"Akhirnya sampai juga," ucap Saga begitu ia dan Aksa sampai di taman ria."Rame banget. Aku benci suasana begini," kata Aksa mulai mengeluh. Ke taman ria memang idenya, tapi melihat kerumunan orang membuat Aksa yakin kalau ia tidak akan bisa menikmati acara jalan-jalannya. Lagipula apa yang tadi ada di pikirannya sampai-sampai ia khilaf memilih berkunjung ke taman ria. Mana mungkin juga ia dan Saga naik komedi putar, bianglala atau masuk rumah boneka!"Hieee." Aksa geli sendiri membayangkan hal itu. Apa yang bisa dilakukan dua pria dewasa sepertinya dan Saga di taman ria? Makan gulali, beli cireng, bermain balon? Astaga! Ia benar-benar sudah salah memilih opsi hanya agar punya alasan untuk kabur dari rumah dan menghindari rengekan mamanya yang menyuruh Aksa mengajari Ayana memasak.Dheg.Bulu kuduk Aksa tiba-tiba meremang begitu nama Ayana terlintas di otaknya. Padah
"Enggak, kok! Aku nggak minta itu," bantah Ayana dengan cepat menggelengkan kepalanya.Aksa yang tidak puas dengan jawaban Ayana tadi melotot ke arah Ayana, tetap memaksa Ayana untuk mengakui kebenaran yang mungkin saja disembunyikan gadis itu. Aksa yakin Ayana diam-diam pasti masih berdoa agar Saga suatu hari berbalik menyukai dirinya. Melihat tipikal Ayana yang tidak gampang menyerah dan tidak tahu malu, Aksa yakin kalau Ayana pasti masih berharap perasaannya bersambut."Kalau begitu, kamu pasti memohon supaya aku dan Saga putus, kan?" todong Aksa."Mas Aksa, ucapan itu doa, lho!" celetuk Ayana."Jadi apa permintaanmu?" tanya Aksa keras kepala."Kenapa aku harus memberitahu Mas Aksa?" teriak Ayana ikut terpancing emosi. Dari tadi ia sudah mencoba untuk bersabar, tapi Aksa terus saja mendesaknya mengakui sesuatu yang sebenarnya tidak Aya
Aksa mendengus. "Dan seharusnya yang kutolong itu tuan putri," sindir Aksa.Tapi, Ayana yang perhatiannya teralihkan sesuatu mengabaikan sindiran Aksa tadi. Lagi-lagi Aksa merasakan firasat buruk melihat Ayana yang perhatiannya hanya terfokus pada satu titik. Dan sialnya fokus yang menjadi perhatian Ayana adalah Saga. Aksa menggeram. Memang paling susah menghadapi orang plinplan macam Ayana. Hubungannya dengan Saga bisa terancam kapan saja."Kamu lihat apa, Yan?" tanya Saga bingung. Ayana tampak fokus menatap sesuatu sampai lupa cara untuk berkedip."Heh, jangan melihat Saga begitu!" sergah Aksa berusaha untuk memutus arah pandang Ayana."Gulali," cetus Ayana tiba-tiba sambil meneguk liur. Kembang gula berwarna merah muda itu tampak begitu menggiurkan dan jauh lebih menggoda dibandingkan penampakan pria tampan seperti Saga dan Aksa. Saking inginnya, Ayana nyaris meneteskan air liur.
"Dasar Mas Aksa penipu," hujat Ayana kesal. "Katanya janji nggak akan mesra-mesraan sama Saga di depanku, janji ini, janji itu. Tapi, nggak ada satupun dari janjinya yang ditepati."Ayana mengedumel sambil berjalan dengan kaki setengah dihentakkan. Hatinya semakin kesal mengingat tadi Saga merangkul pundak Aksa dan sekarang kedua sejoli itu pasti sudah ada di dalam bianglala, berdua-duaan melihat pemandangan dari atas sana."Akh. Kira-kira apa yang mereka berdua lakukan di ruang tertutup? Apa harusnya tadi aku ikut aja, ya? Paling nggak aku bisa mencegah terjadinya hal-hal yang nggak diinginkan," ratap Ayana penuh sesal dan kedua tangan terkepal. Otaknya dipenuhi hal-hal mengerikan yang membuat Ayana seperti terkena serangan panik. Aksa dan Saga yang saling bermesraan, berpelukan dan mungkin saja saling mempertemukan bibir mereka satu sama lain."Aaaaakh. Tidaaaaak!!!" teriak Ayana sambil menepu
Aksa menarik nafas dan berusaha menurunkan intonasi suaranya. Jika ia tetap memakai nada tinggi dan bersikeras menyalahkan Ayana, maka mereka hanya akan berdebat sepanjang hari. Satu-satunya cara untuk mengakhiri perdebatan tidak bergunanya dengan Ayana hanyalah dengan mengalah, tidak ada cara lain selain itu.“Jadi kamu mau apa?” tanya Aksa lembut sembari ikut duduk di sebelah Ayana.Aksa menunggu jawaban Ayana dengan sabar, tapi makhluk yang diberi Aksa title cerewet itu hanya diam sambil menggoyang-goyangkan gelas susu coklatnya yang sudah kosong. Tampaknya gelas kosong itu jauh lebih menarik minat Ayana dibandingkan menjawab pertanyaan Aksa. Padahal dalam keadaan normal, Ayana pasti akan langsung terpancing dengan berbagai macam sogokan.“Mau susu coklat lagi?” Aksa kembali bersuara.“Aku nggak mau apa-apa, Mas Aksa,” jawab Aya
"Shit!"Saga mengumpat pelan sembari meremas rambutnya sendiri. Sedari tadi ia terus saja merasa gelisah. Ah, lebih tepatnya semenjak kejadian ia melihat Aksa menyentuh rambut Ayana di taman ria kemaren, Saga mulai merasakan kegelisahan yang sangat mengganggu. Ia seperti sedang diusik dan sialnya Saga tidak tahu di antara dua orang itu siapa yang sudah mengusik ketenangannya. Aksa atau Ayana?Saga memejamkan matanya, berusaha mengenyahkan adegan yang menggentayangi otaknya. Adegan yang membuatnya marah, kesal dan juga gelisah."Entah kenapa rasanya aku jadi kesal," desis Saga dengan mata terpejam. Ia bersandar di sofa yang seharusnya terasa nyaman, tapi sayangnya rasa nyaman itu tidak terasa sama sekali."Kamu mencemburui seseorang?"Saga menghela nafas panjang mendengar suara bisikan yang singgah di telinganya. Itu bukan suara ibun
"Bersaing?" desis Saga sinis. "Sayang sekali, selera kita berdua beda. Jadi lupakan saja!""Kamu benar-benar membuatku ingin tertawa," ledek Yusa dengan senyum terkulum. "Padahal aku punya banyak cewek can..."Lagi-lagi Saga berdecak dan menganggap perkataan Yusa tak lebih dari angin lalu. Angin lalu yang lebih baik jika diabaikan. Saga meraih ponselnya yang tergeletak di meja dan berjalan ke arah pintu menuju ruang tamu."Ga!!!" Yusa berteriak. "Kamu mau pergi ke luar?""Ya. Aku ada janji dengan seseorang," jawab Saga acuh."Kamu mau meninggalkan aku? Padahal hari ini aku mau mengajakmu ke cafe favoritnya ayah dan ibu," kata Yusa dengan nada memelas."Jangan harap aku mau!" tandas Saga cuek. Lagipula ibu yang Yusa maksud adalah ibunya, bukan ibu Saga. Lalu untuk apa ia peduli? Saga mendesah pelan. Ia dan Yusa
"Ngik!" Ayana yang baru sadar dari pingsannya sontak menutup hidungnya sendiri, berusaha menyamarkan suara nafasnya yang tak ubahnya seperti babi yang menguik. Ia kaget sendiri mendengar suara bunyi nafasnya yang mendadak terdengar seperti orang terserang asma. Dengan gugup, Ayana melirik seseorang yang duduk di tepi tempat tidur dan langsung menghembuskan nafas lega begitu tahu kalau orang yang menunggunya adalah Aksa, bukan orang lain. Ia tidak perlu malu karena Aksalah yang mendengar bunyi nafasnya yang terdengar seperti suara babi, bukan pria tampan yang tadi tiba-tiba memeluknya. "Bodoh," ejek Aksa. "Kenapa kamu malah pingsan?" "Mas Aksa?" "Dan wajahmu itu terus-terusan memerah. Jangan bilang kalau kamu tergoda dengan tampangnya itu!" sindir Aksa dengan wajah tidak percaya. &nb