Share

Bab 170

Penulis: Lin shi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-26 19:00:00

Begitu keluar dari rumah, Danang menepis tangan mamanya. Napasnya memburu, wajahnya merah karena emosi yang memuncak.

Ia berdiri di halaman rumah Aini, menengadah dan berteriak lantang,

“Dina! Kamu denger, kan?! Aku nggak akan ceraikan kamu! Kamu dengar itu?! AKU TIDAK AKAN CERAIKAN KAMU !!”

Suara itu menggema, memecah keheningan pagi di desa. Beberapa detik kemudian, pintu-pintu rumah tetangga terbuka satu per satu. Warga sekitar berdiri di ambang pintu atau mengintip dari jendela, ekspresi wajah mereka campuran antara heran, penasaran, dan gelisah.

Dari seberang jalan, Bu Narti—tetangga Aini yang terkenal suka ikut campur—menggumam pelan sambil memeluk lengannya,

“Ya ampun... Kirain rumah tangga Dina bahagia-bahagia aja. Ternyata lagi ada huru-hara."

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 172

    Malam turun dengan sunyi yang menusuk. Lampu kamar Danang menyala redup, memantulkan bayangan suram di dinding.Danang duduk di tepi ranjangnya. Tangan kirinya menopang kepala yang berat, sementara mata menatap kosong ke arah lantai. Luka-luka di tubuhnya memang mulai membaik, tapi luka di hatinya… seperti makin dalam.Ia menghela napas panjang, berat, lalu mendengus kesal.“Mereka pikir aku nggak punya perasaan? Mereka kira gampang buat aku kayak gini?” gumamnya pelan tapi penuh tekanan.Ia bangkit, berjalan perlahan ke arah jendela. Menyibak tirai, menatap ke luar. Gelap. Sepi. Seperti hatinya.“Dinda… dia adikku sendiri. Tapi dia lebih membela Dina. Bukannya bantu aku, malah kasih buku nikah itu. Kalau bukan karena dia, Dina nggak akan gugat cerai…”

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 171

    “Sebentar...” gumam Dokter Eva pelan. Ia menekan beberapa tombol, memutar alat USG perlahan ke sisi lain perut Dina, matanya terus menatap monitor dengan fokus yang intens.Alma berdiri gelisah, begitu juga Hanum. Keduanya saling pandang dengan wajah cemas.“Ada apa, Dok?” tanya Dina, suaranya lemah namun terdengar jelas.Dokter Eva masih diam. Ia menggeser alat sekali lagi, lalu menarik napas panjang. Wajahnya serius, tapi tidak menunjukkan kepanikan.“Dokter... apa ada masalah?” tanya Hanum, tak kuasa menahan kekhawatirannya.“Tidak,” sahut Dokter Eva singkat.Ketiganya sama-sama menarik napas lega. Namun, suasana tetap hening. Semua mata kini terpaku pada layar.“Saya perl

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 170

    Begitu keluar dari rumah, Danang menepis tangan mamanya. Napasnya memburu, wajahnya merah karena emosi yang memuncak.Ia berdiri di halaman rumah Aini, menengadah dan berteriak lantang,“Dina! Kamu denger, kan?! Aku nggak akan ceraikan kamu! Kamu dengar itu?! AKU TIDAK AKAN CERAIKAN KAMU !!”Suara itu menggema, memecah keheningan pagi di desa. Beberapa detik kemudian, pintu-pintu rumah tetangga terbuka satu per satu. Warga sekitar berdiri di ambang pintu atau mengintip dari jendela, ekspresi wajah mereka campuran antara heran, penasaran, dan gelisah.Dari seberang jalan, Bu Narti—tetangga Aini yang terkenal suka ikut campur—menggumam pelan sambil memeluk lengannya,“Ya ampun... Kirain rumah tangga Dina bahagia-bahagia aja. Ternyata lagi ada huru-hara."

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 169

    Hanum menutup mulutnya dengan tangan, napasnya tertahan. “Ya Allah…”Alma juga. Ia maju sedikit. “Bagaimana kondisi kandungannya, Dok?”“Untuk saat ini masih tertolong. Tapi… dia harus benar-benar istirahat total. Bedrest. Tidak boleh stres, tidak boleh kelelahan. Kondisinya sangat rentan.”Dokter membuka catatan medis di tangannya. “Hasil pemeriksaan menunjukkan tubuhnya kekurangan nutrisi."Hanum mengangguk pelan, matanya mulai berkaca-kaca. Dalam hati ia membatin,"Karena banyak pikiran, Dina pasti tidak selera makan.""Dia terlalu memaksakan diri," ucap Alma lirih."Apa pekerjaannya?" tanya dokter, menatap mereka dengan serius."Menjahit, Dok," jawab Hanum singkat.Dokter menghela napas pelan, lalu menatap mereka

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 168

    Mobil melaju stabil di jalanan aspal yang mulai berganti dengan kontur berbatu khas pedesaan. Pemandangan sawah menghijau di kiri-kanan jalan. Namun, ketenangan alam itu kontras dengan suasana dalam mobil.Danang duduk bersandar di jok. Wajahnya kusut, pandangannya kosong menatap keluar jendela. Di sampingnya, Endang, mamanya, duduk dengan gelisah. Sesekali ia melirik ke arah putranya, lalu menghela napas panjang. Akhirnya, ia tak tahan lagi.“Dan,” panggil Endang dengan nada pelan tapi tegas.Danang tak menoleh. Hanya menjawab lirih, “Iya, Ma?”“Mama ikut kamu ke sini bukan berarti Mama setuju dengan semua yang kamu lakuin, ya.”Danang memejamkan mata sejenak. “Aku tahu, Ma… kalimat itu sudah berulang kali mama katakan."“Kalau tahu, jangan bikin Mama makin malu di depan kelua

  • Ceraikan Aku, Jika Sudah Tidak Cinta    Bab 167

    “Dan—”Danang langsung berjalan ke arah pintu, namun langkahnya terlihat berat dan masih limbung. Endang mengejarnya, menahan lengan anaknya.“Mama ikut. Tapi bukan buat ngebantu kamu untuk membujuk Dina untuk membatalkan niatnya untuk bercerai. Tapi, mama ikut biar kamu gak tumbang di jalan. Mama nggak mau lihat kamu tidur di rumah sakit."Danang berhenti. Menatap mamanya yang kesal, tapi jelas terlihat wajah khawatirnya."...Terima kasih, Ma.""Tunggu, mama siap-siap dulu. Mama mau telpon sopir. Tidak mungkin mama bawa mobil. Kamu sudah pasti tidak bisa diharapkan."Danang hanya tersenyum pahit mendengarnya, lalu membuka pintu perlahan. Udara pagi menyambutnya.Udara pagi masih segar saat Dinda kembali dari jogging. Keringat membasahi pelipisnya, handuk kecil melingkar di leher. Ia menghentikan langkah ketika mel

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status