Mahyadin bingung apa yang dia hadapi saat ini. Dibilang bertemu hantu, tapi kaki orang misterius itu menapak tanah, dibilang manusia, kenapa bisa menghilang tanpa ia ketahui…!
Mahyadin yang merasa ngeri sendiri kemudian masuk lagi ke dalam rumah, lama baru bisa memejamkan mata, jelang tengah malam baru dia bisa tertidur disamping kekasihnya.
Saat dia dan Dini untuk kesekian kalinya bercinta pada paginya, Dini sampai jengkel karena Mahyadin sudah hampir 1,5 jam lebih tak klimaks-klimaks juga, sampai perih punya dia dan menatap wajah kekasih mudanya yang seakan tak menikmati percintaan mereka.
Dini lalu turun dari tubuh Mahyadin dan menatap cemburu wajah pria yang makin dewasa dan semakin tampan ini, terlebih kini brewoknya mulai tumbuh di kedua pipinya.
“Kamu lagi mikir siapa…pacar baru yaa!” tegur Dini sambil menarik wajah Mahyadin dan menatapnya tak senang, karena cemburu.
Mahyadin tersenyum dan menatap wajah kekasihnya i
Pria tua ini tersenyum lalu dia mendekati pemuda yang dia panggil Radin ini, lalu mengusap pelan wajah pemuda ini sambil mulutnya komat-kamit, seperti merapalkan bacaan ajian tertentu.Setelah mengusapnya perlahan, pria ini menekan dada Mahyadin dan antara sadar dan tidak, Mahyadin seakan menerima hawa panas yang menjalari tubuhnya.Dalam tidurnya, Mahyadin seakan bermimpi dan melihat ada 3 orang dengan wajah beringas sedang berjalan menuju gubuk tempat mereka.Sampai di halaman gubuk itu, pria itu berkacak pinggang dan berteriak.“Pet Jan Terling, hari ini juga kamu harus menyerahkan kitab itu, kalau kamu menolak, nyawa kamu taruhannya!” teriak pria ini, dia sudah menghunus goloknya yang tajam.Pria yang dipanggil Pet Jan Terling ini keluar dari gubuk itu, wajahnya tersenyum menatap siapa yang datang dan berteriak itu, dia terlihat sangat tenang dan tak ada ketakutan dari wajahnya, dia menatap 3 pria yang kini semuanya menghunus golok
Kadang Ki Janos menggendong Satem dan membawanya dengan kecepatan yang sulit dipercaya, Ki Janos bak melayang saja berjalan di dalam hutan dan jauh meninggalkan bekas perkelahian tak seimbang tadi.Anehnya, Mahyadin juga enteng saja mengikuti keduanya, Mahyadin juga seakan punya ilmu melayang.Uniknya keduanya sama sekali tak tahu kalau Mahyadin mengikuti mereka, seakan-akan Mahyadin ini adalah roh yang tak terlihat.Dua hari kemudian, Satem melahirkan bayi laki-laki yang dinamakan Durangga, sayangnya Satem yang masih berduka kehilangan Pet Jan suaminya ini, meninggal dunia setelah mengalami pendarahan usai melahirkan.Bayi Durangga yang malang ini akhirnya dipelihara Ki Janos sampai besar.Sampai di sini, bak menonton sebuah film, layar pun menyatakan film itu selesai.Mahyadin langsung tersadar…rohnya seakan masuk kembali ke raga dia dan kini dia sudah sadar kembali, se-sadar-sadarnya.Ia menatap kebingungan wajah Durangga ya
Saat melepas bajunya, Dewi sempat melirik Ki Sanus yang ternyata sudah duduk bersemedhi dari jarak 5 meter dari dia dan memejamkan mata. Sayup-sayup dia mendengar suara Ki Sanus.“Tak usah ragu…lepaskan pakaian kamu dan ikuti apa yang kubaca…!” Dewi bergidik kedinginan, tapi dia patuh dan kini badannya polos, lagi-lagi dia melirik Ki Sanus, namun pria itu tetap memejamkan mata dan tidak memperhatikan dia.Dewi pun tenang dan tak malu-malu lagi, dia pun kini duduk polos di sebuah batu datar dengan badan menggigil kedinginan.Baru pertama kali Dewi berani polos begini di depan seorang pria yang bukan suaminya. Namun tekadnya untuk memiliki keturunan mengalahkan rasa sungkan dan malunya itu.Keanehan mulai Dewi rasakan, saat konsentrasi dan ikut melapalkan apa yang dibaca Ki Sanus, badannya mulai hangat dan kini dia merasa nyaman tidak lagi menggigil kedinginan seperti tadi.Lama-lama Dewi pun kini tenggelam dalam semedhinya
“Ki…!” hanya itu ucapan Dewi dan selanjutnya bibirnya mencium bibir Ki Sanus, pria tua yang awet tampan ini tersentak kaget dengan perbuatan Dewi.Ki Sanus yang seumur-umur tak pernah berciuman dengan wanita ini terpana, akal sehatnya sempat hilang seketika, untung dia cepat ingat kalau Dewi adalah pasiennya, sehingga dia mampu menolak godaan nafsu dari Dewi.Ki Sanus tidak melupakan pesan Ki Janos gurunya.“Ingat…bila kamu sampai berhubungan badan dengan wanita yang bukan istri sah mu, maka semua kesaktian kamu akan lenyap,” pesan Ki Janos.Ki Sanus lalu menepuk bahu Dewi, dan wanita cantik itupun lunglai setengah pingsan, saat dia memandang Dewi yang polos dan seperti tertidur, Ki Sanus hanya menghela nafas panjang.“Maafkan aku guru…hampir aku melanggar pantangan berat…!” kata Ki Sanus dalam hati. Ki Sanus pelan-pelan membangunkan Dewi dan meminta wanita ini berpakaian dan mengajakn
Tiga bulan lebih…artinya habis masa iddah Dewi, Ki Sanus yang setiap hari bercengkrama dengan Dewi mulai merasakan ada sesuatu yang beda.Pria tua ini diam-diam mulai menyukai Dewi, walaupun dia berusaha keras menolak itu. Namun rasa cinta yang datang alami ini sulit dia elakan, ternyata perasaan yang sama juga dialami Dewi, di mata Dewi, Ki Sanus pria romantis.Dan yang membuat Dewi makin menyukai ada bonus lainnnya, yakni Ki Sanus pria tampan karena dia merupakan blasteran Belanda, dan badannyapun bersih walaupun tinggal di hutan, tak terlihat kerutan apapun di wajah Ki Sanus, benar-benar awet muda.Dari Galuh, Dewi banyak tahu kalau Ki Sanus selama ini tak pernah mau bergaul dengan wanita.“Ki Sanus tidak pernah beristri…dia bilang musuh-musuhnya sangat banyak, sehingga kasian kelak anak dan istrinya…itulah alasan beliau dari dulu tak mau berumah tangga!” ungkap Galuh pada Dewi. Galuh merupakan anak
Saat Ki Sanus sedang ke desa terdekat untuk membeli keperluan sehari-hari, disaat yang bersamaan Dewi yang sedang sendirian di gubuk mulai merasakan kalau tiba waktunya akan melahirkan.Galuh pada saat bersamaan sedang ke sungai mencuci baju guru dan istrinya ini serta sekalian mandi.Setelah Dewi mengejan sendiri beberapa kali dan tak mungkin dia berteriak memanggil Galuh, karena sungai tempat Galuh mencucui lumayan jauh.Terjadilah keanehan, bayinya pun terlahir tanpa bantuan siapapun, pada saat bersamaan terdengar bunyi gemuruh dari belakang gubuk itu.Malam sebelumnya memang hujan turun sangat deras, tanah bergerak keras dan bukit yang ada di belakang gubuk bergerak cepat, dan terjadilah longsor mengerikan yang menimpa serta menimbun gubuk itu.Akan tetapi ada keajaiban, bayi yang baru lahir dan masih ada ari-arinya ini malah terlempar keluar dan selamat dari tumpukan longsoran maut berupa tanah dan batu-batu material ini.Bersamaan deng
Dini benar-benar tak menyadari, Mahyadin saat ini berbeda dengan Mahyadin sebelum berangkat ke Kabupaten Balongin, pria ini makin kuat dan wajahnya terlihat berwibawa dan terkesan dingin. Walaupun selama ini semakin dewasa wajah Mahyadin semakin cool, tapi kali ini ada yang berbeda, Mahyadin bak menjelma jadi sosok yang sulit di tebak alias makin misterius. Mereka bercinta dengan sangat bernafsu di ruang tamu, Dini bingung melihat kekasihnya seakan tak ada lelahnya bercinta. Sampai malam pun Mahyadin seakan masih haus, Dini sampai klenger dan minta kekasihnya stop dulu bercinta, karena tulang-tulangnya bak remuk. “Gila kamu…makan apa sihh sampai kuat begitu, masa sudah klimaks tak ada puas-puasnya, padahal baru tadi sore sampai, setelah menempuh perjalanan jauh!” sungut Dini manja, sambil membelai dagu kekasihnya yang mulai lebat tumbuh bulu-bulu halus ini. Yang membuat Dini juga baru sadar, Mahyadin enteng banget mengangkat tubuhnya ke sana k
Begitu sampai Bandara Juanda Surabaya, Mahyadin kemudian naik ojek lagi untuk menghemat biaya, dan dia menunjukan alamat yang di tuju.Lumayan berkelok-kelok juga jalannya dan akhirnya Mahyadin termangu menatap sebuah rumah tua yang seakan tak begitu terawat, kiri kanannya lumayan luas, tapi semak belukar cukup tinggi, seperti rumah yang tak ada penghuninya.Tetangga kiri kanan agak jauh, dan daerah ini sudah berubah jadi kawasan perumahan mewah dan rumah yang ia tuju ini masih rumah bergaya tempoe dulu, dengan cat yang sudah buram dan kusam, agaknay sudah puluhan tahun tak pernah di cat lagi.Mahyadin lalu membuka pagar dari kayu ulin dan ditumbuhi akar-akar ini, dia terpaksa mengeluarkan sedikit tenaga dan akhirnya pagar itu bisa di buka.Mahyadin berjalan di halaman yang lumayan luas ini dan ia kini memandang teras yang juga berdebu, agaknya sudah lama tak dibersihkan, berikut rumah yang masih menggunakan gaya klasik.Saat memandang teras itulah