Cerita Richi
Tit tot
Tit totGetar suara pesan W******p menyembul dari saku celananya. Ada pesan dari Rissa."Cep, tolong ke kosan Rissa sekarang ya. Rissa pesen bakso 2 bungkus. Laper nih." Senyum Cecep mengembang seketika.Cecep yang berada di Klinik Ibu dan Anak segera memesan Bakso Mercon di kantin RSUD Gading Cempaka yang hanya berjarak 15 menit."Pas banget jam selesai visit, lanjut ngelayanin si Ayang Rissa." Lirih Dokter Richi yang sudah sebulan kembali bekerja menjalankan profesi aslinya sebagai dokter."Jujur saya lelah berpura-pura seperti ini." Lirih Richi lagi.***
Padang
Lelaki itu berdiri di depan pancuran taman kampus yang airnya bertingkat-tingkat. Ia menatap universitas swasta besar di Padang, Sumatera Barat. Wajahnya penuh haru. Ia masih mengenang ayahnya saat susah.
"Apak keliling jualan minyak dulu ya, Nak." Dikecupnya kening Richi dan berpamitan ketika hari masih sangat pagi. Amak tersenyum melepas Apak yang masih setia mencari nafkah demi secumpuk padi gabah.Apak pun memunggungi Richi kecil.Lelaki itu kembali meneteskan air mata ketika terngiang Apak berhenti menjual minyak karena tak banyak untung. Apak dan Amak kini pergi ke pantai. Menyusuri bibir pantai bersama anak kecil semata wayang itu. Richi merengek ingin pulang, sedangkan Apak sibuk mencari ide berjualan di bibir pantai itu. Selang beberapa hari, Apak kembali ke bibir pantai dan pulang pada petang membawa garam. Setelah setahun menjual garam, kehidupan ekonomi keluarga kami cukup meningkat karena Apak mencoba mengekspor garam kami.Lelaki tadi duduk di pinggir kolam pancuran itu. Menatap butir-butir air yang berlenggak-lenggok di dalam kolam itu. Satu dua orang mahasiswa kedokteran umum melewatinya. Setelah berhasil mengekspor garam, Apak dan Amak mencoba menyusun proposal untuk membangun sebuah sekolah Taman Kanak-kanak dan SD. Barulah mereka membangun universitas. Dimulai dari membangun jurusan kedokteran gigi. Amak bercerita, pada awalnya sangat susah. Bahkan universitas negeri di Padang saja belum membuka jurusan kedokteran gigi. Tapi Apak dan Amak tetap berjalan. Meminjam sana-sini, membuat proposal sana-sini, dan berhasillah mereka. Setelah membangun jurusan kedokteran gigi, Apak dan Amak membangun jurusan Ekonomi, barulah jurusan kedokteran umum. Tak disangka semua instansi pendidikan yang dibangun Amak dan Apak sangat terkenal dan banyak diminati.Lelaki itu akhirnya berjalan memunggungi kolam pancuran tadi. Dialah Richi, anak lelaki semata wayang Pak Sutan Syahrial.***
RSUD Gading Cempaka
Richi membeli bakso mercon pada Mak Siti yang diakuinya sebagai emaknya. Mak Siti memang memiliki anak laki-laki, tetapi sedang berada di Jepang menjadi TKI terampil. Permintaan Richi menjadi Cecep dikabulkan Mak Siti asalkan membayar upeti. Cecep bilang maksimal setahun saja hidup begini karena sedang memata-matai calon istri yang dijodohkan untuknya dari Apaknya. Mak Siti mengangguk senang.
"Mana mungkin Mak menolak permintaan Nak Richi yang seganteng dan sebaik ini." Kata Mak Siti suatu kali. Richi bahagia mendengar bahwa permintaannya dikabulkan Mak Siti."Mak, bakso merconnya dua ya." Pinta Cecep."Oke Den Bagus." Jawab Mak Siti."Mak, panggil Cecep aja." Kata Cecep."Iya Cep. Ini baksonya." Mak Siti memberikan sebungkus bakso yang telah dimasukkan ke dalam kantong plastik kresek putih kepada Cecep."Makasih, Mak." Kata Cecep langsung pergi menaiki motornya.Cecep pun tiba di depan kosan Dokter Rissa. Kosannya lumayan bagus. Kosan ini hanya memiliki lima kamar dan setiap kamar ukurannya besar-besar. Penghuni lima kamar semuanya gadis-gadis yang berprofesi sebagai wanita karier. Jadi mereka hanya berjumpa bila tidak bekerja, sedangkan jadwal bekerja mereka berbeda-beda. Jadi, kosan ini memang sering tampak sepi. Ini baru kali kedua Cecep mengantar pesanan Bakso Mercon delivery untuk dr. Rissa.Cecep menelepon dr. Rissa via W******p. Rissa yang masih duduk di kursi malasnya mencari hijabnya yang ditemukan di atas ranjang. Ia pun segera keluar kamar dan membuka pagar yang tidak digembok."Masuk aja Cep." Kata dokter cantik itu merayu. Digandengnya tangan Cecep yang menenteng bakso masih hangat. Cecep yang digandeng jadi panas dingin. Ia hanya menurut saja. Biasanya Rissa hanya mengambil bakso, lantas Cecep bisa langsung pergi. Tapi kali ini tidak. Pesan W******p Rissa meminta Cecep untuk bertandang sebentar mendengarkan keluh kesah Rissa. Cecep hanya mengiyakan. Cecep yang masih berdiri di beranda depan, diajak Rissa masuk kamarnya.Cecep memandangi seluruh isi kamar. Lengkap semua di kamar ini. AC, tivi, kulkas, kamar mandi, ranjang, lemari buku, dan sofa. "Kamarnya bagus ya, Neng Dokter." Kata Cecep."Biasa aja, Cep." Jawab Rissa.Lalu ia melihat Rissa membuka hijabnya, lalu membuka outer hitamnya, tinggallah tubuh molek itu hanya dibalut kain tipis berwarna pink salem dan berhasil membuka auratnya, lengan dan paha putih mulusnya. "Betapa menawannya wanita pilihan Apak." Kata Cecep dalam hati. Birahinya sedikit terpancing, tetapi Cecep masih normal, ia tahu agama. "Sebaiknya aku pulang saja." Batin Cecep."Neng Dokter, apa ada yang bisa Cecep bantu lagi?" Tanya Cecep kemudian. Memastikan Rissa sudah dilayani dengan baik sebagai kostumer bakso mercon."Gak ada, Cep." Rissa menuangkan baksonya ke dalam mangkok dan mengajak Cecep makan berdua di sofa pink itu. Manis sekali. Seandainya Cecep suami Rissa, pasti Rissa langsung diterkam."Kalau gak ada lagi, sebaiknya Cecep pulang saja ya, Neng Dokted. Gak enak cuma ada kita berdua di kamar ini. Yang ketiganya setan mah." Kata Cecep lagi.Rissa pun mencoba menarik Cecep. Tapi Cecep tak tahan dipegang Rissa begitu. Ada yang naik dari bawah celananya. Cecep langsung kabur menaiki motornya.***
Richi menelepon Apaknya, meminta untuk segera melamar Rissa pada papinya. Apak kebingungan karena tiba-tiba saja Richi ingin pernikahannya dipercepat.
31 Desember 2019Virus Covid-19 yang menyerupai SARS dan MERS menyebar di seluruh Wuhan, China. Ilmuwan yang berselisih tak sengaja mengeluarkan virus percobaan dari sarangnya. Seluruh kota terkena dampak sifat virus itu, hidup pada inang makhluk hidup yang memberi makan mereka.Seluruh mahasiswa terkepung di dalam rumah inap mereka masing-masing, terutama yang kita sorot adalah mahasiswa asal Indonesia. Mereka terkepung virus itu di dormitori masing-masing tanpa bisa pulang ke Indonesia. Kampus di Wuhan meliburkan mereka sementara waktu, sampai waktu yang belum ditetapkan. Seluruh kampus di Wuhan meliburkan perkuliahan.Lama-lama seluruh Wuhan dan China melakukan lock-down karena laju penularan virus sialan itu sangat cepat."Ini bukan seperti virus influenza yang bersifat air soluble." Prof. Ling Chu menjelaskan pada publik."Maksudnya apa, Pak?" Ketika siaran tivi menanyakan hal itu lebih jelas secara daring menggunakan zoom.
8 April 2020Dokter Susan menangis di telepon. Ia kembali menghubungi Dokter Andi."Dok, hari ini bisa ganti hari jaga lagi?" Tanya Dokter Susan mencoba menenangkan diri sendiri."Dokter Susan, mohon maaf tapi saya dinas di RSUD Muhammad 24 jam ke depan." Jawab Dokter Andi tak enak."Ada apa Dokter Susan?" Tanya Dokter Andi lagi."Kami sekeluarga diisolasi di RSUD Muhammad." Jawab Dokter Susan lagi.Dokter Andi terbelalak. Itu RSUD tempatnya kini ia akan dinas 24 jam ke depan. Dokter Andi yang berperawakan gemuk dan berkacamata itu mencoba menenangkan dan memberikan semangat kepada rekan kerjanya agar segera sembuh walaupun Dokter Susan dengannya pernah mengalami peristiwa hitam, ketika di SMA dulu wanita gemuk putih berambut keriting panjang itu pernah ditolaknya. Tapi kini mereka malah menjadi rekan kerja baru di RSUD Gading Cempaka. Dokter Susan ditempatkan di RSUD yang alatnya lebih lengkap daripada RSUD Tipe D Gading Cempaka."Kenapa
Lelaki itu akhirnya memunggungi kolam air mancur di taman Fakultas Kedokteran swasta milik Apaknya itu. Satu persatu ia menuruni anak tangga taman menuju ke parkiran mobilnya. Lalu ia menaiki Alphard hitamnya dan kembali ke rumah.Langit siang ini cerah. Richi membelah jalanan Kota Padang. Kanan kiri kota itu sangat indah karena setiap bangunan pemerintahan maupun swasta selalu memiliki atap melengkung ke kanan dan ke kiri seperti tanduk kerbau. Sama seperti kampus kedokteran swasta tadi. Namanya atap gonjong. Seperti sejarah Minangkabau, yaitu berasal dari kata Minang yang berarti menang dan Kabau yang berarti kerbau. Kerbau yang menang. Terinspirasi dari tanduk kerbau, Minangkabau menjadi ranah yang memesona dan terkenal budayanya hingga ke pelosok dunia.Richi telah sampai di rumahnya. Setelah lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Negeri terkenal di Jakarta itu, kampus kuning, ia pulang ke Padang. Apaknya memang membuka Fakultas Kedokteran swasta di Padang, tet
5 Januari 2020Richi terbangun dari tidurnya. Rupanya sejak dari Jakarta ia belum menemukan Apak dan Amak di rumah. Letih dari perjalanan Jakarta - Padang membuatnya tertidur pulas beberapa jam di kamarnya."Bang Richi?" Seorang gadis SMP menepuk bahu abangnya."Ama?" Tanya Richi tak kuasa memeluk adiknya yang paling kecil, sedangkan adiknya mencium tangan abangnya penuh rasa rindu dan hormat. "Ama tambah besar ya, dan cantik." Puji Richi. ""Ah, Bang Richi bisa aja." Ucap Rahmah yang memanggil dirinya dengan sebutan Ama."Sudah kelas berapa Ama kini?" Tanya Richi lagi bukan basa-basi. Dia lupa adiknya kelas berapa SMP."Ih abang, masa kelas adiknya sendiri gak tahu." Kata Rahmah sebal."Mana yang lain? Rahmi, Fitri, dan Echa?" Tanya Richi lagi."Masih di sekolah, Bang." Jawab Rahmah. "Ama di sini cuma pulang sebentar ke rumah mau mengambil buku PR Ama yang tinggal." Jawab Rahmah manja."Oke." Jawab Ric
Rissa memintaku mengantar Bakso Mercon lagi malam nanti. Kutelepon Mak Siti yang tidak tampak batang hidungnya di kegiatan swab PCR massal karyawan Rumah Sakit Gading Cempaka sejak siang tadi. Kususuri lorong Ruang Mawar yang berdekatan dengan kantin. Tak ada Mak Siti di sana. Gerobak di kantin tutup semua. Gelap. Sepi. Semilir angin malam membuat bulu kuduk Cecep merinding. Sejak tracing covid-19 di RSUD Gading Cempaka, banyak gerobak kantin menutup diri. Bahkan pasien jika tidak terpaksa, tak akan pergi berobat ke RS. Apalagi kabar di tivi, banyak perawat dan dokter tertular covid. "Sepi banget kantinnya." Lirih Cecep sebal. Lalu ia mengorek saku celananya mencari hand phone untuk menelepon Mak Siti. "Mak di rumah, Cep. Kamu mau ke rumah?" Ujar Mak Siti. "Iya, Mak. Rissa mesan bakso Emak." Jawab Cecep. "Tapi tadi Mak lihat kamu berdua Rissa duduk di tangga antrean swab PCR ya, Cep?" Tanya Mak Siti lagi. "Kamu kan tahu Kalau Dokter Susan kini
1 Februari 2020 Lalu lalang kendaraan Jakarta membuat macet jalanan. Asap knalpot motor dan mobil beradu brutal di udara. Suara bajaj merah dan biru memekakkan telinga. Terkadang Abang Bajaj menggiling tepi batas antara jalan umum dan jalan khusus busway. Ia giling kembali ketika jauh di depan sana ada busway yang akan melintas datang. Biasanya Abang Bajaj itu berebut jalan dengan pengendara lainnya agar mengalah pada bajaj yang merasa akan terlindas busway. Pengendara lainnya diminta memaklumi bajaj agar selamat, daripada dilindas busway yang tetap melaju kencang dan hanya berhenti di halte-halte. Pemandangan ini sudah biasa bagi Richi yang sudah tujuh tahun menjadi mahasiswa di Jakarta. Terkadang bila bernasib buruk, polisi akan menghukum bajaj yang nakal dengan memintai denda ratusan ribu agar kapok. Pagi itu Richi ke kampus Rissa di Jakarta. Ia sempatkan perjalanan terbang dari Padang ke Jakarta kembali. Dimasukinya kantor Fakultas Kedokteran itu. Ia ingin tahu k
"Hari ini dokter jaga siapa ya, Mas?" Tanya Mitha yang berdiri di depan pintu ruang loket radiologi klinik itu kepada perawat Poli Umum yang mengantar pasien. "Dokter Richi, Mbak." Jawab Alexander si perawat bertubuh tinggi langsing bagai bambu kuning karena kulitnya kuning langsat seperti artis iklan Citra. Mitha mengangguk. Lalu ia bersuara lagi. "Mohon maaf, Mas Alex, ini amprah permintaan dokternya belum diconteng mau rontgen apa ya?" Tanya Mitha lagi pada rekan kerjanya yang dipanggil Mas Alex itu. Alexander pun memeriksa kertas amprah yang berisi daftar pemeriksaan radiologi yang sudah tertulis sebagaimana format yang sudah ditetapkan. Tapi kotak-kotak itu kosong. Seharusnya seorang dokter yang menyontengnya. "Oia, belum diconteng ya, Mbak?" Mitha mengangguk. Pasien yang tampak sehat itu hanya pasrah duduk di kursi tunggu tepat di depan Mitha berdiri itu diam saja karena tidak mengerti. Dipikirnya dia berobat ke klini
Rissa yang masih memakai gaun tidur itu kebingungan karena ketika baru saja hendak membisikkan sesuatu ke telinga Cecep sambil menginjitkan kakinya, lelaki tinggi gagah itu langsung pingsan. Cecep tergeletak di lantai depan tivi."Duh Cecep. Gimana nih Rissa bisa angkat Cecep?" Tanya Rissa pada dirinya sendiri yang melihat betapa besar dan tingginya lelaki yang ada di hadapannya itu.Karena tidak bisa memindahkan lelaki itu ke atas ranjang, Rissa segera memeriksa nadinya."Masih berdenyut." kata Rissa setelah menempelkan kedua jarinya pada leher Cecep.Rissa berjalan cepat mencari tasnya di atas ranjang, menggeledahnya untuk menemukan stetoskop hitamnya. Wanita itu melepaskan hijabnya karena ujungnya terkulai-kulai di atas muka Cecep. Itu agak mengganggu Rissa yang akan memeriksa Cecep dengan stetoskopnya. Dibukanya kancing baju Cecep satu per satu untuk meletakkan stetoskop itu di atas dadanya. Lalu Rissa terpaksa melepas masker Cecep