Dengan gamang, Arpad melangkah menuju sebuah dipan yang cukup besar di sebuah sudut. Di sampingnya terdapat meja kecil, di sana tergeletak sebuah kantong tempat koin emas yang sangat diyakini adalah milik keluarganya. Di dalam sebuah tas, Arpad juga menemukan baju milik Erza. Arpad sangat yakin, karena dia tahu jenis koleksi baju adiknya.
Di sebuah meja besar yang berada di tengah ruangan, Arpad mendapati beberapa ramuan obat, dan secarik kertas berisi tulisan tentang beberapa nama tanaman obat. Arpad berusaha mencermati tulisan tersebut. Melihat bentuk tulisannya, Arpad meyakini bahwa itu ditulis oleh seorang wanita. Tetapi Arpad tahu dan sangat yakin, bahwa itu bukanlah tulisan Erza.
Arpad mematung menatap semua benda-benda tersebut, sambil memikirkan segala kemungkinan. "Bagaimana bisa barang-barang milik Erza ada di sini?"
Setelah beberapa saat Arpad sudah bisa menarik kesimpulan, "Benca mendapatkan ma
Arpad kaget saat sesuatu yang dingin menyentuh wajahnya, dia langsung membuka mata dan mendapati Erza sedang duduk di sisi ranjang miliknya. Erza yang masih memegang baskom berisi air, tertawa melihat reaksi Arpad, "Bangun pemalas. Aku sudah mencubitmu, mengguncang-guncang tubuhmu yang berat, menjambak rambutmu yang kusut tak pernah dicuci berhari-hari, bahkan mencoba mencongkel matamu dengan tusuk gigi. Tetapi kamu tetap saja mendengkur, seperti singa kekenyangan setelah makan seekor kambing." Arpad menyipitkan matanya, lalu menguceknya sedikit. Setelah itu dia menggeser tubuhnya, duduk dan menyandarkan dirinya di kepala tempat tidur, mencoba mengumpulkan seluruh kesadarannya. Sesaat kemudian dia menatap Adiknya lekat-lekat, "Hey, sejak kapan kamu jadi sadis dan kejam seperti itu? dari mana kamu belajar cara mencongkel mata dengan tusuk gigi?" Arpad asal bicara, mencoba menanggapi perkataan Adiknya. "Jangan tertip
Arpad terkesiap, sesaat tubuhnya menegang mendengar apa yang baru saja di ucapkan oleh Zulu, "Coba ulangi lagi! Aku tidak bisa mendengarkanmu dengan jelas!" Arpad mencoba meyakinkan dirinya bahwa dia salah mendengar. "Tuan Muda Lorant tidak ada di kediaman Nona Benca, Tuan Muda Arpad. Tuan Muda Lorant hilang." Arpad mendudukkan Erza di kursi, dia sendiri juga mengambil tempat duduk. Setelah menghela nafas sejenak, dia melanjutkan kata-katanya, "Duduklah Zulu. Lalu ceritakan bagaimana detil kejadiannya!" Zulu menurut, dia duduk di hadapan Arpad dan Erza, kemudian memulai ceritanya, "Setelah menerima perintah untuk menjemput Tuan Muda Lorant, aku langsung berangkat. Sebisa mungkin aku memacu kudaku dengan batas kecepatan maksimal. Aku tiba di kediaman Nona Benca menjelang malam, namun tidak bisa menemukan Tuan Muda Lorant di sana. Aku sudah mencari-cari ke setiap sudut, namun aku hanya menemukan ini."
"Erza, aku akan beristirahat sebentar. Kepalaku terasa penuh. Jadi tolong, jika ada sesuatu, tidak perlu mengganggu aku. Kecuali untuk urusan yang sangat penting, misalnya ada informasi terkait Kak Lorant maupun dari tunanganmu." Arpad bersiap meninggalkan meja makan sambil berpesan kepada Erza. Lalu menatap kepada Zulu, "Beristirahatlah. Sebab kita akan memiliki banyak hal untuk dilakukan dalam beberapa waktu ke depan." "Baik, kak." Erza menyahut pendek. "Sesuai perintahmu, Tuan Muda Arpad." Jawab Zulu patuh. Kemudian Arpad melangkah meninggalkan ruang makan, sementara Erza memanggil pelayan untuk membereskan meja, dan Zulu menuju kamar yang telah disiapkan untuk beristirahat. Setelah memasuki kamarnya, Arpad segera mengunci pintu dari dalam. Dia sudah tidak sabar ingin mencoba untuk membuka kotak tersebut dengan kunci yang dia temukan di rumah pohon. Mungkin kata menemukan tidak cocok, lebih tepatnya dia seperti
Arpad dan Zulu telah mempersiapkan diri sejak pagi buta, untuk berangkat ke rumah keluarga Benca. Erza ikut mempersiapkan perbekalan yang akan dibawa oleh mereka berdua agar memiliki amunisi yang cukup selama perjalanan. Seberapapun Erza berusaha untuk menghibur dirinya sendiri, dia tetap merasa bersalah atas apa yang terjadi terhadap Lorant dan Benca. Kata-kata'seandainya'berkelebat di kepala, seolah-olah menguatkan, bahwa dirinya ikut andil dalam situasi yang sangat memprihatinkan ini. "Seandainya saat itu aku ikut Benca ke dapur." "Seandainya ketika Lorant pergi, aku juga langsung mengajak Benca pergi ke rumahku." "Seandainya aku memaksa Benca untuk diantarkan oleh pengawal." "Seandainya..." "Seandainya..." Kalimat-kalimat tersebut terus terngiang-ngiang. Membuat Erza stress dan tidak bisa tidur. "Erza, kamu kenapa?
Arpad tiba di rumah Benca menjelang sore, dari kejauhan dia melihat dua ekor kuda tertambat di dekat rumah Benca. Dengan penuh kewaspadaan, Arpad memerintahkan Zulu untuk berhenti dan berjalan perlahan. Mereka turun dari kuda dengan hati-hati, berusaha tidak menimbulkan suara sekecil apapun. Keduanya segera mengikat kuda mereka di tempat tersembunyi yang agak jauh dari rumah Benca, lalu mulai berjalan diantara semak dan pepohonan, untuk mencari tahu, siapa pemilik kuda tersebut. Arpad memerintahkan Zulu untuk berjaga-jaga di balik dinding rumah di sisi berbeda dengan dirinya. Sementara dia akan berada pada posisi yang siap untuk menyerbu ke dalam. Sebelum itu, mereka menempelkan telinga mereka ke dinding, mencoba mencari tahu kemungkinan yang ada di dalam rumah Benca. "Aym, Kamu yakin hilang di sini?" sebuah suara berat yang sama sekali tidak familiar di telinga Arpad, terdengar. "Ya, sangat yakin," orang yang dipa
"Zulu, ikat mereka berdua." Arpad memberi perintah pada Zulu. Saat Zulu memulai dengan mengikat Edric, pria itu membuka mulutnya untuk menuntaskan rasa penasaran dari dalam dirinya, "Bagaimana kamu bisa sampai di sini begitu cepat?" Sesaat semuanya terdiam, Aymeric mencoba mencerna kata-kata Edric, saat dirinya akan menoleh, gerakannya terhambat oleh pedang yang menempel di lehernya, jadi dia tidak berani bergerak lagi. Sementara Zulu kembali menuntaskan pekerjaannya setelah tadi ikut terdiam sejenak. Sedangkan Arpad, meskipun tadi ikut memikirkan maksud dari kata-kata Edric, namun tidak butuh waktu lama, Arpad langsung mengerti, bahwa Edric mengira dirinya adalah Lorant, karena paras mereka yang memang mirip satu sama lain. Zulu mendudukkan Edric di kuris panjang tempat kemarin dia tertidur, setelah itu melanjutkan dengan mengikat Aymeric. Saat itu Aymeric baru menyadari kata-kata Edric ketika dirinya melihat soso
Ellie sedang mematut diri di depan cermin, hatinya merasa sangat bahagia. Di hadapannya, dia melihat pantulan seorang wanita cantik, muda dan berseri. Semakin dirinya memandang cermin --di mana terdapat pantulan dirinya sedang memandang takjub-- dengan kemudaan rona wajahnya, hatinya semakin yakin, bahwa apa yang selama ini dia lakukan bersama Klara dan pelayan-pelayan setia mereka, adalah sesuatu yang pantas untuk dibayar dengan darah para gadis itu. Rasa bersalah yang sebelumnya masih sering menyelinap di dalam relung hatinya saat melakukan ritual mandi darah perawan, semakin hari semakin sirna tak berbekas. Ellie mulai merasakan, bahwa semua yang dilakukan merupakan sesuatu yang sangat wajar. Dalam doktrin yang Ellie terima melalui Dorka secara intensive, Ellie semakin meyakini, bahwa di dalam hidup ini, memang ada orang-orang yang dilahirkan hanya untuk menjadi tumbal bagi manusia lainnya. Seperti dalam hukum rimba, yang lemah menjad
Ellie pasrah saat Gustav meletakkan tubuhnya perlahan di atas pembaringan. Sambil memejamkan mata, Ellie mengusap pundak Gustav lembut. Nafasnya mulai tidak teratur, dan semburan panas api seperti menjalar melewati nadinya. Ellie menikmati setiap sentuhan lembut saat Gustav menanggalkan pakaiannya lapis demi lapis sambil sesekali menyentuhkan bibirnya di sekujur wajah Ellie. Gustav merasakan panas tubuh Ellie yang meningkat, sama seperti dirinya. Entah mengapa, semua yang ada pada Ellie selalu mampu menghipnotisnya. Ellie yang dikenalnya saat belia maupun saat telah berusia setengah baya, bagi Gustav sama menarik dan selalu saja berhasil membuatnya terseret pada pesona penuh hasrat yang sulit untuk dibendung. Gustav melumuri tubuh kekasihnya dengan sentuhan lembut pada setiap inchi tanpa terlewatkan. Baginya, setiap sudut tubuh Ellie memiliki sensasi kehangatan yang berbeda dan selalu ingin dilumatnya hingga tuntas. Ellie mulai menggelin