Beranda / Romansa / Cinta Dalam Kilauan Senja / Bab 2: Ancaman yang mengintai

Share

Bab 2: Ancaman yang mengintai

Penulis: Mr. Al
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-26 08:55:05

Maya terbangun dari tidurnya dengan perasaan gelisah. Dia khawatir akan ancaman yang akan datang namun rasa penasarannya membuat keteguhan hati untuk melanjutkan pencariannya, setelah sarapan, Maya segera menuju ke rumah Arif untuk membahas langkah selanjutnya. Dia tahu, waktu mereka semakin sempit, dan ancaman bisa datang kapan saja.

Setibanya di rumah Arif, Maya langsung mengetuk pintu dengan penuh semangat. "Tok...tok...tok..., Arif... Arif! Apakah kamu ada didalam?".

Seperti biasa Maya selalu mengetuk pintu dengan keras jika ingin bertemu Arif. Dan membuat Arif buru-buru membukanya

"Kamu kebiasaan, Maya, bisa gak kamu tuh kalau kesini ketuk pintunya pelan-pelan" ujar Arif karena kesal dengan kebiasaan Maya.

"Iya, maaf, abis aku terlalu semangat, udah jangan ngomel-ngomel nanti cepat tua loh. Kita harus segera pergi ke lokasi selanjutnya!" seru Maya dengan tersenyum.

"Kenapa buru-buru banget, Maya!" Kata Arif dengan nada cemberut.

"Kita harus cepat mencari harta Karun itu sebelum orang lain menemukan kita" jawab Maya dengan rasa khawatir.

"Kita harus mempersiapkan semuanya sebelum kita berangkat, emang kamu udah siap semuanya?" Tanya Arif dengan menatap tajam Maya.

Udah tenang aja. Aku sudah siapkan semuanya, perbekalan kita juga udah aku siapkan" jawab Maya dengan rasa percaya diri.

Tapi aku lapar, aku belum sarapan, apakah kamu bawa sarapan buat aku, sayang? Ucap Arif dengan genit kepada Maya.

"Sayang, sayang. Pala loh peyang, nih makan dulu Sanah, setelah itu siap-siap" jawab Maya dengan ketus kepada Arif dan sambil memberikan sarapan yang memang sudah disiapkan olehnya.

Arif lalu bergegas untuk sarapan sambil menggoda Maya, meskipun terkadang Maya pun tidak menghiraukan celotehan Arif. Setelah sarapan Arif bersiap-siap untuk berangkat, barang yang dibawa oleh Maya dalam renselnya dibagi dua dengan Arif agar Maya tidak terlalu berat meskipun yang sebenarnya Arif yang sedikit banyak membawa barang-barang perbekalan.

"Let's go.... Kita mulai berpetualang" kata maya dan Arif dengan penuh semangat.

Kemudian mereka berangkat menuju hutan di pinggiran desa. Jalan setapak yang mereka lalui dipenuhi semak belukar dan pepohonan yang rimbun. Suara-suara alam di sekitar mereka terasa menenangkan namun situasinya menyeramkan dari biasanya.

"Arif, Aku merasa ada yang mengikuti kita," bisik Maya sambil memandangi sekelilingnya.

Arif mengangguk setuju. "Aku juga merasakannya. Kita harus berhati-hati, tetap waspada."

Mereka terus berjalan tanpa menghiraukan suara itu hingga tiba di sebuah bukit yang ditandai dengan simbol aneh di peta. "Coba lihat kesanah, Maya" kata Arif sambil menunjuk ke arah sebuah gua yang tersembunyi di balik semak-semak tebal.

"Iya, itu guanya, Arif, kita menemukannya, ayo lebih cepat lagi" ucap Maya dengan rasa senang.

Dengan hati-hati, mereka masuk ke dalam gua. Suasana di dalam gua terasa dingin dan lembap menciptakan suasana yang menakutkan.

"Tunggu, aku mendengar sesuatu," bisik Maya, menghentikan langkahnya.

Arif mengerutkan kening, mencoba mendengar lebih jelas. "Hemmm.. Seperti suara langkah kaki, kita harus berhati-hati, Maya" katanya dengan suara pelan.

Dengan kewaspadaan mereka, tiba-tiba, sebuah suara keras terdengar dari belakang mereka.

"Hey bocah!, Kalian tidak akan bisa mengambil harta Karun itu, serahkan peta itu" teriak suara peria asing itu dengan penuh amarah.

Maya dan Arif berbalik dan melihat seorang pria dengan wajah penuh amarah seperti ingin menerkam mangsanya. Di tangannya, dia memegang sebuah pisau yang berkilauan dalam cahaya redup.

"Kau siapa? Apa mau mu?" tanya Maya dengan suara gemetar.

Pria itu tertawa sinis. "Aku sudah lama mencari harta karun itu. Dan kalian memudahkan pencarianku selama ini, hahaha!"

Arif berdiri di depan Maya, melindunginya. "Apa maksud anda tuan?, Saya tidak paham apa yang tuan bicarakan" ucap Arif berpura-pura dan dengan nada tenang namun tegas.

Pria itu langsung marah kepada Arif "dasar bocah ingusan, mau main-main kalian!" Ucap pria asing itu sambil melangkah maju dengan pisau teracung.

Maya merasa ketakutan, namun dia tahu mereka harus bertindak cepat. "Arif, sepertinya orang itu tidak main-main, kita harus keluar dari sini!" bisiknya kepada Arif.

Arif mengangguk dan mengajak Maya pergi. "Ayo kita lari dari sini, Maya!"

Mereka berdua berlari menuju lorong lain di dalam gua, mencoba menghindari pria tersebut. Namun, lorong-lorong di dalam gua itu sempit dan berliku, membuat pelarian mereka semakin sulit. Maya merasakan napasnya mulai tersengal-sengal, tetapi dia terus berlari dengan sekuat tenaga, menggenggam tangan Arif dengan erat.

Setelah beberapa menit berlari tanpa henti, mereka menemukan sebuah ruangan tersembunyi yang ditandai dengan simbol yang sama seperti di peta. "Lewat sini! Cepat masuk!" kata Arif sambil menarik Maya masuk ke dalam ruangan itu.

Mereka segera menutup pintu batu di belakang mereka, berharap pria itu tidak bisa mengikuti.

"Hufftt... Akhirnya kita bisa lolos dari pria asing itu, Arif" dengan napas yang terengah-engah.

"Iya, Maya, tapi jangan senang dulu pasti dia mencari kita" jawab Arif sambil memegang dada dan bersandar di bebatuan

Tiba-tiba Maya melihat sesuatu dalam ruangan tersebut, mereka melihat sebuah peti besar yang nampak tergembok. Dengan rasa penasarannya, dia mendekati peti itu, diikuti oleh Arif juga.

"Wow, Ini pasti harta karunnya," kata Maya dengan suara bergetar.

Arif mengangguk. "Mungkin saja, Maya, tapi kita harus menemukan cara untuk membuka peti ini."

Maya memeriksa peti tersebut dan sekitar tempat itu juga untuk menemukan kunci, setelah mencari akhirnya dia menemukan sebuah kunci yang sesuai dengan simbol di peta. "Ini dia, akhirnya ketemu juga" katanya sambil memasukkan kunci tersebut ke dalam lubang kunci dan memutarnya. Dengan suara berderak, peti itu terbuka, "kenapa terlihat kosong, Arif, coba kita lihat lebih dekat" seru Maya yang nampak penasaran.

Mereka berdua berjalan mendekati peti itu an akhirnya mereka melihat ada sesuatu yang nampak seperti gulungan kain kecil seperti surat jaman dahulu.

"Apa itu Maya, seperti gulungan" Ucap Arif sambil mengambil gulungan itu.

"coba buka, Arif siapa tau itu petunjuk peta harta Karun yang sebenarnya" Maya dengan penasarannya.

"Apa ini, hanya tulisan Jawa kuno, bukan peta harta Karun, Maya" kata Arif sambil melebarkan gulungan itu diatas peti.

"Apa kamu, bisa membacanya, Arif?" Tanya Maya sambil melirik Arif yang nampak fokus dengan tulisan itu.

"Tentu, Maya, aku sedang mencoba mengartikannya, disini tertulis, Harta Karun berada di puncak gunung Senja, pintu harta Karun hanya terbuka sebelum bulan purnama tiba ketika matahari terbenam" kata Arif dengan nada serius.

"Hemm.. gimana caranya kita bisa kesana, jika kita belum menemukan petanya?" Tanya Maya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Disini juga tertulis hanya dengan kesetiaan dan ketulusan cintalah yang dapat memasuki pintu itu" tambah Arif dengan rasa bingung dengan maksud tulisan itu.

"Nampaknya ini akan sulit untuk didapatkan, Arif" kata Maya dengan lesu.

Tiba-tiba Arif berjalan mundur tiga langkah dan menginjak sebuah simbol dan kemudian dudukan peti itu bergeser secara tiba-tiba.

Dengan cepat Maya langsung mendekatinya, dan mengambil gulungan kain dan membukanya.

"Arif, lihat ini, ini adalah peta menuju pintu harta Karun itu, akhirnya kita mendapatkan peta baru" dengan nada semangat Maya mengatakan itu.

"Iya, Maya, akhirnya kita bisa mendapatkan harta Karun itu, kita akan coba berpetualang kesanah" ucap Arif sambil memegang kedua tangan Maya.

"Tapi kita, harus lebih berhati-hati lagi nampaknya akan sangat sulit petualangan kita kali ini, tap....

"Ssttt, diam seperti ada orang yang hendak masuk" kata Arif, sambil menutup mulutnya Maya dan menarik tangannya.

"Cepat kita pergi dari sini" seru Arif sambil menggenggam erat tangan Maya dan berlari.

Mereka berlari menuju pintu keluar lain yang ada di ruangan itu, berharap bisa lolos dari pria yang mengejar mereka. Suara langkah kaki pria itu semakin dekat, membuat jantung Maya berdegup kencang.

Ketika mereka hampir mencapai pintu keluar, pria itu tiba-tiba muncul di depan mereka. "Kalian tidak akan bisa lari!" teriaknya dengan mata penuh amarah.

Arif berdiri tegak, melindungi Maya. "Jangan ganggu kami!" Kata Arif dengan nada tenang.

Pria itu tertawa sinis. "Hahaha... Serahkan harta itu padaku, atau nyawa kalian taruhannya" katanya sambil melangkah maju dengan pisau teracung.

Maya merasa ketakutan, namun dia tahu mereka harus bertindak cepat. "Arif, kita harus menemukan cara untuk keluar dari sini," bisiknya.

Arif mengangguk. "Kita harus mencoba mengalihkan perhatiannya. Aku akan mencoba berbicara dengannya, dan kau cari jalan keluar lain."

Maya setuju dengan rencana itu. Sambil Arif berbicara dengan pria tersebut, Maya mencoba mencari jalan keluar lain di dalam ruangan itu. Setelah beberapa saat, dia menemukan sebuah pintu kecil yang tersembunyi di balik tumpukan batu. Kemudian Maya memberikan kode kepada Arif.

Arif melirik ke arah Maya dan kemudian kembali menghadapi pria tersebut. "Kita tidak perlu berkelahi. Mari kita selesaikan ini dengan cara baik-baik," katanya dengan nada menenangkan.

Namun, pria itu tidak mau mendengarkan. Dia melangkah maju dengan cepat, menyerang Arif dengan pisau. Arif berhasil menghindar dan menendang Paria itu, kemudian berlari menuju pintu kecil yang ditemukan oleh Maya.

ketegangan semakin terjadi diantara mereka...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 17: Keromantisan Maya dan Arif

    Setelah makan siang yang hangat dan penuh canda tawa, Luki memeriksa jam di pergelangan tangannya. "Maaf teman-teman, aku harus kembali ke kantor. Ada beberapa kasus narkoba yang harus aku tangani," katanya, berdiri dari kursinya. Maya mengangguk memahami. "Terima kasih sudah menemani kita, Luki. Hati-hati di jalan." Luki tersenyum dan mengangguk. "Pasti, Maya. Kalian juga hati-hati. Arif, jaga Maya baik-baik," katanya dengan nada serius namun hangat. "Tenang saja, Luki. Aku akan menjaga Maya," balas Arif dengan tersenyum. Luki melambaikan tangan dan berjalan keluar dari kafe, meninggalkan Arif dan Maya yang masih duduk menikmati momen mereka. Setelah Luki pergi, Arif mengalihkan pandangannya kepada Maya. "Bagaimana kalau kita pergi ke pantai? Aku ingin menghabiskan waktu berdua denganmu." Maya tersenyum dan mengangguk. "Tentu, aku juga ingin menghabiskan waktu bersamamu," katanya dengan nada lembut. Mereka kemudian menuju pantai yang tidak jauh dari desa mereka. Sesampainya di

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 16: Jadian

    Maya, Arif dan Luki turun dari gunung senja itu, meninggalkan kekecewaan yang sangat luar biasa karena peti harta Karun yang mereka dapatkan susah payah diambil oleh Dika sang penghianat. "aku tidak menyangka hal ini akan terjadi", kata Maya yang sedih. "sudahlah Maya jangan sedih, aku tahu kamu nampak kecewa, begitupun aku dan Luki", kata Arif yang mencoba menenangkannya. "betul, Maya, perjuangan kita belum berakhir, kita akan rebut kembali peti harta Karun itu, dan aku akan pastikan mereka akan menyesal" ucap Luki yang juga kecewa dan kesal. "tuan Luki, lebih baik kita gunakan jalur pendaki untuk turun dari tempat ini, agar lebih cepat" ucap salah satu anak buahnya yang memberikan idenya. "benar, Maya, Arif kita gunakan jalur pendaki saja biar cepat turun dari sini" jawab Luki kepada anak buahnya dan juga memberikan saran kepada Maya dan Arif. "ayo kita turun melalui jalur itu, agar cepat sampai kebawah" ajak Maya yang memutuskan untuk mengikuti saran dari anak buahnya

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 15: Tanda Bahaya

    Arif berlari kembali ke arah Maya, menangkap tangannya sebelum dia jatuh. “Dapat,” katanya sambil menariknya kembali ke tempat aman. Maya memeluk Arif erat-erat. “Terima kasih. Hampir saja aku terjatuh.” Luki menyeberang terakhir, memastikan tidak ada lagi papan yang rapuh dan mengajak yang lainnya berjalan lebih cepat, akhirnya. “Kita berhasil,” katanya saat mereka semua sudah berada di sisi lain. Namun, perjalanan mereka belum berakhir. Mereka tiba di sebuah ruangan besar dengan lantai berjubel mosaik warna-warni. Di tengah ruangan, terdapat sebuah pintu batu besar yang terlihat sangat kuno. “Lantai ini pasti jebakan,” kata Luki. “Kita harus mencari pola yang benar untuk sampai ke pintu itu.” Arif memperhatikan pola di lantai, mencoba mencari tahu. “Ini seperti teka-teki,” katanya. “Kita harus menginjak hanya pada warna tertentu.” Maya, yang memiliki ingatan visual yang kuat, memperhatikan mosaik dengan cermat. “Aku pikir kita harus menginjak warna biru dan kuning saja,” katan

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 14. Ujian ketangkasan dan Cinta

    Melihat pertarungan yang terjadi di depan mata, Maya, Arif, dan Luki merasa jantung mereka berdegup kencang. Anak buah Luki yang terluka segera diobati oleh rekannya, sementara yang lain memastikan tidak ada lagi ancaman di sekitar mereka. Maya memandang Arif dengan mata penuh kekhawatiran dan memeluknya, "apakah kita bisa melewati rintangan ini, Arif?", tanya Maya dengan sedih dalam dekapan Arif tapi Arif mengangguk menenangkan, "tenang Maya, kita pasti akan bisa melewati rintangan ini dengan baik" kata Andi sambil mengusap kepala Maya. Setelah anak buah Luki memastikan area benar-benar aman, mereka melanjutkan perjalanan dengan lebih waspada. Matahari mulai merangkak naik, menunjukkan bahwa mereka harus segera mencapai tujuan sebelum malam tiba lagi. Perjalanan mereka semakin berat, dengan jalan yang semakin terjal dan bebatuan yang licin. Namun, semangat mereka tidak goyah. Mereka tahu bahwa di balik setiap rintangan, ada harta karun yang menunggu, bukan hanya dalam bentuk ma

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 13: Jebakan mematikan Dika

    "Besok kita akan melanjutkan perjalanan menuju puncak gunung Senja. Kita hampir sampai," jawab Arif dengan semangat. "Aku yakin kita akan mencapai puncak dan menemukan harta karun yang kita cari." Maya tersenyum dan mengangguk. "Aku tidak sabar untuk melihat pemandangan dari puncak. Dan yang lebih penting, aku tidak sabar untuk berbagi momen itu dengan kalian." Luki mengangkat cangkirnya. "Untuk perjalanan kita, persahabatan, dan cinta yang kita temukan di sepanjang jalan." Mereka bertiga bersulang, merayakan kebersamaan dan petualangan yang telah mereka lalui. Di tengah malam yang tenang, mereka merasakan keajaiban persahabatan dan cinta yang mengikat mereka. Setelah beberapa saat, mereka memutuskan untuk masuk ke tenda dan beristirahat. Maya merasa sangat lelah, tetapi hatinya penuh dengan kebahagiaan. Dia berbaring di dalam tenda, merasa nyaman di dekat Arif dan Luki. "Selamat malam, Arif, Luki," kata Maya dengan suara lembut. "Selamat malam, Maya," jawab Arif sambil me

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 12: Cinta Yang Tumbuh Di Gunung Senja

    Arif dan Luki memperhatikan pria itu dengan seksama. "Nama Bapak siapa?" tanya Luki. "Saya Rahman. Saya dari kota Jayakarta. Saya ikut rombongan pendaki, tapi terpisah saat badai kemarin," jawabnya. "oh, iya memang badai kemarin itu sangat besar sekali, Pak Rahman" ucap Arif yang membenarkan perkataannya, "pak mohon maaf, kami tidak bisa berlama-lama, kami sebenarnya sedang dalam misi penting. Kami tidak bisa meninggalkan lokasi ini, tapi kami bisa membantu Anda kembali ke jalur pendakian," kata Arif dengan sopan "Terima kasih, Mas. Saya mengerti. Mungkin bisa memberi saya petunjuk arah saja," Pak Rahman berkata sambil mengusap dahinya yang berkeringat. Luki segera mengambil peta dan menunjukkan jalur yang mereka lewati. "Pak, dari sini, Bapak bisa turun melalui jalur ini. Ini lebih aman dan lebih dekat ke basecamp," jelas Luki. "Baik, terima kasih banyak atas bantuannya," kata Pak Rahman sambil berusaha bangkit. "Semoga misi kalian sukses." "Semoga selamat sampai tujuan,

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 11: Mimpi Dalam Gua

    Arif dan Luki duduk berjaga-jaga di depan gua yang lembab, menikmati teh hangat di sore hari yang dingin. Hujan badai semalam telah mengguyur mereka tanpa ampun saat mereka mendaki Gunung Senja. Kini, Maya, sahabat kecil mereka yang pemberani, terbaring tak berdaya di sudut gua, suhu tubuhnya panas karena demam dan pingsan akibat terjatuh.Arif memandang Maya dengan penuh kekhawatiran. Dia menyeka keringat di dahi Maya dan mengganti kompres di keningnya dengan kain baru yang sudah direndam air dingin. "Luki, aku tak bisa tenang melihatnya seperti ini. Dia terlihat sangat lemah," katanya, suaranya penuh kekhawatiran.Luki, yang duduk tidak jauh dari sana, mengangguk. "Jangan khawatir, Arif. Kita semua di sini untuk memastikan Maya baik-baik saja. Dia selalu kuat," jawabnya sambil mengaduk teh dalam cangkirnya."Tapi kita harus tetap waspada," balas Arif. "Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di sini."Luki meletakkan cangkirnya dan menatap Arif dengan serius. "Aku mengerti. Kita harus

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 10: Hujan Badai

    Maya, Arif, Luki, dan Dika terus melangkah menuju puncak gunung, kabut tebal mulai menyelimuti perjalanan mereka, membuat jarak pandang semakin terbatas. Mereka dengan hati-hati dalam langkah kakinya agar tidak tersesat atau terjatuh.“Kalian harus hati-hati!, jalanan ini sangat licin,” kata Arif sambil mengingatkan teman-temannya.“Iya, kita harus lebih waspada,” timpal Maya sambil memegang erat tasnya.Langkah demi langkah mereka lakukan, tiba-tiba di tengah perjalanan, Maya, Luki, dan Dika terjatuh ke dalam sebuah lubang yang cukup dalam. "Aaaaaaa" terikat mereka yang terperosok dalam lubang yang cukup dalam.Memang, itu adalah jebakan yang dibuat oleh anak buah Dika untuk menjebak mereka. Entah kenapa mereka tidak langsung datang dan mengepung mereka, ataukah karena kabut yang sangat tebal sehingga merekapun susah untuk melangkah.“Arif! Tolong! Kita terjatuh!” teriak Maya dengan panik.Arif yang berada sedikit lebih jauh di depan, segera berbalik dan berlari ke arah suara Maya.

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 9: Melanjutkan Perjalanan

    "Huuftt... Akhirnya kita selamat kali ini, kita harus tetap waspada" kata Arif yang coba mengatur nafas. Tiba-tiba Dika datang dan berteriak"woy... Tungguin!" “Dika, kemana aja, lama amat kembalinya. Kita udah ribut-ribut di sini, kamu malah baru muncul,” keluh Arif dengan nada kesal. Dika mencoba terlihat tidak bersalah. “Sorry, bro. Perut gue benar-benar nggak bisa diajak kompromi tadi, emang ada apa si?” Maya, yang tadinya cemas, kini merasa lega melihat mereka semua baik-baik saja. “Ya sudah, yang penting kita semua selamat.” Luki hanya diam sambil tetap waspada. Dia tahu Dika punya rencana licik, tapi dia memilih untuk tidak memancing masalah sekarang. Hari mulai beranjak sore, dan mereka sadar perlu mencari tempat untuk beristirahat. “Kita harus segera cari tempat buat mendirikan tenda. Hari sudah mulai gelap,” kata Luki. “Ayo kita cari tempat yang agak luas dan aman,” jawab Maya sambil melihat sekitar. Mereka berjalan menyusuri jalur setapak hingga menemukan s

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status