keluar dari dalam kuburan masing-masing. Tidak adanya peti mati membuat mereka bisa menembus tanah dengan mudah.

Celakanya, kebangkitan para jenazah bukan berarti mereka hidup kembali. Namun, mereka berubah menjadi makhluk lain. Makhluk yang selayaknya hewan buas. Mereka haus darah dan lapar akan daging. Karna itulah mereka disebut Carnivore.

Kebangkitan para jenazah terjadi saat malam hari. Setelah keluar dari kuburan, mereka pun berkeliaran dan tersebar ke seluruh area desa.

Dalam raga para Carnivore bukan hanya ada virus COBRA-V, namun juga virus baru yang akan membuat seseorang berubah menjadi Carnivore baru jika tergigit atau tercakar oleh mereka.

Cerita Steve Santana membuat Alivia Eva tercengang. Dia masih tak percaya, apa mungkin orang yang telah mati bangkit kembali? Tapi dia sendiri sudah bertemu, bahkan berhadapan dengan dua Carnivore. Sementara Pelaksana tugas kepala desa itu sedang berbicara, dia mendengarkannya dengan saksama.

“Tapi jangan salah, Nona Eva,” ujar Steve Santana. “Walaupun para Carnivore bangkit dari kubur, mereka bukan makhluk halus.”

“Ya, aku mengerti,” tanggap Alicia Eva sambil mengangguk. “Mereka makhluk biologis. Hanya saja, entah apa yang membangkitkan mereka.”

“Kegagalan vaksin!” seru Steve Santana.

“Hah?” Alicia Eva kembali terbelalak dan melongo. “Apa hubungannya?”

Steve Santana lanjut berkisah. Vaksin gagal dari tim medis kota, bukan hanya membuat para korban meninggal lebih cepat, namun juga menguatkan virus COBRA-V. Setelah dikuburkan, virus dalam jasad-jasad bermutasi.

Mutasi yang menguatkan virus COBRA-V menghidupkan jaringan otak, sehingga memberi kesadaran pada korban-korban yang telah meninggal. Carnivore merupakan makhluk biologis yang pergerakannya dikendalikan total oleh otak. Organ lain seperti hati, jantung, dan paru-paru, sama sekali tak berfungsi.

“Para Carnivore tak ada bedanya dengan hewan buas.” Steve menengadah. Dia mengembuskan napas ke udara. “Insting membunuhnya kuat. Mereka hanya tahu memangsa.”

“Sepertinya kau tahu banyak soal Carnivore.” Alicia Eva menurunkan resleting jaketnya. Hari semakin siang, udara mulai panas. “Sampai-sampai kau tahu proses kebangkitan dan mutasi virus dalam jasad mereka.”

Steve Santana terdiam. Dia melihat Alicia Eva membuka jaket, melipatnya, lalu diletakkannya ke samping. Bahu dan lengan mulus wanita itu kembali terlihat. Tank top yang dikenakannya tampak sedikit basah oleh keringat.

“Dia ilmuwan!” seru Jason tiba-tiba.

Steve Santana menoleh ke samping cepat. Begitu pun Alicia Eva, dia langsung menatap ke arah Jason yang tengah terkekeh. Matanya masih terpejam. Posisi punggungnya juga masih bersandar pada kursi.

“Ilmuwan?” Alicia memindahkan tatapannya pada Steve. “Dia serius?”

“Aku berharap kau tak bangun untuk selamanya!” hardik Steve sambil terus menatap Jason.

Jason kembali terkekeh. Dia lalu membuka matanya pelan, menguceknya, lalu segera duduk tegak. Tatapannya langsung jatuh pada lengan dan bahu Alicia yang terbuka. Pemandangan elok itu membuatnya menelan ludah dan menjilati bibir.

Alicia Eva tak memedulikan tatapan Jason. Dia fokus menatap wajah tampan Steve, berharap dia segera memberi jawab.

“Ya! Dia benar.” Steve Santana membuang napas kasar. Dia bangkit berdiri. “Ilmuwan tanpa gelar.”

Alicia Eva melihat Steve mulai melangkah. Pria berpostur tinggi tegap itu bergerak meninggalkan kursinya.

“Jika aku sempat menyelesaikan kuliahku,” lanjut Steve sambil berjalan menuju belakang kursi tempat dia duduk tadi, “mungkin saja gelar profesor sudah kudapat.”

Mata Alicia Eva melirik mengikuti pergerakan Steve Santana.

“Beberapa waktu lalu aku menangkap satu Carnivore, lalu kubunuh. Darahnya kuambil untuk kuperiksa. Karna itulah aku tahu proses kebangkitannya,” jelas Steve Santana. “Aku hanya menelitinya singkat, tapi aku yakin seperti itulah proses kebangkitan para Carnivore.”

Steve Santana lanjut mengisahkan pengalamannya. Dulu dirinya sempat tinggal di Southland City. Dia kuliah bidang sains dan juga ilmu farmasi di sana. Namun karena kesulitan biaya, dan ayahnya jatuh sakit, dia pun terpaksa pulang kembali ke Windmill Village. Saat itu kehidupan masih normal. Pandemi virus COBRA-V belum terjadi.

Sementara Steve sedang berbicara, dan Alicia fokus menyimak, Jason malah cengengesan. Sesekali dia terkekeh. Tubuh indah Alicia dalam balutan tank top ditatapnya tanpa berkedip.

Steve berjalan mondar-mandir di belakang kursi tempat Jason duduk. Kedua tangannya berada dibalik punggung. Kepalanya sedikit tertunduk.

“Maaf!” ucap Alicia.

“Maaf?” Steve melirik Alicia sambil terus bergerak. “Untuk apa?”

Alicia salah tingkah. Dia berdeham dan malingkan wajahnya. “Maaf karna aku membuatmu teringat hal yang tak enak.”

“Tak masalah!” Steve mengangkat telapak tangannya setinggi dada. “Jangan dipikirkan.”

Suara tawa terkekeh Jason terdengar lagi. Dia terus menggerayangi tubuh Alicia Eva dengan tatapannya.

Alicia berdecak kesal. Dia melirik sinis pada Jason. Hatinya resah dengan perilaku pria paruh baya berambut keriting itu.

Matahari naik semakin tinggi. Air yang menggenangi pekarangan depan rumah Steve Santana belum surut. Beberapa pasang kaki melangkah masuk. Tanah dengan rerumputan pendek itu terinjak. Bunyi percikan air terdengar. Selain itu, suara geraman dan raungan juga mengiringi.

Tiba-tiba Steve Santana menghentikan langkah mondar-mandirnya. Air mukanya berubah kaget. Dengan cepat dia menoleh ke arah jendela. Tirainya yang tertutup sedikit bergerak oleh tiupan angin.

“Ada apa?” tanya Alicia Eva seraya bangkit berdiri.

Steve menoleh Alicia sejenak sambil menempelkan jari telunjuknya ke bibir. Setelah itu, dia kembali menatap jendela. Di luar sana, bunyi langkah kaki yang menginjak air terdengar jelas, begitu pula dengan suara dan geraman.

Alicia Eva bangkit berdiri perlahan. Wajahnya berekspresi bingung. Dia menatap Steve melangkah mengendap-endap menuju jendela.

Jason memalingkan wajahnya dari Alicia. Masih pada posisi duduk, dia menoleh ke belakang.

Steve Santana telah sampai ke dekat jendela. Dari celah tirainya yang terbuka sedikit, dia mengintip keluar sana. Alangkah terkejutnya dia. Matanya kontan terbelalak.

Belasan Carnivore berkeliaran di pekarangan depan rumah Steve Santana. Suara percikan air terdengar saat kaki mereka menapak. Semua berjalan tak tentu arah. Jumlah mereka tiga belas.

“Carnivore!” seru Steve dengan suara kecil. Dia menoleh ke belakang sejenak, lalu kembali mengintip keluar. “Jangan bersuara keras!”

Alicia Eva dan Jason tersentak kaget.

Tanpa banyak bertanya, Alicia bergerak mendekati Steve. Sesampainya, dia berniat mengintip juga.

Steve memberi ruang pada Alicia. Dia bergeser agar gadis itu bisa mengintip ke luar sana.

“Tiga belas,” kata Alicia Eva. Mata kirinya melihat para pemangsa di luar sana berjalan ke sana ke mari. “Itu jumlah mereka.”

“A ... Apa? Tiga ... Tiga belas?” Wajah Jason memucat. Dia berdiri dengan kaki dan tubuh gemetaran. “Sebanyak itu?”

Alicia Eva dan Steve Santana tak memedulikan Jason. Mereka saling memandang dalam jarak dekat. Masing-masing tenggelam dalam pemikiran. Mereka mencari ide untuk melakukan sesuatu.

“Bagaimana ini?” tanya Alicia berbisik. “Apa mereka bisa tahu kita ada di dalam sini?”

“Selama tak ada suara ribut dan bau darah, kita aman,” jawab Steve Santana. “Pendengaran dan penciuman mereka sensitif.”

Alicia membuang napas kasar. Tangan kirinya berkacak di pinggang, sedangkan tangan kanannya bergerak menyibakkan rambutnya. Matanya menatap lekat wajah Steve.

“Kita ... Kita ha ... harus lakukan sesuatu.” Jason semakin ketakutan. Badannya bergetar. Wajahnya kian pucat dengan mata terbelalak. “Cepat atau lambat, mereka akan tahu keberadaan kita.”

Steve Santana berkacak pinggang sambil menatap tajam pada Jason. “Ya! Aku setuju!”

“Kau mau lakukan apa?” tanya Alicia.

“Sudah lama pekarangan depan rumahku tak dibersihkan.” Steve Santana mendekatkan wajahnya ke wajah Alicia. “Ini saat yang tepat untuk melakukannya.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status