"Kamu? Kita? Saling kenal?" tanyaku balik sambil menunjuk ke arahku dan dirinya secara bergantian. Aku coba mengingat Pria di depanku, tapi gagal. Aku tak ingat siapa pun.
"Kita saling kenal, sangat kenal malah. Coba Kamu ingat lagi dong .... " pinta Pria yang lebih tinggi dariku itu dengan sedikit memelas, yah ... Di telingaku itu seperti sedang memohon untuk Aku ingat. Tapi yang ada hanya gelengan kepalaku sebagai jawabannya.
"Kamu yakin gak ingat sama Aku?" Pria itu kembali tersenyum, kali ini sedikit memiringkan kepalanya ke samping. Awalnya Aku tak mengerti dengan tingkahnya, tapi saat melihat ada lesung pipit yang cukup dalam di pipi kanannya dan ada tahi lalat di bawah cuping telinga kanannya.
Aku langsung teringat satu-satunya temanku yang memiliki keduanya hanya ....
"Dimas? Serius ini Kamu?" tanyaku dengan histeris pada Pria di depanku. Aku langsung mendaratkan pukulan yang cukup keras di pundaknya, saking kagetnya Aku dengan fakta yang baru kusadari.
"Yup! Akhirnya sadar juga. Mang dasar si 'Amnesia' masih belum sembuh juga ternyata .... " ucap Dimas sambil tertawa, tapi sudah tak sekeras tadi.
"Ini beneran Kamu? Tapi kok udah gak 'subur' lagi ya? Wah hebat Kamu bisa berubah drastis begini," ucapku sambil mengelilingi tubuh atletis milik Dimas yang dulu penuh dengan lemak itu.
Aku sampai pangling tak mengenal Dimas lagi, karena memiliki tubuh yang jauh dari kata 'Subur' dia benar-benar berubah.
"Udah-udah kelilingnya Cassy, pusing nih Aku ... Duduk yuk, capek tau berdiri mulu .... " ajak Dimas padaku yang masih takjub dengan perubahannya.
"Matanya biasa aja dong, malu tuh sama item-item di pipi ... Kamu abis ngelawak dimana? Muka ampe cemong begitu?"
"Enak aja ... Eh, tapi Kamu juga tuh, kenapa bajunya bisa sekotor itu? Tadi makanya Aku kira Kamu itu Pengemis di sini .... "
"Ditanya bukannya jawab, malah balik nanya. Parah ni Anak, emangnya separah itu ya, penampilanku?" tanya Dimas sambil melirik kemeja putihnya yang memang sudah sangat kotor itu. Aku hanya menjawabnya dengan anggukan.
"Iya juga sih, tapi ya ... Sudahlah, tapi untung Aku dianggap mengemis di sini, jadi bisa ketemu dan ngobrol lama sama Kamu."
"Ge-er banget Kamu bisa yakin kalo Aku bakal ngajak Kamu ngobrol lama. Aku harus pulang tau ... Tapi, Kamu ngapain ada di sini?"
"Aku ... Aku ada keperluan deket sini, terus mobil Aku mogok, ya ... Udah jadinya begini .... "
"Hubungannya mobil mogok sama kemeja kotor apaan sih Dim?" tanyaku sambil menunjuk kemeja putihnya yang penuh noda hitam.
"Yaa ... Masa kayak gitu aja gak tahu si Cassy, ternyata masih suka lambat loading juga ya ... Sama waktu sekolah dulu, juara satu terus,tapi kadang suka lambat loading kalo buat masalah yang gak ada sangkut-pautnya dengan materi pelajaran .... " ucap Dimas sambil terkekeh.
"Apaan sih, Aku itu gak lambat loading tahu ... Tapi ngomong-ngomong mobil Kamu yang mogok itu mana?"
"Udah di derek tadi sama bengkel langganan Aku."
"Kamu bukannya baru balik ya? Kok udah ada bengkel langganan aja di sini? Eh, iya ... Kamu sebenarnya balik ke sininya kapan sih? Udah lama atau ... ? Tapi kok gak pernah ngasih kabar gitu? Aku juga sempet nanya sama temen-temen Sekolah Kita dulu, Mereka juga gak ada kontak Kamu sama sekali ... Kamu tuh udah kayak ditelan Bumi tau nggak .... "
"Wait ... Sabar Neng, pelan-pelan napa? Jadinya Aku harus jawab yang mana dulu nih? Banyak banget pertanyaannya?"
"Sorry ... Abisnya Aku tuh greget banget sama Kamu yang hilang tanpa jejak .... "
"Aku ... Udah lama kok balik dari Singapura, tapi ya .... " belum selesai Dimas bercerita, tepat di depan Kami sebuah mobil berwarnah silver berhenti. Seorang Pria yang mengenakan pakaian kerja di sebuah bengkel yang cukup ternama _ Aku bisa lihat dari tulisan di baju tersebut _ mendekat ke arah Dimas.
"Silahkan di pakai kembali mobilnya Mas, udah oke lagi kok .... " ucap Pria yang kutaksir usianya lebih muda dari Aku dan Dimas tersebut, sambil menyerahkan kunci mobil pada Dimas.
"Okay Bro. Thanks ya ... Aku udah Transfer ke Riko ya .... "
"Iya Mas, Bos udah bilang tadi. Kalo gitu Saya permisi dulu ya Mas, Mbak ... mari .... " ucap Pria itu sambil berlalu dari hadapan Kami, setelah Dimas menjawab kalimat pamitnya tadi dengan anggukan dan senyuman.
"Kamu, rencananya mau kemana Cassy?" tanya Dimas tiba-tiba, yang membuat Aku gelagapan. Karena baru pertama kali bertemu dengan Dimas lagi, setelah sekian lama. Aku bahkan lupa tadi Duniaku seakan mau runtuh karena penghianatan Raka dan Mona.
Sial ... Raka dan Mona ... Kalian benar-benar .....
"Cassy ... Cassandra ... Kok bengong? Lagi mikir apa sih?" tanya Dimas terlihat ... Entahlah khawatir mungkin? Atau ... Hanya perasaanku saja. Aku terlalu terbawa perasaan sekarang, sakit itu perlahan menelusup jauh ke dalam hatiku. Rasanya Aku ingin berteriak sekarang, tapi harus kutahan karena ada Dimas di sini.
"Hei ... Bengong lagi ... Udah yuk, takutnya Kamu malah kesambet apa gimana gitu ... Mending Aku antarin Kamu pulang aja ya ...."
"Mmmm ... Boleh nggak Kamu anterin Aku ke Pantai sekarang? Tapi ... Kalo Kamu masih ada urusan ya, nggak usah ... Nanti Aku pergi sendiri aja, " ucapku sambil berdiri, Aku butuh udara segar sekarang. Pantai adalah tempatku bisa menemukan udara segar itu, meski tak bisa mengobati luka yang tengah kurasakan sekarang.
"Aku gak sibuk kok, Kamu mau ke Pantai mana?" tanya Dimas sambil membuka pintu mobilnya.
"Pantai yang ... Sepi .... " hanya itu yang bisa kuucapkan, tapi masih tetap mencoba untuk bisa tersenyum ke arahnya.
"Oke ... Aku tahu tempat yang keren," ucap Dimas saat berada di belakang kemudi. Aku hanya bisa mengangguk dan masih dengan senyum palsuku.
"Apa maksudnya ini?" tanya Raka sambil memperlihatkan video antara aku dan Cassy di restoran tadi, dengan tatapan penuh amarah. "Kenapa tanya aku sayang? Si Cassynya aja tuh yang keterlaluan. Malah di sini aku yang sakit lo. Sampai sekarang pipiku masih terasa perih.""Berhenti pura-pura Mona! Aku tahu semua ini rencana busukmu kan? Aku juga sudah tahu bagaimana kau menjebakku dulu, agar aku bisa tidur denganmu!" Bentak Raka dengan suara yang sangat keras. Aku belum pernah melihat ia semarah ini. "Tapi sayang, aku ...""Jangan panggil aku sayang! Jijik aku melihatmu Mona! Mulai hari ini, menjauhlah dari kehidupanku! Gara-gara kebusukanmu, aku harus kehilangan Cassy! Kita putus! Keluar kau dari sini!""Jangan sepert ini Raka. Aku mohon, aku cinta sama kamu sayang. Aku melakukan semua ini, karena rasa cintaku padamu yang terlalu besar. Tolong jangan tinggalkan aku ...." Tangisku pecah. Aku mengiba padanya sekarang. Aku benar-benar tak menyangka ia
"Sudah puas kau Cassy?" teriakku sambil menitikkan air mata. Semua yang ada di rumah makan itu, langsung menoleh ke meja kami. "Belum Mona, ini tidak seberapa. Rasa sakit hati yang kalian torehkan di hatiku lebih pedih dari tamparan ini.""Kau salah sangka Cassy, ini tidak seperti yang kau duga ... aku ...." Belum selesai ucapanku, tiba-tiba Dimas langsung datang menarik tangan Cassy. "Ayo pulang Cassy, jangan sampai kamu masuk perangkap perempuan berbisa ini!""Kamu jangan fitnah aku ya, dasar perebut pacar orang! Kamu yang sudah merebut Cassy dari Raka kan? Sampai Raka berpaling padaku!""Maksudnya?" Cassy terlihat bingung atas pernyataanku barusan. "Gak ada gunanya meladeni perempuan sinting ini! Ayo Cass ... kita pergi dari sini!""Kasihan sekali Raka ..." Aku menangis histeris seiring dengan langkah kaki Cassy yang diseret Dimas dari rumah makan. Setelah mereka tak nampak, aku langsung duduk d
Aku tak menyangka semudah itu Cassy menuruti permintaanku untuk bertemu dengannya. Aku kira ia akan meradang atau bahkan menghindar dariku, ternyata perkiraanku meleset, gadis itu bahkan terdengar sangat tenang dan langsung menyanggupi untuk bertemu.Di sinilah aku sekarang. Di sebuah rumah makan yang jadi tempat favoritku dulu saat masih sangat dekat dengan Cassy, ia yang memilih tempat ini untuk berjumpa.Sudah sekian lama aku tak datang kemari, karena aku memang tak ingin datang atau melakukan sesuatu yang sering aku lakukan dengan Cassy. Aku sangat membencinya.Seperti sekarang, baru saja duduk di rumah makan ini, memoriku kembali berputar ke masa silam saat aku sering makan di sini bersama Cassy."Mon, kamu mau kan tinggal bareng aku?" tanya Cassy kala itu, ia mengutarakan maksudnya untuk mengajakku tinggal bersama memang di rumah makan ini. Aku baru tersadar hal itu seka
Rencana awal untuk tinggal dulu di Australia, karena ingin menenangkan diri nyatanya harus berubah. Cassy memutuskan untuk pulang bersama kedua orangtuanya dan menyelesaikan urusannya dengan Raka dan Mona."Kamu yakin Cass?" tanya Tiara saat Cassy mengutakaran rencanya untuk pulang esok hari."Sangat yakin Ra, aku gak bisa begini terus. Mereka sangat keterlaluan. Bukan hanya aku yang diserang, tapi juga Dimas dan Dirga.""Baiklah, aku akan mendukung apapun keputusanmu. Titip Ibu ya Cass, aku harus di sini dulu untuk menunggu semua dokumen dari kampus kita lengkap dan juga aku akan mengajukan pengunduran diriku dari Cafe.""Makasih ya Ra, kamu emang sahabat terbaik aku." Cassy langsung memeluk sahabatnya yang langsung menyambut dengan pelukan hangatnya.***Sesuai dengan rencananya, Cassy pulang bersama mama dan papanya serta ibunda Tiara. Mereka jug
"Kenapa kamu ngajak aku ke sini?" tanya Tiara pada Dimas saat mereka mulai menjauh dari tempat Cassy dan Dirga. "Bagaimana jika nanti mamaku juga salah paham? Kamu nggak lupa kan, di sini bukan hanya ada kita berempat?" Lanjut Tiara memastikan."Aku tahu, tapi sekarang waktu yang tepat untuk membuat Cassy dekat dengan kak Dirga," jawab Dimas sembari memilih kursi untuk mereka duduk.***Sementara itu, Cassy dan Dirga larut dalam makan malam mereka, ternyata Dirga tak sedingin yang Cassy duga. Bahkan dibalik obrolan santai mereka, terselip ilmu cullinary art yang bisa Cassy pelajari.Dirga adalah pria cerdas dengan ide-ide fresh yang sangat pantas untuk mendapatkan apresiasi. Bahkan kesan dingin yang selama ini tertanam dalam benak Cassy tentang dirinya perlahan memudar hanya karena mendengarkan ia bercerita. Mungkin bukan dingin, tapi berkharisma. Itu adalah definisi sosok seorang Dirga di mata Cassy sekaran
"Iya, kamu kenal dengan kakakku?" tanya Dimas penasaran, sejak mengetahui ketertarikan Dirga pada Cassy, ia memang tak pernah tahu sedekat apa mereka berdua."Hanya pertemuan yang tidak disengaja." Cassy menjeda ucapannya untuk menunggu reaksi dari Dimas, walau gadis itu tidak yakin, reaksi seperti apa yang ia inginkan. "Dim, kamu datang kan minggu depan?" ucap Cassy pada akhirnya, saat menyadari tak ada respon apa pun dari Dimas."Minggu depan?" tanya Dimas memastikan, ia sedang sibuk dengan fikirannya sendiri. "Iya, minggu depan kan wisudanya Winda ...""Kamu juga kan?" Dimas bertanya dengan polosnya karena Cassy hanya menyebutkan nama Winda. "Tentu saja, tapi bukankah Winda yang jadi prioritas kamu sekarang?""Bagiku sama saja Cass, kamu dan Winda ... aku usahakan buat datang," pungkas Dimas.***Sudah dua puluh menit sambungan telpon dengan Dimas berakhir, namun Cassy masih belum bisa