Share

bab 24

Penulis: Mariahlia
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-18 22:44:51

"Aduh capek banget aku!!" Kemuning memijit tangan sebelah kirinya dan kakinya berulang kali, wanita itu sampai berselonjoran akibat kelelahan karena dirinya habis mencuci pakaian.

Kemuning sudah terbiasa, bangun tidur rumah sudah rapih, pakaiannya sudah di cuci, makanan sudah tersaji di atas meja makan.

Dirinya hanya perlu mencuci muka dan langsung sarapan pagi.

Tidak melakukan apa pun, tapi sekarang ini dirinya harus melakukannya.

Menyeka keringat yang ada di keningnya, Kemuning kembali menuangkan air yang ada di ceret di sebelahnya ke dalam gelas kosong. Entah sudah berapa gelas yang dirinya habiskan , hingga membuat ceret itu hanya tersisa sedikit saja.

"Muning, jangan duduk aja, kalau udah siap jemurin pakaiannya dulu setelah itu kamu beresin ini rumah. Halaman depan di sapu, udah dari kemarin enggak ibuk sapu." Seru Mirna.

Kemuning menoleh sengit ke arah ibunya yang suka sekali mengatur itu. "Enak saja . Ibuk saja sana yang kerjain. Aku mau tidur habis makan." Cetus Kemunin
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Cacian Keluarga SuamiKu    S2 bab 55

    Ting Ting Ting Suara notifikasi pesan masuk, membuat Arthayasa yang sedang tiduran di ranjangnya menoleh. Pria tampan itu melirik sekilas, lalu mendesah kasar. Tangannya terkepal sempurna. Ia tau siapa yang mengiriminya pesan beruntun itu. Ia memejamkan kedua bola matanya, lalu menghela nafasnya kasar. Tangannya mengambil ponselnya, lalu membuka pesan itu. Darma Wijaya..|Kamu bahkan tidak lupa dengan janji yang kita buat||Jangan melewati batas kamu, Arthayasa! Kamu bahkan tau siapa saya!||Ingat! Tetap jauhi putri saya!|Arthayasa mendesah, matanya meredup. "Maafkan aku, Ayudia..." * Senja di desa selalu datang lebih cepat dibandingkan di kota. Saat warna jingga mulai menguasai langit, suasana berubah tenang, bahkan terlalu tenang. Ayudia menatap keluar dari jendela kamarnya, mencoba merangkai semua puzzle di kepalanya tentang Arthayasa. Arthayasa… Nama itu terus berputar-putar di kepalanya, menolak pergi. Sejak pertama kali pria itu masuk ke kantor ayahnya di kota, ia

  • Cacian Keluarga SuamiKu    S2 bab 54

    Senja turun perlahan, membawa aroma khas desa—paduan wangi jerami basah dan asap dapur kayu bakar. Burung-burung kecil mulai pulang ke sarang, dan suara jangkrik sudah terdengar di sela-sela rumput. Dari teras rumah nenek, Ayudia menatap ke arah sawah yang mulai sepi. Siluet Arthayasa masih ada di sana, berdiri sendirian di pematang, menatap langit jingga dengan raut yang sulit ditebak. Ia menggigit bibir. Ada dorongan aneh dalam dirinya—ingin tahu apa yang dipikirkan pria itu. Ingin tahu mengapa wajahnya selalu terlihat begitu… berat. “Kenapa kamu kayak bawa beban dunia, sih, Thaya?” gumamnya lirih. “Ayu.” Suara nenek mengejutkannya. Ayudia menoleh cepat, mendapati nenek berdiri di ambang pintu sambil membawa secangkir teh. “Jangan sering-sering ke sawah kalau cuma buat liatin anak itu.” “Aduh, Nek… aku nggak liatin dia kok,” Ayudia buru-buru menepis, meski pipinya memanas. Nenek menghela napas, duduk di sebelahnya. “Desa ini kecil, Nak. Kalau kamu sama Arthayasa sering keliha

  • Cacian Keluarga SuamiKu    S2 bab 53

    Pagi di desa itu kembali menyapa dengan cahayanya yang keemasan. Embun masih menggantung di ujung daun padi, menambah keindahan hamparan hijau yang kini mulai menguning. Ayudia berdiri di teras rumah nenek, menggigit bibir sambil menatap ke arah sawah yang kemarin sempat membuatnya jatuh. Celana panjang putihnya yang masih bernoda lumpur sudah dicuci bersih, tapi rasa malu kemarin masih terasa menempel di pipinya."Gosip bodoh… orang-orang itu memang nggak ada kerjaan selain ngomongin orang," gerutunya dalam hati.Namun sebenarnya, ada sesuatu yang membuatnya tidak tenang—wajah Arthayasa. Dingin, datar, tapi diam-diam selalu ada di kepalanya. Ia ingat betapa hangatnya tangan pria itu saat menolongnya kemarin, meski hanya sebentar."Ah, Ayu… kenapa sih mikirin orang kayak dia?!" Ia menepuk-nepuk pipinya sendiri, mencoba mengusir bayangan itu.Tapi seperti biasa, rasa penasarannya menang. Ia ingin ke sawah lagi. Ingin belajar lebih banyak. Dan—meski tidak mau mengakuinya—ingin bertemu A

  • Cacian Keluarga SuamiKu    S2 bab 52

    Pagi berikutnya, ayam jago nenek berkokok lebih keras dari biasanya, seolah sengaja mengganggu tidur Ayudia. Gadis itu menggeliat malas di ranjang, menarik selimut sampai ke kepala. “Aduh… ini kenapa jam segini udah ribut banget…” gumamnya sambil menutup telinga.Namun nenek tak memberi kesempatan ia bermalas-malasan. “Ayu! Bangun! Kalau mau ikut ke sawah, sekarang waktunya. Nanti kesiangan.”Ayudia mendesah. “Ke sawah? Nek, panas lho…”“Belajar itu jangan setengah-setengah. Kamu kan kemarin sudah mulai belajar metik daun singkong, sekarang coba ikut nenek ke sawah. Lihat padi yang mau dipanen.”"Sudahlah nek, biarkan saja dia. Dia itu memang pemalas! Jangan suruh-suruh dia. Biar saja dia tidur. Atau tidak nenek suruh pulang saja dia ke kota!" Teriak Arthayasa, suaranya menggelegar di penjuru rumah itu. Nenek geleng-geleng kepala, ia tau cucunya tidak benar-benar ingin mengatakannya. Ayudia mengerucutkan bibir. Ia tidak terbiasa dengan pekerjaan desa, tapi rasa penasaran membuatnya

  • Cacian Keluarga SuamiKu    S2 bab 51

    "Nek, saya mau jalan-jalan sebentar ya nek." Ayudia pamit pada nenek yang sedang duduk di depan dipan.Nenek tersenyum, menganggukkan kepalanya. "Iya nak, silahkan, tapi jangan lama-lama pulangnya ya?""Iya nek."Ia lalu berjalan menuju ke rumah tetangga, walaupun matahari masih terik, tapi ia entah mengapa ingin pergi ke rumah Bu Rini. Dan setelah sampai di sana, ia di sambut oleh wanita itu, dan di ajarkan memetik daun singkong.Sampai beberapa jam kemudian. Langit sore itu berwarna keemasan, menumpahkan cahaya hangat ke permukaan sawah yang sudah mulai mengering. Angin mengibaskan ujung rambut panjang Ayudia ketika ia berjalan menyusuri jalan setapak berdebu, membawa keranjang kecil berisi daun singkong hasil dari belajar tadi siang di warung Bu Rini. Ia merasa sedikit lega, setidaknya kini ia tidak hanya menjadi bahan gosip, tapi juga mulai diterima—walau sedikit. Namun, langkahnya terhenti ketika dari kejauhan ia melihat tiga pemuda desa nongkrong di bawah pohon jati dekat ti

  • Cacian Keluarga SuamiKu    S2 bab 50

    Ayudia sedang duduk di teras belakang rumah nenek ketika suara-suara khas ibu-ibu desa mulai terdengar dari arah jalan kecil yang membelah sawah. Suara ketawa cekikikan, diselingi bisik-bisik tajam seperti jarum menusuk hati. Ia tidak perlu mengintip pun tahu, pembicaraan itu pasti tentang dirinya. “Udah kayak sinetron itu lho, Mbak kota datang nyari jodoh desa, tapi cowoknya kayak batu es,” bisik Bu Samirah pada Bu Murni, sambil melirik tajam ke arah rumah nenek Ayudia. “Ya Allah, padahal anak-anak kita aja kalau disuruh cuci piring masih mending, lha itu, boro-boro,” sahut Bu Murni yang memang hobi ‘menyelidiki’ orang baru. Ayudia menarik napas panjang. “Astaga... baru juga beberapa hari di sini, gosipnya udah kayak wartawan infotainment,” gumamnya kesal. Namun suara-suara itu makin jelas ketika para ibu-ibu itu berhenti tepat di depan pagar rumah nenek. “Pagi, mbak! Wah, cantik banget bajunya hari ini. Pasti buat ketemu mas Arthayasa, ya?” seru Bu Marni, pura-pura ramah tapi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status