“Itu pasti Kenzo!” seru Bitna seraya berdiri dari duduknya dan segera menghampiri pintu apartemennya yang sudah membunyikan bel. “Bitna, Bitna, biar aku saja!” cegah Yohan setengah berteriak pada Bitna yang bahkan tidak mau repot-repot mendengarkannya. “Dia, kenapa sekarang sama menyebalkannya seperti pria itu sih?” tanya Yohan kesal pada Dalmi yang duduk di sampingnya. “Mungkin karena mereka bertunangan?” tanya balik Dalmi. “Tunangan kontrak!” tegas Yohan. “Oppa!” seru Bitna tiba-tiba saja terdengar membuat Yohan tersentak dan segera menoleh ke belakang. “Oh, kamu sudah datang? Kok cepat?” tanya Yohan berusaha mengubah pembicaraan. “Eonni, aku sudah mengatakan padamu untuk tidak membicarakan ini pada sembarangan orang!” Dalmi yang diam, ikut terkena semprotan Bitna. “Kamu sekarang mengatakan jika aku adalah sembarang orang?!” Yohan menuntut jawaban, tak terima dengan apa yang dikatakan oleh Bitna. “Kenapa sekarang kamu yang terlihat keberatan? Yohan adalah orang yang
“Dimana Yohan Oppa? Dia tidak kemari?” tanya Bitna setelah ia keluar dari kamar dan mendapati Dalmi di meja makan seorang diri. “Dia marah padamu, maka dari itu ia tidak kemari,” jawab Dalmi terdengar tak peduli. “Benarkah?!” tanya Bitna memekik. “Tidak, dia kemari untuk berlibur, tentu dia menghabiskan waktunya untuk berlibur.” Dalmi menjawab tanpa mengubah posisi tubuhnya yang merebahkan kepalanya di atas meja. "Enaknya," gumam Bitna. “Kamu mau pergi?” tanya Dalmi kemudian setelah melihat bagaimana penampilan Bitna yang sudah rapi. “Di hari offmu seperti ini, aku bahkan kesulitan untuk mengajakmu pergi menghabiskan waktu berdua.” Belum sempat Bitna menjawab, Dalmi sudah kembali berbicara dengan nada iri. “Aku minta maaf, kamu sendiri sudah mengetahui aku sesibuk apa. Lagipula, kita berdua sudah terlalu sering menghabiskan waktu bersama. Kenapa tidak pergi bersama Yohan Oppa?” jelas Bitna panjang lebar kemudian bertanya. “Bilang saja kamu mau pergi karena bersama denga
“Tidak bisakah aku menjadi orang normal untuk sehari saja?” keluh Bitna untuk kesekian kalinya. “Ini yang keempat,” timpal Dalmi. “Tidak, kelima.” Yohan yang tengah menyetir mobil, ikut menyahuti. “Eonni, Oppa!” seru Bitna kesal. “Masih bagus kita bisa pergi bertiga bersama seperti ini daripada tidak sama sekali. Ayo kita habiskan waktu selagi kita bersama di negara lain,” ucap Yohan kemudian menasehati. Yohan, Dalmi, dan Bitna telah sepakat sejak beberapa hari yang lalu bahwa mereka akan menghabiskan waktu dengan bersenang-senang mengelilingi Kota Jakarta. Entah datang darimana hari libur Bitna diluar jadwal, hal itu menjadi kesempatan mereka yang sudah banyak membicarakan tentang bermain bersama. Kenzo tidak bisa mengajak Bitna untuk berkencan karena dia sendiri sibuk dengan pekerjaannya di hari seperti ini. Meskipun di hari mereka bersenang-senang akan berbeda dengan cara orang lain bersenang-senang. Sebagai seorang publik figure yang terkenal, mereka tidak bisa menunjuk
“Apa?! Me-menikah? Benarkah?” Yohan menaikkan nada suaranya ketika mendengar apa yang diceritakan oleh Bitna. “Oppa!” tegur Bitna sambil melihat ke sekitarnya yang untungnya cukup sepi dari keramaian orang-orang. Merasa malu karena Yohan benar-benar melupakan siapa dirinya. Selesai makan di restoran tadi, ketiganya memilih melanjutkan dengan berjalan-jalan di sekitar restoran sambil Bitna menceritakan semuanya tentang dirinya dan Kenzo. Hari semakin sore dan udara menjadi cukup sejuk ketika mereka berjalan. Hingga sampailah mereka di sebuah taman yang cukup sepi dan tampak nyaman dijadikan tempat mengobrol. Tak jauh dari taman, beberapa anak lelaki bermain basket di lapangan basket yang berdampingan dengan tempat skateboard. “Eonni, apa kamu sudah mendapatkan informasi mengenai keluarga Kenzo? Aku sangat terkejut ketika dia mengatakan dia sudah menikah.” Bitna menatap lurus ke arah lapangan basket ketika mengatakannya. “Tidak hanya kamu, tapi aku juga dan semua orang pasti terk
“Bitna, bagaimana jika istri Kenzo itu sudah ditemukan? Apa yang akan kamu lakukan?” Tiba-tiba Dalmi mengangkat topik pembicaraan itu lagi setelah mereka berada di dalam mobil menuju jalan pulang. “Eonni, kenapa? Kamu dari tadi terus mengatakan hal-hal yang jahat padaku,” tanya Bitna dengan nada lirih dan tatapan berkaca. “Aku hanya bertanya. Kamu fokus saja menyetir,” ucap Dalmi pada Bitna sekaligus Yohan yang sejak tadi terus menoleh ke belakang sesekali untuk melihat Bitna. “Sebenarnya apa yang kamu pikirkan?” tanya Yohan penasaran yang hanya menatap lurus ke jalanan. “Aku hanya berpikir… bagaimana jika Bitna itu anggota keluarga Kenzo atau bahkan istrinya yang menghilang.” Yohan segera mengerem mobilnya dengan mendadak. “Oppa!” seru Bitna. “Hei, Yohan. Apa kamu sudah kehilangan akal?” bentak Dalmi. Yohan menatap ke depan dimana lampu jalanan sedang merah. Ia bergantian menatap pada Dalmi dan Bitna yang sudah menghujaninya dengan tatapan tajam seolah siap memakannya.
"Ariana?!" Pria yang datang bersama seorang wanita itu menatap dengan mata melotot terkejut ke arah Bitna. “Arrgh, Ness! Sakit!” Ia lantas mengaduh dengan ekspresi kesakitan karena mendapatkan injakan yang cukup keras dari wanita di sampingnya. Pria tersebut menatap garang pada wanita yang dipanggil Ness itu sambil memegangi sebelah kakinya sehingga ia berdiri tak seimbang. Wanita tersebut yang semula memasang ekspresi terkejut segera menutupinya dengan senyuman. “Ken, gimana kabar lo?” Ia lantas berjalan ke arah Bitna sambil memanggil nama Kenzo akrab seolah mereka adalah sahabat dekat. “Nessa, long time no see! Gue baik-baik aja.” Kenzo juga tak kalah menyapa akrab wanita tersebut dan mereka berpelukan tanpa canggung di depan Bitna. Bitna diam karena tidak mengenali kedua tamu yang datang secara tiba-tiba ini dan tidak tahu harus kapan bergabung dengan percakapan mereka. Dan tampaknya, sedari awal mereka melihat dirinya seolah mengenalnya, bahkan pria itu memanggilnya denga
“Ngomong-ngomong, rumahmu sangat luas dan indah. Apa itu juga rumahmu bersama dengan istrimu?” tanya Bitna tanpa sadar mengeluarkan isi hati yang ingin ia sampaikan. “Iya,” jawab Kenzo membuat Bitna menoleh dan menatapnya sebentar. “Kedua temanmu sangat menyenangkan,” komentar Bitna memilih mengalihkan pembicaraan. “Mereka juga sudah menjadi temanmu sekarang,” timpal Kenzo. “Aku dan Ryan sudah berteman dari sejak kami kuliah. Sedangkan Vanessa, aku mengenalnya saat aku tidak sengaja bertemu dengannya di rumah sakit yang sama dengan tempat Ryan bekerja. Saat itu, dia bilang menyukai Ryan dan ingin meminta tolong padaku untuk mendekatkannya dengan Ryan.” Kenzo mulai berbicara kemudian menjeda kalimat selanjutnya yang akan ia katakan. “Sekarang Ryan sudah mengetahui perasaan Vanessa dan sepertinya si bodoh itu juga menyukainya, tapi tidak ada yang mengungkapkan perasaan lagi. Seperti Yohan dan Dalmi,” lanjut Kenzo sembari menoleh sebentar pada Bitna. Cerita yang dikatakan Kenz
“Ariana …” Bitna sejak tadi terus menggumamkan nama itu di mulutnya. Nama yang cukup asing baginya, tapi di saat bersamaan sangat melekat di ingatannya entah untuk alasan apa. Padahal ia sudah jelas mendengar dari Vanessa dan Ryan sendiri bahwa nama itu sama sekali tidak ada yang istimewa. Namun, begitu terdengar istimewa bagi dirinya. Tangan Bitna yang tengah menyentuh layar ponselnya dengan lincah, tidak biasanya membuka salah satu aplikasi media sosial yang hampir digunakan seluruh pengguna smartphone. Begitu aplikasi tersebut dibuka, banyak notifikasi yang memenuhinya karena salah satu foto dirinya yang diposting Dalmi. Mengabaikan semua notifikasi tersebut, jarinya segera menggeser ke kolom pencarian. Mengetikkan nama seseorang di sana lantas membuka akun bercentang biru yang ia cari. Hal pertama yang ia lihat adalah foto-fotonya. Bitna terus menggulir layar touchscreen ponselnya ke bawah dengan cukup cepat. Tidak ada yang istimewa dari sekitar 15 foto yang ia lihat sekilas.