Beranda / Romansa / Cinderella, Mah, Apa Atuh? / Bab 07 - Jodoh yang Fana

Share

Bab 07 - Jodoh yang Fana

Penulis: Kyuni Chan
last update Terakhir Diperbarui: 2021-03-11 10:50:36
"El, Ella, lo kenapa? El, please bangun, jangan bikin gue takut! Ella!"

Tubuh Rella terkesiap, bersamaan dengan netra yang terbuka cepat, seperti orang terbangun dengan keterkejutan pada umumnya. Wajah dibanjiri air mata, lengkap dengan sesenggukan yang masih ada. Bola matanya tertuju pada Stella yang tampak sangat cemas, cairan bening bergelayut di kedua pipi gadis itu. Cukup lama tanpa suara, hingga napas Rella menguar panjang disertai pejaman, antara bahagia dan kecewa.

Stella beranjak tergesa. Beberapa detik kemudian, dia kembali dengan segelas air putih. "Minum dulu, biar agak mendingan."

Rella masih terbungkam, tetapi mengiakan saran Stella lewat gerakan tubuh yang berusaha mengangkat tubuh bagian atas. Stella mengulurkan tangan kirinya yang bebas, menyentuh bahu Rella dengan tujuan membantu meringankan beban gadis itu yang tampak kesusahan untuk sekadar bangun. Meskipun, hasil jerih payah Stella hanya sekitar dua persen.

Setelah Rella berhasil menyandar di tembok, Stella segera memberikan minuman di tangannya. Tidak sampai lima detik gadis berwajah kusut tersebut menandaskan air dalam gelas, lalu mengembalikan benda itu pada yang mengambilkan.

"Mau gue ambilin lagi airnya?" tanya Stella menawarkan, tetapi ditanggapi gelengan kepala oleh Rella. Membuat Stella memilih berdiam diri di tepi ranjang, menatap sendu pada Rella. “Lo barusan mimpiin apa sampe nangis sesenggukan? Tentang bokap lo? Hm?” Pertanyaan Stella terayun pelan dengan nada direndahkan. Mungkin saja sahabatnya itu semakin banyak pikiran jika ditanyai dengan nada cemas berlebihan, atau bisa saja batin Rella kian tertekan. "Tadi gue denger lo bilang 'alhamdulillah', berarti mimpi lo bagus, dong."

Rella menarik napas dalam, lalu melepasnya panjang, baru kemudian bibirnya tergerak untuk menyuarakan sebuah perihal, "Entahlah, mimpi aku tadi menciptakan dua akibat, senang, tapi ketakutan. Yang pasti bukan tentang bapak." Jeda sejenak, iris gadis itu menerawang jauh ke depan. "Kamu percaya, tidak, kalau berjodoh dengan seseorang yang dicintai di dalam mimpi, maka di kehidupan nyata, mereka tidak akan berjodoh?" Lalu berpaling pada Stella yang tampak serius mendengar setiap untaian kalimat darinya.

Mengerjap satu kali, Stella mengembuskan napas. "Menurut lo sendiri, gimana?"

Rella terlihat berpikir keras, pikiran dan hatinya terasa tidak sinkron. Jujur saja, ego ingin sekali untuk tidak meyakini, nyatanya masih ada rasa percaya, tetapi di sisi lain, hati sulit untuk sekadar menerima. "Aku ... aku tidak tau mau percaya atau tidak. Aku pengin untuk tidak percaya, tapi dalam kepercayaan keluarga dari pihak ibu, hal yang seperti itu mutlak untuk dipercaya, mau tidak mau aku dapat andil untuk percaya sama tahayul itu."

Stella manggut-manggut, mencoba merangkai kalimat petuah di kepala. Mungkin saja setelah itu, beban di pundak Rella bisa berkurang walau sedikit. "Andaikan lo disuruh milih, lo lebih milih betindak dengan hati atau bertindak dengan akal?"

Terdiam, Rella mulai memikirkan pertanyaan gadis itu. "Mungkin, yang lebih tau adalah yang bertanya," katanya, secara tidak langsung meminta jawaban pada Stella.

Menarik kedua sudut bibir ke atas, Stella mengerti akan maksud Rella barusan. "Lo pernah bilang sama gue, dan gue inget banget sama pesan lo yang entah jaman kapan, bahkan sampai gue catet di diary. Bunyinya gini, 'akal itu bisa menjebak pemiliknya kapan saja dan di mana saja, tetapi segumpal daging, yakni hati, tidak akan menodai diri sendiri hanya karena pemiliknya terjebak dalam dunia gemerlap, karena di dalamnya bertahta sang pencipta'. Inget, 'kan?"

Beberapa detik kemudian selepas mengingat-ingat, Rella mengangguk dengan senyum terkembang. Tidak disangka, ternyata dia pernah sebijak itu. Namun, mulai terlupakan oleh kisah-kisah pahit yang mengantarkan Rella pada kenestapaan, hingga keputusasaan.

"So, gue tanya lagi, lo lebih milih bertindak dengan hati, atau bertindak dengan akal? Akal itu maksud gue ego alias logika, ya," peringat Stella, mencipta gelak kecil dari Rella.

Gadis dengan perasaan yang mulai agak plong itu berujar, "Iya, tau."

"Nah, bagong."

"Jargon emak aku, tuh, jangan dijiplak, Stel."

"Yaelah ..." Stella melepas tawa absurd-nya, "biarinlah. Sekarang lo jawab dulu pertanyaan gue, jangan lupa baca bismillah."

Mengulas senyum, Rella menuruti perkataan Stella. "Bismillahirrahmanirrahim. Oke, aku pilih hati, karena hati adalah singgasana bagi Dzat yang Mahatunggal. Jadi ... kesimpulannya, aku tidak percaya sama tahayul itu. Karena memang, hati aku menolak keras dengan hal-hal seperti itu, dan ... jodoh itu mutlak di tangan Allah, bukan yang lain."

Tepukan tangan terdengar menelisik gendang telinga, tidak lain pelakunya adalah Stella. "Keren, keren. Gue setuju sama lo." Stella memperbaiki sikap duduknya, menatap Rella seserius mungkin. "Sekarang, lo wajib cerita tentang mimpi lo tadi ke gue. Karena kekepoan gue udah tingkat akut, seakut-akutnya!"

Rella mengerjap dua kali, membisu, tiba-tiba saja perasaan malu menghinggapinya. Kira-kira, bagaimana reaksi Stella jika dia menceritakan tentang mimpi berjodoh dengan seorang dosen pujaan hati? Besar kemungkinan gadis itu akan tertawa membahana sejagat raya. HA, HA!

***

Tawa Stella masih saja mendenging di telinga Rella, ketika tiba-tiba saja gadis pucat itu mendapat panggilan alam. "Udahan ketawanya, Stel, tega banget kamu sama sahabat sendiri!" dedas Rella dengan raut menahan sesuatu yang kian merayap ke ujung tanduk. Tidak tahan, akhirnya Rella beranjak dari tempat, tidak menghiraukan pening di kepala pun tawa membahana Stella.

"Abisnya lucu, El!" timpal Stella diselingi tawa seraya memegangi perut yang mulai sakit. "Aduh ... sumpah, mimpi lo itu nggak tanggung-tanggung, ya, habis air mata gue gara-gara ketawa, perut gue sakit juga, nih. Tanggung jawab lo, El!"

"Bodo amat, Stel!" Terdengar teriakan Rella dari arah toilet. 

Stella ingin melanjutkan gelak, tetapi ada rasa lain yang memaksanya untuk menahan tawa. "Buruan, dong, El, gue pengin pipis, nih!"

"Bentar ...! Aku beneran dapet, nih, Stel! Hiks, mana stok roti tawar kita tinggal satu lagi!"

Tidak perlu menunggu tiga detik untuk membuat Stella melepaskan gelakan, saking terpingkalnya, sesuatu yang berusaha ditahan pun keluar tanpa diminta. Astaga, Stella pipis di celana, pfft.

***

To be continue

Stella merasakan keanehan karena mendengar suara tangisan. Horor, satu kata itu berhasil membangunkan bulu kuduknya yang tertidur lelap. Mencoba tidur dengan selimut menutupi wajah, tidak terasa keringat dingin mengembun di sekujur tubuhnya.

Suara tangisan itu kian membesar, semakin ketakutan pula Stella yang memang pada dasarnya phobia hal-hal berbau horor. "Mama ... papa ...." Air mata gadis itu berjatuhan seiring rasa takut memuncak.

"Alhamdulillah ... alhamdulillah ...."

Seketika setelah mendengar kalimat familiar itu, Stella terdiam dan berhenti menangis. Rasa takutnya pun hilang tanpa bekas. Membuka selimut, lalu membalikkan posisi tubuh menghadap tempat tidur Rella, Stella menyalakan senter ponsel pintarnya yang tadi diambil dari sisi bantal. Tampaklah sosok Rella dengan tangisannya, tetapi dalam keadaan madih tertidur. Itu artinya, Rella sedang bermimpi.

***

To be continue.

[Kyuni's Note]: Huwa ... padahal Rella udah bahagia banget bisa dikhitbah Alka, apalagi sampai nikah, tapi pada kenyataanya itu cuma mimpi -_-

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cinderella, Mah, Apa Atuh?   Bab 84 - Pesan dari Anna

    [Assalamu'alaikum, El, aku cuma pengin kamu tau satu hal, kalo sebenarnya perjodohan antara Kak Stella dan Kak Alka itu murni karena paksaan dari Om Antonio sama Mama Gloria.][Kalo kamu nggak percaya, bisa tanyakan langsung sama Kak Alka, tapi aku yakin, kamu nggak akan mau ngelakuin itu. Jadi, di sini aku mau ngeyakinin kamu kalo di antara Kak Stella dan Kak Alka nggak ada perasaan cinta sedikit pun. Mereka murni berteman, nggak lebih. Aku lihat, Kak Alka masih sangat mencintai kamu. Terbukti waktu aku ngembaliin sepatu kaca itu, dia keliatan kecewa banget, El.][Oh, iya, aku ngembaliin sepatu itu beberapa saat setelah kita ketemu di cafe J. Awalnya Kak Alka nolak ajakanku, tapi pas nyebut nama kamu dan sepatu kaca pemberiannya, akhirnya dia mau.][Aku yakin, seyakin-yakinnya kalo Kak Alka masih sangat mencintai kamu. Dan aku juga yakin, Kak Alka nerima perjodohan itu pasti karena ada alasan yang kuat dan nggak bisa disepelekan. Aku sedikit kenal gimana perangai Om Antonio. Kalo dia

  • Cinderella, Mah, Apa Atuh?   Bab 83 - Video Call-an

    Wanita dengan rambut hitam yang tercepol asal itu tengah sibuk mengemasi barang-barang ke dalam tas koper ketika seseorang menghubunginya via video call. Rella, setelah melihat pada layar gawai di samping tempat duduknya, seketika melebarkan kedua mata. “Kak Abil?!” pekiknya panik. Secepat kilat dia meraih ciput dan jilbab bergo yang ada di tepi ranjang, lantas memakainya tanpa bercermin. Gawai masih terus berbunyi, Rella segera mengambil dan meletakkannya ke bolongan berbentuk persegi panjang pada meja laptop yang biasa dia gunakan belajar jika ingin lesehan di lantai. Ini kali pertama Abil menghubunginya via vc, tentu saja Rella tidak cukup berani, tetapi ingin menolak pun rasanya segan. Setelah memastikan dirinya sudah siap, barulah Rella menggeser tombol hijau dan beberapa saat kemudian, wajah tampan Abil memenuhi layar gawainya. Rella mengerjap beberapa kali, mengatur gestur tubuh dan mimik wajah agar terlihat baik dan tidak tegang. Dia mengulas senyum canggung. “Assalamu'ala

  • Cinderella, Mah, Apa Atuh?   Bab 82 - Sepatu Kaca untuk Melupa

    Selepas puas bercurhat ria pada sang mama, kini Rella lebih lega untuk menarik dan mengembuskan napasnya. Meskipun masih ada sedikit perasaan kecewa dan luka yang terasa perih di dada. Namun, dia akan berusaha untuk ikhlas, merelakan segala alur yang telah dirancang Allah sedemikian rupa. Wanita itu membuka sebuah aplikasi sosial media dan mencari nama akun seseorang yang menjadi topik utama curhatannya barusan. Setelah masuk ke profil akun tersebut, dia mengklik bagian kirim pesan. Beruntung onstagramnya tidak diblokir juga, sementara itu nomor telepon dan wutsapp-nya sudah diblokir. Sebelum mengetikkan pesan, Rella mengatur napas, menarik seutas senyum penenang. Barulah jari-jemarinya bermain di layar keyboard dengan pelan bersama detakan jantung yang terasa lebih cepat. [Hai, Stel. Kabar baik? Aku harap sangat baik. Maaf malam-malam mengirimimu pesan lewat dm. Aku ... hanya merasa segan untuk memintamu bertemu langsung. Selain itu, aku juga nggak tau nomormu yang lain. Malam

  • Cinderella, Mah, Apa Atuh?   Bab 81 - I Hate You So Much

    Sejak diantar pulang ke kosan oleh Abil, Rella tidak henti-hentinya menangis. Pikiran dan hatinya benar-benar tidak tenang, kacau. Dia bukan menangisi perihal Alka yang lebih memilih wanita lain, melainkan tentang persahabatannya bersama Stella. Rella memang kecewa atas perlakuan Alka, sangat. Dua kali dilamar, tetapi bukan dirinya yang dinikahi. Namun, Rella sudah berusaha untuk merelakan, sebab jika memang Tuhan tidak menakdirkan mereka berjodoh, mau sekuat apa pun berjuang juga tidak akan pernah bersatu. Sekarang, pikirannya lebih terbuka untuk tidak lagi berlarut-larut menangisi perihal asmara. Itu semua tidak lekang dari bantuan Stella yang selalu setia memberi dukungan, juga nasihat dari Pak Psikolog alias Abil. Hanya saja, kali ini dia tidak yakin bisa lebih tegar. Kehilangan sahabat sungguh berkali-kali lebih menyakitkan dibanding kehilangan kekasih. Bagi Rella, sosok Stella tidak ada gantinya. Sahabat terbaik sejak awal masuk kuliah hingga masuk semester 6, rasanya ketika

  • Cinderella, Mah, Apa Atuh?   Bab 80 - Bajingan Pengecut

    Abil menatap lawan bicaranya sembari menahan amarah. “Lo berhutang penjelasan soal kejadian tadi pagi di rumah keluarga Stella. Soal pertunangan kalian yang katanya ... terpaksa?”Laki-laki berwajah lesu itu sekalipun tidak membalas tatapan Abil. Sepasang mata lelahnya hanya tertuju pada permukaan meja dengan segelas air putih yang baru saja ia hidangkan untuk tamu di depan. Alka mengembus berat. Sedikit pun tidak tampak bias keceriaan di wajahnya, hanya ada ketidaktenangan. “Kamu sudah mendengar semua perkataan Stella, apa masih kurang jelas?” Nada suaranya terdengar sangat malas untuk sekadar membahas permasalahan yang baru saja dilalui. Jika boleh, dia sendiri tidak ingin menghadapi alur serumit itu. “Jelas, tapi kenapa lo malah jalanin kalo lo sama Stella nggak mau? Lo udah sering bikin Ella sakit hati, Al, dan sekarang lo bener-bener ngehancurin harapan dia!”Alka memejam. Ia sangat sadar akan kesalahan yang telah diperbuat, sangat sadar telah membuat luka baru untuk Rella di s

  • Cinderella, Mah, Apa Atuh?   Bab 79 - Retak

    “Tiada yang lebih baik daripada melepaskan. Karena jika aku memilih untuk terus mempertahankan, mungkin retaknya akan terus berulang.” *** Bagaikan racun yang dibungkus kain sutera, begitulah Stella yang menjadi racun dan Rella sebagai pembungkusnya. Kebaikan Rella menutupi segala bentuk tujuan buruk Stella, tetapi lambat laun ketika seseorang memaksa menyingkirkan kain sutera, mau tidak mau racun pun tampak. "Kenapa kamu masih di sini?" "Stella, aku--" "Pergi!" Bahkan, Stella memilih menenggak habis racun itu tanpa sisa, sebab tidak ingin sahabat terbaiknya terluka lebih jauh karena mempertahankan pertemanan mereka. Dia rela menjadi jahat, asalkan Rella menjauhinya. Dia rela menjadi bilah pisau, asalkan tidak ada lagi luka yang tercipta setelahnya. Demi kebaikan Rella, Stella rela menjadi seburuk-buruknya manusia. Rella tidak pantas bersahabat dengan manusia berhati busuk. Rella tidak pantas bebuat baik pada manusia berhati rubah. Sungguh tidak pantas. Satu dua tete

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status