Home / Romansa / Cassy / Pantai

Share

Pantai

Author: Merry
last update Last Updated: 2021-02-09 21:22:34

Sepanjang perjalanan, Dimas bercerita banyak hal tentang kehidupannya di Singapura. Sekolah, teman-temannya bahkan saat ia Kuliah dan masih banyak cerita lainnya yang tak bisa Aku ingat.

Karena fikiranku bukan di sini, tapi di tempat lain. Rasa sakit itu makin terasa di dalam hatiku. Aku langsung menatap Dimas dan berkata, "Dim, bisa nggak Aku tidur sebentar? Aku capek ... Kalo udah sampe di Pantainya, Kamu bangunin Aku ya .... "

Dimas langsung menoleh ke arahku dan tersenyum hangat, "Boleh Cassy, nanti kalo udah sampe, Aku pasti bangunin Kamu kok."

"Makasih ya Dim .... " Aku langsung memejamkan mataku, sebenarnya badan ini tak merasa capek sama sekali. Tapi perasaanku ... semuanya hancur lebur sekarang. Aku bahkan ragu mampu menghadapi penghianatan ini, Aku ingin tidur ... untuk selamanya, tapi tidak ... kasian Mama dan Papa, Aku Kuliah di Luar Negeri saja Mama bisa menangis terus saat Kami melakukan panggilan video. Aku hanya tak ingin menyakiti Orang-orang yang Ku sayang.

Masih terekam dalam ingatan dengan sangat jelas bagaimana sakit dan hancurnya Mama saat harus kehilangan Caramel, Adik manisku satu-satunya. Yang harus meregang nyawa di usianya yang baru tiga tahun, tepat empat tahun lalu. Adikku adalah korban dari tabrak lari, tak ada yang tahu siapa Pengemudi yang tidak bertanggungjawab itu. Bahkan Petugas juga mengalami jalan buntu dalam penyelidikan.

Butuh waktu setahun bagi Mama untuk bisa menerima kenyataan bahwa Caramel telah tiada. Bukan keputusan yang mudah untuk Mama melepaskan Aku sendiri di Negeri Asing, tapi Mama tetaplah Wanita terhebat yang selalu bisa mengendalikan perasaannya dalam mengambil keputusan.

Mama mengizinkan Aku, karena Mama tahu ini adalah mimpiku sejak dulu. Sebenarnya lebih dari itu, Aku sangat ingin mewujudkan mimpi Caramel yang selalu berceloteh ingin selalu menikmari masakanku setiap hari jika sudah besar nanti.

Tiba-tiba ada rasa rindu yang besar dalam hati, Aku sadar rasa sakit karena penghianatan tak seberapa dengan rasa sakit saat kehilangan Orang-orang yang Kita cintai dan mencintai Kita.

Sedih tapi bersyukur. Luka ini akan sulit untuk sembuh, tapi bukan berarti bisa mengambil hidupku. Terlalu besar harganya untuk Mereka yang hanya jadi parasit dalam hidupku.

Nyaman sekali ku rasa, Aku ... tiba-tiba ingin terlelap sekarang. Lagu itu ... iya, lagu yang sedang dimainkan sekarang, benar-benar menenangkan dan ....

***

Aku tak tahu berapa lama Aku terlelap, tapi saat kubuka mata, Dimas tak ada di sampingku. Mobil juga dalam posisi diam di tempat. Aku langsung merentangkan tanganku, Meregangkan semua persendian yang terasa kaku.

Aku membuka pintu mobil, dan di depanku sudah membentang luas laut biru yang menyejukkan mataku yang lama terpejam tadi. Aku menurunkan kakiku satu persatu, tanpa alas kaki. Pasir putih dan halus menyambut telapak kakiku yang polos, Aku sangat menikmatinya.

Angin pantai yang sejuk, karena memang sudah mulai petang. Sebentar lagi matahari akan terbenam. Anginnya menyapa rambutku yang sudah berantakan ini, kubiarkan saja angin membelainya lembut.

Aku langsung berjalan semakin dekat ke arah laut, sejenak lupa atas apa yang baru saja ku alami. Aku hanya ingin menikmati waktu ini, hanya ada Aku di sini. Aku semakin dekat dengan air laut yang semakin kencang deburan ombaknya.

Aku merentangkan tanganku menantang angin yang semakin dingin, lalu berteriak sebisaku. Air mataku mengalir tak terbendung, sakit itu semakin terasa dan Aku hanya bisa berteriak dalam tangis.

Setelah beberapa saat, Aku baru tersadar bahwa Aku ke sini dengan Dimas. Aku melihat ke sekitar, tapi Pria itu tetap tak kelihatan batang hidungnya yang mancung itu.

Karena tak menemukan Dimas di sekitar pantai ini, Aku semakin leluasa melampiaskan semua rasa yang tengah bergemuruh dalam hati.

"Raka ... Mona ... Apa salahku? Mengapa Kalian bisa sejahat itu? Selama ini Aku selalu berusaha menjadi Kekasih dan Sahabat yang baik! Tapi kenapa? Kenapa Kalian bisa berhianat seperti ini?"

Hanya suara ombak menerjang karang yang terdengar, angin laut yang terasa dingin menyentuh kulit tak mampu mendinginkan panasnya hati yang terasa makin membara.

Sekali lagi Aku berteriak dengan kuat hingga suaraku terasa serak, Suara ombak yang semakin membesar seolah menelan teriakanku.

"Aku tak akan menangis lagi! Aku janji!" dalam sisa teriakanku, Aku hanya ingin berjanji untuk diriku sendiri bahwa ini adalah pertama dan terakhir kalinya Aku menangisi Mereka berdua.

Setelah agak tenang, sesak yang ada di relung hati semakin berkurang. Aku memutuskan untuk duduk di pasir putih yang agak jauh dari jangkauan air laut yang semakin naik.

Aku duduk dengan menikmati pemandangan indah yang terbentang di depan mata.

"Cassy, Kamu mau minum gak?"

"Kamu dari mana saja Dim?" tanyaku pada Dimas yang kini sudah duduk di sampinggku, sambil menyerahkan air mineral.

"Tadi Aku kebelet, terus nyari Toilet deket sini. Adanya ya, di Rumah Warga agak jauh sih ... tapi Aku juga ingat udah abis persediaan air mineralnya, jadinya sekalian beli deh .... "

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cassy   Kemarahan Raka

    "Apa maksudnya ini?" tanya Raka sambil memperlihatkan video antara aku dan Cassy di restoran tadi, dengan tatapan penuh amarah. "Kenapa tanya aku sayang? Si Cassynya aja tuh yang keterlaluan. Malah di sini aku yang sakit lo. Sampai sekarang pipiku masih terasa perih.""Berhenti pura-pura Mona! Aku tahu semua ini rencana busukmu kan? Aku juga sudah tahu bagaimana kau menjebakku dulu, agar aku bisa tidur denganmu!" Bentak Raka dengan suara yang sangat keras. Aku belum pernah melihat ia semarah ini. "Tapi sayang, aku ...""Jangan panggil aku sayang! Jijik aku melihatmu Mona! Mulai hari ini, menjauhlah dari kehidupanku! Gara-gara kebusukanmu, aku harus kehilangan Cassy! Kita putus! Keluar kau dari sini!""Jangan sepert ini Raka. Aku mohon, aku cinta sama kamu sayang. Aku melakukan semua ini, karena rasa cintaku padamu yang terlalu besar. Tolong jangan tinggalkan aku ...." Tangisku pecah. Aku mengiba padanya sekarang. Aku benar-benar tak menyangka ia

  • Cassy   Rencana Mona

    "Sudah puas kau Cassy?" teriakku sambil menitikkan air mata. Semua yang ada di rumah makan itu, langsung menoleh ke meja kami. "Belum Mona, ini tidak seberapa. Rasa sakit hati yang kalian torehkan di hatiku lebih pedih dari tamparan ini.""Kau salah sangka Cassy, ini tidak seperti yang kau duga ... aku ...." Belum selesai ucapanku, tiba-tiba Dimas langsung datang menarik tangan Cassy. "Ayo pulang Cassy, jangan sampai kamu masuk perangkap perempuan berbisa ini!""Kamu jangan fitnah aku ya, dasar perebut pacar orang! Kamu yang sudah merebut Cassy dari Raka kan? Sampai Raka berpaling padaku!""Maksudnya?" Cassy terlihat bingung atas pernyataanku barusan. "Gak ada gunanya meladeni perempuan sinting ini! Ayo Cass ... kita pergi dari sini!""Kasihan sekali Raka ..." Aku menangis histeris seiring dengan langkah kaki Cassy yang diseret Dimas dari rumah makan. Setelah mereka tak nampak, aku langsung duduk d

  • Cassy   Mona

    Aku tak menyangka semudah itu Cassy menuruti permintaanku untuk bertemu dengannya. Aku kira ia akan meradang atau bahkan menghindar dariku, ternyata perkiraanku meleset, gadis itu bahkan terdengar sangat tenang dan langsung menyanggupi untuk bertemu.Di sinilah aku sekarang. Di sebuah rumah makan yang jadi tempat favoritku dulu saat masih sangat dekat dengan Cassy, ia yang memilih tempat ini untuk berjumpa.Sudah sekian lama aku tak datang kemari, karena aku memang tak ingin datang atau melakukan sesuatu yang sering aku lakukan dengan Cassy. Aku sangat membencinya.Seperti sekarang, baru saja duduk di rumah makan ini, memoriku kembali berputar ke masa silam saat aku sering makan di sini bersama Cassy."Mon, kamu mau kan tinggal bareng aku?" tanya Cassy kala itu, ia mengutarakan maksudnya untuk mengajakku tinggal bersama memang di rumah makan ini. Aku baru tersadar hal itu seka

  • Cassy   Komentar

    Rencana awal untuk tinggal dulu di Australia, karena ingin menenangkan diri nyatanya harus berubah. Cassy memutuskan untuk pulang bersama kedua orangtuanya dan menyelesaikan urusannya dengan Raka dan Mona."Kamu yakin Cass?" tanya Tiara saat Cassy mengutakaran rencanya untuk pulang esok hari."Sangat yakin Ra, aku gak bisa begini terus. Mereka sangat keterlaluan. Bukan hanya aku yang diserang, tapi juga Dimas dan Dirga.""Baiklah, aku akan mendukung apapun keputusanmu. Titip Ibu ya Cass, aku harus di sini dulu untuk menunggu semua dokumen dari kampus kita lengkap dan juga aku akan mengajukan pengunduran diriku dari Cafe.""Makasih ya Ra, kamu emang sahabat terbaik aku." Cassy langsung memeluk sahabatnya yang langsung menyambut dengan pelukan hangatnya.***Sesuai dengan rencananya, Cassy pulang bersama mama dan papanya serta ibunda Tiara. Mereka jug

  • Cassy   Artikel

    "Kenapa kamu ngajak aku ke sini?" tanya Tiara pada Dimas saat mereka mulai menjauh dari tempat Cassy dan Dirga. "Bagaimana jika nanti mamaku juga salah paham? Kamu nggak lupa kan, di sini bukan hanya ada kita berempat?" Lanjut Tiara memastikan."Aku tahu, tapi sekarang waktu yang tepat untuk membuat Cassy dekat dengan kak Dirga," jawab Dimas sembari memilih kursi untuk mereka duduk.***Sementara itu, Cassy dan Dirga larut dalam makan malam mereka, ternyata Dirga tak sedingin yang Cassy duga. Bahkan dibalik obrolan santai mereka, terselip ilmu cullinary art yang bisa Cassy pelajari.Dirga adalah pria cerdas dengan ide-ide fresh yang sangat pantas untuk mendapatkan apresiasi. Bahkan kesan dingin yang selama ini tertanam dalam benak Cassy tentang dirinya perlahan memudar hanya karena mendengarkan ia bercerita. Mungkin bukan dingin, tapi berkharisma. Itu adalah definisi sosok seorang Dirga di mata Cassy sekaran

  • Cassy   Wisuda

    "Iya, kamu kenal dengan kakakku?" tanya Dimas penasaran, sejak mengetahui ketertarikan Dirga pada Cassy, ia memang tak pernah tahu sedekat apa mereka berdua."Hanya pertemuan yang tidak disengaja." Cassy menjeda ucapannya untuk menunggu reaksi dari Dimas, walau gadis itu tidak yakin, reaksi seperti apa yang ia inginkan. "Dim, kamu datang kan minggu depan?" ucap Cassy pada akhirnya, saat menyadari tak ada respon apa pun dari Dimas."Minggu depan?" tanya Dimas memastikan, ia sedang sibuk dengan fikirannya sendiri. "Iya, minggu depan kan wisudanya Winda ...""Kamu juga kan?" Dimas bertanya dengan polosnya karena Cassy hanya menyebutkan nama Winda. "Tentu saja, tapi bukankah Winda yang jadi prioritas kamu sekarang?""Bagiku sama saja Cass, kamu dan Winda ... aku usahakan buat datang," pungkas Dimas.***Sudah dua puluh menit sambungan telpon dengan Dimas berakhir, namun Cassy masih belum bisa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status