Berabad-abad setelah kepergiannya ke kayangan, Ratu Wakaaka kembali ke Pulau Buton. Kedatangannya tidak hanya membawa angin segar, tetapi juga konflik dan misteri. Buton yang dulu damai kini dihadapkan pada masalah lingkungan, perpecahan sosial, dan ancaman kekuatan jahat. Wakaaka, dengan kecerdasan dan kekuatan magisnya, harus berusaha menyatukan kembali rakyat Buton dan mengalahkan kekuatan gelap yang mengancam pulau itu.
Lihat lebih banyakAngin sepoi-sepoi membawa aroma harum damar dan tanah basah. Hutan Lambusango, yang konon menjadi saksi bisu kelahiran para raja di Pulau Buton, kini terasa lebih hidup dari biasanya. Sinar matahari pagi menembus dedaunan, menciptakan corak-corak indah di lantai hutan yang dipenuhi lumut hijau.
Di tengah hutan yang masih asri itu, berdiri seorang perempuan dengan kecantikan yang memukau. Rambut hitam panjangnya berkibar tertiup angin, matanya berkilau memancarkan cahaya biru lembut. Dialah Ratu Wakaaka, penguasa legendaris Pulau Buton yang kembali ke dunia fana.
Sejak kedatangannya, Wakaaka merasakan ada ikatan yang kuat menariknya ke Hutan Lambusango. Ia merasakan kehadiran sesuatu yang familiar, sebuah energi yang membuatnya tenang namun juga rasa penasaran. Dengan langkah ringan, ia berjalan menyusuri jalan setapak yang sudah lama tidak terjamak.
Di tengah perjalanan, Wakaaka tiba-tiba terhenti. Di depannya, berdiri sebuah pohon bambu tua yang sangat besar. Pohonnya tampak berbeda dari pohon bambu lainnya, auranya begitu kuat dan magis. Tiba-tiba, kenangan masa lalunya berputar dengan cepat.
Ia melihat dirinya yang masih kecil, diusung dari rumpun bambu yang sama. Paman Dungku Chagia, seorang pendeta tinggi, sedang memimpin upacara pelantikan. Suara-suara lantunan mantra terdengar jelas di dengar, diikuti oleh tepuk tangan riang para tetua desa.
“Ini dia, tempat kelahiranku,” gumam Wakaaka, air matanya menetes perlahan.
Dengan lembut, ia menyentuh batang bambu itu. Seketika, ia merasakan aliran energi yang mengalir dari pohon ke dalam dirinya. Penglihatannya menjadi kabur, dan ia memasuki dunia batinnya, kesadarannya menyebrang ke dunia bawah sadaranya. Ia menemukan dirinya pada masa lalu yang jauh.
Dalam perjalanan jiwanya ke masa lalu, Wakaaka melihat kembali kehidupan masa lalunya sewaktu ia ditandu dari Bukit Lele Mangura. Ia melihat dirinya tumbuh menjadi seorang pemimpin yang bijaksana, memimpin rakyat Buton menuju kemakmuran. Ia juga melihat perjuangannya kekuatan melawan kejahatan yang ingin menguasai pulau itu. Ia melihat dirinya yang sedang bertemu dengan beberapa kerabat kerajaan dan mendiskusikan aturan-aturan kerajaan, sehingga kerajaan ini bisa berkembang, terutama dalam melakukan ekspansi kepada kerajaan-kerajaan lain di timur Pulau Buton. "Mungkin Kamaru dan Lasalimu, harus kita ajak untuk bergabung dengan kerajaan kita, harus ada penyatuan keluarga agar kita tidak perlu berperang, tetapi kita harus membangun hubungan keluarga", ungkap Ratu Wakaaka dalam suatu pertemuan, ia hanya memandang laut lepas. Suara kuda kedengaran ketika mereka berdiri di pinggir sungai yang membelah daerah di kerajaan itu.
Namun, ada satu hal yang selalu mengganjal di hatinya. Sebuah rahasia yang tersimpan jauh di dalam ingatannya. Sebuah rahasia tentang asal-usul kekuatan magisnya dan hukumnya dengan Hutan Lambusango. Ia terikat dengan hutan itu, ketika ia masih menjadi bagian dari hutan itu.Ketika ia semakin mendekati inti mimpinya, ia melihat sebuah cahaya terang. Cahaya itu semakin membesar hingga memenuhi seluruh cahaya. Lalu, dia mendengar suara lembut memanggil namanya.
"Wakaaka, sudah waktunya kau mengetahui kebenarannya. Rakyatmu memanggilmu sekarang,"
Suaranya begitu familiar, namun ia tidak dapat mengenali siapa pemiliknya. Dengan rasa penasaran yang membuncah, Wakaaka melangkah maju menuju cahaya itu. Ketika ia tersadar, ia mulai menyadari bahwa dirinya terlelap dalam memori lamanya, udara magis hutan Lambusango menyentuh bawah sadarnya berabad-abad silam. Perjalanan dirinya yang menjelma dalam diri seorang gadis cantik, telah menjadikan dirinya memahami masa lalunya, dan juga masa hari ini.
Keesokan harinya, cahaya matahari pagi menyinari wajah Wakaaka yang terpejam. Ia masih larut dalam perjalanan jiwanya, melewati lorong waktu untuk mencari jawaban atas misteri asal usulnya. Ketika mata membuka, ia mendapati dirinya masih berada di bawah pohon bambu tua. Bambu tua yang memiliki kekuatan magis, kekuatan yang pernah ia rasakan ratusan tahun silam.
"Aku harus mencari tahu lebih banyak," gumamnya. Ia merasakan suasana magis yang menghubungkan dirinya dengan alam di sekitarnya.
Dengan langkah mantap, ia mulai menjelajahi Hutan Lambusango. Semakin ia masuk, semakin terasa aura magis yang membuat hutan ini. Tumbuhan-tumbuhan langka bermekaran indah, dan suara-suara binatang terdengar begitu harmonis.
Tiba-tiba, ia mendengar suara-suara asing. Ternyata, ada sekelompok siswa asing yang sedang melakukan penelitian di hutan ini. Mereka berasal dari berbagai negara di Eropa, tertarik dengan keunikan flora dan fauna Hutan Lambusango.
Wakaaka memutuskan untuk mendekati mereka. Dengan menggunakan kekuatan magisnya, ia mengubah penampilan menjadi seorang gadis muda yang cantik dan ramah. Ia memperkenalkan dirinya sebagai seorang pemandu wisata lokal yang mengenal betul setiap sudut hutan ini. Ia memperkenalkan dirinya, Sinta. Orang-orang memanggilnya, Wa Ode Sinta, karena ia memiliki wajah cantik dan kulit putih. Wajah perpaduan Melanesia dan Mongolia. Sinta juga memiliki ikatan darah dengan timur tengah. Jiwa Sang Ratu masuk menjelma dalam tubuh Sinta.
Para siswa menyambutnya dengan hangat. Mereka bercerita tentang tujuan penelitian mereka, mulai dari studi tentang tanaman obat tradisional hingga penelitian tentang sejarah Kerajaan Buton. Sinta yang merupakan reinkarnasi dari Ratu Wakaaka mendengarkan dengan penuh perhatian. Ia merasa ada benang merah yang menghubungkan penelitian mereka dengan sejarahnya. Sinta sangat antusias menemani para peneliti itu, sebagai guide, ia sangat senang.
Ketika sedang berbincang dengan seorang mahasiswa yang ahli dalam bidang genetika, Siinta menceritakan tentang mimpinya dan pohon bambu tua. Mahasiswa itu tertarik dengan cerita Sinta dan menyarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang pohon bambu tersebut. Pohon itulah yang selalu menarik Sinta untuk memasuki dunia bawah sadarnya dan jadilah ia sebagai seorang ratu. Fisiknya terpilih oleh leluhur, sehingga ia bisa berdiskusi dengan anak-anak Eropa tersebut.
“Mungkin ada sesuatu yang unik dalam DNA pohon bambu ini,” ujar mahasiswa itu. "Kita bisa mencoba mencari tahu apakah ada hubungan dengan kekuatan magis yang Anda miliki. Karena saya pikir kau memiliki kekuatan yang sangat dekat dengan lingkungan ini, sehingga kau dapat mengenal hutan Lambusango sendirian."
Sinta hanya terdiam, rasanya ia bukan lagi dirinya, dan ia kemudian bertindak seperti Sang Ratu. Sebagai Ratu Wakaaka, Sinta sangat antusias dengan ide tersebut. Ia merasa semakin dekat untuk mengungkap rahasia kekuatannya. Ia banyak bercerita tentang masa lalunya, termasuk soal pertemuannya dengan seekor anoa. Hewan khas Sulawesi Tenggara ini begitu tenang di hadapannya.
Dengan menggunakan kekuatan telepatinya, Sinta berhasil berkomunikasi dengan anoa tersebut. Anoa itu menceritakan banyak hal tentang Hutan Lambusango, termasuk cerita tentang Oputa Yi Koo, pahlawan nasional Buton yang legendaris. "Hutan ini sangat kaya akan flora dan fauna, hutan tropis yang luas, dengan banyak sungai-sungai yang mengalir di dalamnya.
Melalui anoa, Wakaaka yang menjelma dalam diri Sinta melihat kilasan sejarah perjuangan Oputa Yi Koo. Ia melihat bagaimana Oputa Yi Koo memimpin rakyat Buton melawan penjajah. Ia juga melihat kekuatan magis yang dimiliki oleh Oputa Yi Koo, yang sangat mirip dengan kekuatan yang dimilikinya. Dalam hari-harinya, Sinta sangat kuat dalam merasakan semua yang ada di sekitarnya, terlebih saat Jiwa Wakaaka menjelma dalam dirinya, ia hampir mengetahu semuanya, termasuk peristiwa ratusan tahun silam, dan juga ratusan tahun yang akan datang.
Dengan semangat baru, Jiwa Ratu Wakaaka yang mengendalikan Sinta, berpikir untuk lebih jauh menjelajahi kembali ke Hutan Lambusango. Para siswa itu membawa beberapa alat yang bisa mendeteksi karbon yang ada di hutan itu. Mereka membawa peralatan penelitian yang lengkap untuk mengungkap misteri pohon bambu tua. "Mungkin ada kekuatan magis pada bambu ini,"
"Jangan-jangan ada kekuatan ghaib pada bambu ini," pikir Sinta. Kondisi jiwanya begitu cepat untuk berada di alam lainnya.
Mahasiswa yang datang dari Eropa yang mengikuti program Wallacea itu, mencoba mendeteksi kekuatan aneh di sekitar pohon bambu, ia menggunakan alat pendeteksi karbon terbaru, sehingga tidak perlu lagi mengirim sampel ke perpusatakaan. Setelah melakukan berbagai pengujian melakukan scan terhadap karbon itu, mulai dari analisis DNA hingga pengukuran energi, mereka menemukan hasil yang mengejutkan.
Ternyata, berdasarkan data yang dihasilkan dari uji atas karbon, ternyata ada kekuatan yang dideteksi oleh alat itu. Di dalam data yang dilaporkan dari alat canggih tersebut, ada DNA pohon bambu yang memiliki energi yang belum pernah ditemukan sebelumnya. Energi ini memiliki frekuensi yang sangat tinggi dan memancarkan aura magis yang kuat. Beberapa mahasiswa ikut merasakan perubahan energi itu. Coba lihat sepertinya ada pengrahuh energi elektromagnetik yang kuat di daerah ini.
"Sinta terdiam, namun tiba-tiba ia kemasukan lagi. Para siswa menyebutnya sebagai "Energi Wakaaka", karena mereka yakin energi ini berkaitan erat dengan kekuatan magis yang dimiliki oleh bambu tersebut, Sinta yang merupakan penjelmaan dari Ratu Wakaaka, mulai mengontrol pikirannya.
"Ini adalah penemuan yang luar biasa!" seru salah seorang pelajar. "Energi ini bisa menjadi kunci untuk memahami asal usul kekuatan magis dan bahkan mengembangkan teknologi baru. Mungkinkah ini adalah energi leluhur yang selama ini menjaga pulau Buton.
Namun, di tengah euforia penemuan mereka, sebuah ancaman mulai muncul. Kekuatan jahat yang selama ini mengintai Pulau Buton mulai bertindak. Gempa bumi kecil mengguncang pulau, dan muncul retakan-retakan misterius di beberapa tempat. Hewan-hewan pembohong menjadi dan sering menyerang pemukiman penduduk. Energi tersebut adalah energi yang selama ini mempengaruhi tubuh Sinta ketika ia sudah mulai merasakan, maka seketika itu juga ia tidak akan sadar lagi.
Sinta tidak sadarkan diri, saat-saat pertama Ratu Wakaaka menggunakan tubuhnya. Maka ketika Sinta pingsan, ia tersadar sebagai Ratu Wakaaka. Sinta sudah bergerak seperti Wakaaka dan ia mulai merasakan kehadiran kekuatan jahat itu. Ia tahu bahwa kekuatan ini ingin merebut energi magis yang terkandung dalam pohon bambu tua. Jika kekuatan jahat berhasil menguasai energi itu, maka Pulau Buton akan berada dalam bahaya.
“Kita harus melindungi pohon bambu ini,” kata Wakaaka dengan tegas. "Kekuatan jahat tidak boleh sampai."
Bersama-sama dengan para pelajar dan penduduk desa, Wakaaka membentuk pertahanan di sekitar pohon bambu. Mereka membangun pagar pelindung dari kayu dan batu, serta memasang jimat-jimat yang dipercaya dapat memenangkan kekuatan jahat.
Sementara itu, Wakaaka terus mempelajari sejarah perjuangan Oputa Yi Koo. Ia menemukan bahwa Oputa Yi Koo juga pernah menghadapi ancaman yang serupa. Dengan mempelajari taktik perang Oputa Yi Koo, Wakaaka yakin bahwa ia dapat mengalahkan kekuatan jahat.
Suatu malam, kekuatan jahat menyerang. Hutan Lambusango dipenuhi oleh makhluk-makhluk mengerikan yang mengeluarkan aura hitam pekat. Wakaaka dan para pembela pulau bersiap menghadapi serangan mereka.
Dengan kekuatan magisnya, Wakaaka menciptakan dinding api yang mengelilingi pohon bambu. Ia juga memanggil roh leluhur untuk membantu. Pertempuran sengit pun terjadi. Orang-orang lokal menyebut kekuatan jahat itu dengan nggoalu, yang menaiki kendaraan yang dikenal dengan winte.
Salju Rusia yang abadi berguguran perlahan di atas landasan sejarah yang terhampar bak naskah kuno. Di jantung negeri yang dikenal dengan julukan “Beruang Merah,” Lintang melangkah penuh pertanyaan, membawa jiwa dari Buton yang telah lama belajar tentang nilai‑nilai Madrasah Langit. Kini, ia ingin menyelami akar peradaban yang telah lama dibingkai oleh bayangan kekuasaan dan keangkuhan, serta menemukan makna sejati di balik wilayah yang terhampar luas di bumi Rusia.Di sebuah pondok tua di pinggiran kota Vladimir, Lintang ditemui oleh guru‑guru kebijaksanaan yang dikenal oleh masyarakat setempat sebagai penjaga kearifan leluhur. Suasana di sekitarnya begitu sunyi, dengan udara dingin yang menusuk namun sekaligus menyegarkan, seperti kata‑kata pujangga yang menenangkan jiwa. Di sana, Lintang duduk bersama seorang lelaki tua berjanggut putih lebat—sensei Ivan Sergeyevich—yang wajahnya terukir oleh alur waktu dan pengalaman."Setiap butir salju ini," ujar Sensei Ivan sambil menatap langi
Lintang berdiri di atas panggung kayu sederhana di tengah lapangan Desa Lambusango, dikelilingi oleh ribuan wajah dari berbagai suku, bahasa, dan budaya. Angin lembut membawa aroma rerumputan basah dan pembicaraan pelan. Ia menatap horizon, sejenak menenangkan pikirannya sebelum berkata lantang:“Saudara-saudaraku, hari ini kita tidak lagi berbicara hanya tentang pertanian organik, tentang teknologi ramah lingkungan, atau tentang tata kelola adat. Hari ini kita berbicara tentang ekonomi berbasis rakyat, sebuah ekonomi di mana tanah adat, pengetahuan leluhur, dan keterampilan lokal menjadi batu fondasi, bukan sekadar komoditas yang ditukar di pasar.”Suara Lintang bergema di setiap sudut lapangan. Tepuk tangan meriah mengiringi setiap patah kata, seolah memberi dukungan penuh pada gagasan barunya: membangun jaringan waralaba rakyat yang menghubungkan usaha-usaha kecil masyarakat adat di seluruh dunia menjadi satu kesatuan ekonomi yang tangguh.Ia melanjutkan, “Bayangkan, kopi luwak but
Seiring matahari pagi menyembul di ufuk timur Lambusango, udara basah menyambut jemari Lintang yang menorehkan sketsa besar di papan tulis bambu: “Politeknik Madrasah Langit”. Di hadapannya berkumpul perwakilan masyarakat adat dari berbagai penjuru—Sunda, Papua, Tolaki, Mandar, dan Buton—bersama mahasiswa muda dari kota-kota besar, guru Tai Chi, instruktur Balaba, serta para CEO teknologi Tiongkok yang sejak lama menjadi mitra.Sejak menancapkan akar baru, antusiasme kaum adat dan global belum surut. Kini, Madrasah Langit merintis politeknik—lembaga pendidikan terapan yang melangkah jauh melampaui model akademik konvensional. Lintang memaparkan gagasannya mengenai upayanya untuk mendekatkan masyarakat adat dengan universitas; ia malah menawarkan satu gagasan mengenai sebuah universitas. Ia ingin membangun peradaban. Ia memperkenalkan satu gagasan Politeknik Langit. Ia mulai menawarkan konsepnya dalam seminar internasional yang dihadiri berbagai pihak. Politeknik Langit diharapkan dapa
Lintang terbangun sebelum fajar.Meski tubuhnya letih, hatinya terasa lega.Malam tadi, ia kembali menelusuri mimpi alam bawah sadarnya—bertemu Sang Ratu Wakaaka, membisikkan ajaran kebaikan abadi, saling memelihara, menyayangi, melindungi, dan menghormati sebagai akar peradaban. Seolah Sang Ratu menyadarkannya:“Lintang, kekuatan sejati bukanlah gesekan kekerasan,tapi harmoni gerak yang meredam amarah,dan menyatukan manusia dengan alam semesta.”Kata-kata itu kembali bergaung di kepala Lintang ketika ia bersiap memulai hari baru di Madrasah Langit.Di aula beratap anyaman daun nipah, puluhan relawan lokal merakit panel surya, drone pertanian, dan alat ukur kualitas tanah.Madrasah Langit kini berfungsi sebagai laboratorium hidup—mengawinkan kearifan lokal dan teknologi canggih.Anak-anak desa belajar menenun bambu sambil memahami prinsip elektronika dasar untuk sensor kelembapan.Guru Tai Chi mengajari gerakan lambat yang menstimulasi aliran energi, menenangkan pikiran, dan menyelara
Lintang duduk sendiri di tepi danau tua yang tersembunyi di pegunungan tinggi.Ia tidak lagi bicara, tidak lagi menulis, bahkan tidak membuka gawai.Hari-hari yang panjang, penuh ketegangan, ketakutan, dan perlawanan telah menyapih jiwanya dari dirinya sendiri.Ia merasa kosong.Jiwanya seperti tak memiliki tanah—tergantung di udara.Lintang letih.Letih bukan karena pekerjaan, tetapi karena sesuatu yang lebih dalam—karena keterputusan.Ia merasa jauh dari asal muasal dirinya.Malam itu, langit sangat hening.Bintang-bintang berkilau, namun tidak bersuara.Angin seolah memeluk dirinya, membisikkan kata-kata tak terdengar.Di tengah meditasi diamnya, Lintang mulai tertidur.Namun dalam tidurnya, ia tidak bermimpi seperti biasanya.Ia jatuh ke dalam lubang kesadarannya sendiri.Bukan gelap.Melainkan terang…Lembut…Hangat.Ia berdiri di sebuah hutan yang tidak pernah ia kenal, namun terasa begitu dekat.Hutan itu tidak berbicara dengan kata-kata, tetapi berbicara lewat rasa.Pepohonan
Angin pagi membawa aroma tanah basah ke ruang Madrasah Langit.Lintang duduk termenung di bawah pohon tua, menggenggam secangkir kopi pahit. Ia baru saja menerima laporan dari berbagai penjuru dunia.Perjuangan belum selesai.Malah, badai baru sedang bertiup.Oligarki tidak tinggal diam.Dengan kelicikan yang diwariskan dari generasi ke generasi, mereka kini menyusup lewat jalur yang paling berbahaya: hukum.Mereka membiayai oknum pengacara, politisi, dan aparat, menyusun skenario untuk "mengalihkan" hak tanah adat ke tangan-tangan korporasi.Caranya sederhana namun licik:Mereka menghasut sebagian kecil masyarakat untuk mengklaim tanah atas nama pribadi, dengan janji keuntungan besar.Setelah itu, mereka membeli klaim tersebut dalam diam, lalu mendaftarkannya dengan segala dokumen legal yang telah mereka manipulasi.Dengan stempel
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen