Share

Bab 2

Author: Maria Anita
Nggak ada jalan keluar, Minda sudah menyeret aku ke acara pesta topeng itu. Begitu kami masuk, Minda langsung menarik kami ke bar dan berbisik di telingaku, "Malam ini pelayanan sendiri, jadi kamu harus minum sampai nggak rasa sedih lagi!" Minda menyodorkan dua gelas bir padaku, sementara dia sendiri memegang dua gelas lainnya. "Ayo kita habiskan ini!" Kami menenggak bir itu bersama-sama, lalu Fajar datang membawa dua gelas bir lagi untuk kami.

Minda kemudian menarikku ke lantai dansa, dan jujur saja... aku mulai bersenang-senang. Saat lagu pelan mulai mengalun, Fajar dan Minda mulai berdansa berdua. Aku pun mengambil kesempatan itu untuk pergi ke meja prasmanan, tapi aku nggak pernah sampai ke sana. Seseorang menggenggam tanganku. Saat aku menoleh, seorang pria bertopeng hitam tersenyum padaku dan senyumnya... luar biasa memikat! Dia mencium tanganku lalu menarikku mendekat, berbisik di telingaku dengan suara serak dan menggoda, "Wanita tercantik di ruangan ini pasti nggak akan menolak dansa denganku, kan?"

"Pasti dong. Ayo kita dansa," balasku sambil tersenyum.

Sulit untuk menolak suara serak yang menggoda itu, ditambah senyuman yang begitu mempesona! Dia tinggi, bahunya lebar, senyumnya menawan, dan matanya hitam, hitam kecoklatan. Bibirnya begitu menggoda, rambutnya cokelat, dan ketika dia menarik pinggangku, tanganku reflek menyentuh dadanya, keras dan berotot seperti tembok. Meskipun wajahnya tertutup topeng, aura pesonanya tidak bisa disangkal.

"Aku sudah lihatin kamu sejak kamu datang," bisik pria misterius itu di telingaku. "Kamu cantik sekali."

"Terima kasih. Tapi kamu sepertinya bukan orang sini, ya?" Ada wibawa dalam dirinya, auranya seolah memancarkan kekuatan.

“Bukan. Temanku yang ajak aku datang ke pesta ini."

"Sepertinya kita punya nasib yang sama, teman-temanku juga yang maksa aku datang."

"Beruntung sekali aku!"

"Kenapa emangnya?" Aku tersenyum.

“Karena sejak pertama kali lihat kamu, aku langsung terpesona. Kamu benar-benar memukau." Kata-katanya membuatku merinding, wajahku memanas dan tubuhku terasa geli. Dia benar-benar memikat.

"Meskipun pakai topeng?"

"Meskipun pakai topeng! Kamu cantik banget!"

"Mulutmu manis banget."

"Cuma mulutku yang manis?"

"Kamu tahu sendiri, kamu juga tampan."

"Aku senang kamu suka tampangku."

"Lalu kamu kerja apa, ganteng?" Aku merasa sedikit pusing, entah karena minuman atau karena wangi parfum yang menggoda itu. Aku bahkan tersandung kakiku sendiri.

"Kamu nggak apa-apa?"

"Rasanya aku butuh udara segar."

"Ayo ikut aku." Dia menarikku ke lorong gelap yang mengarah ke pintu darurat dan mulai mengipasi wajahku." Aku pengen cium kamu. Boleh nggak?" Aku mengangguk.

Dia menatap mataku, memegang bagian belakang leherku dan bibir kami bertemu. Pertamanya lambat tetapi semakin lama semakin dalam. Dia menekanku ke dinding dan ciuman itu semakin panas, sampai kami hampir susah bernapas. Dia lalu menghentikan ciuman itu sehingga kami bisa bernapas, kami saling menatap, tapi kami makin terbakar. Dia menurunkan tangannya ke pinggangku ke pahaku dan menarik kakiku ke pinggangnya. Aku benar-benar menyerah saat itu, merasakan tubuhnya menekan tubuhku. Aku menjadi gila karena hasrat ini dan menariknya lebih dekat, melingkarkan kakiku di pinggangnya.

"Kau benar-benar pencium yang hebat! " Aku tersenyum padanya dan merasakan seluruh tubuhku bergetar.

"Oh, cantik, kamu luar biasa. Aku sangat menginginkanmu, di sini, sekarang!" katanya di antara ciuman sambil menyelipkan tangannya di bawah gaunku, lalu naik ke atas dan mencapai celana dalamku. Aku terbakar ketika dia memasukkan tangannya ke dalam celana dalamku dan mengerang. "Oh. Nikmat sekali! Sangat panas, sangat basah!" Dia berkata dan menciumku lebih keras sambil membuka ritsleting celananya. Dengan gerakan cepat, seperti seseorang yang pernah melakukan ini sebelumnya, dia merobek celana dalamku dan membelai bagian depan organ intimku, seolah meminta izin. Dia menatap mataku lagi dan bertanya, "Apa yang kamu mau aku lakukan ?"

"Aku mau kamu masuk ke dalamku sekarang!" Aku menjawab tanpa malu-malu, sudah terengah-engah dengan penuh nafsu. Aku tidak tahan godaan mata dan suara serak itu. Aku belum pernah seperti ini sebelumnya. Biasanya, aku akan menarik diri saat dia meraih tanganku, tetapi malam ini aku telah berjanji pada diriku sendiri untuk bersenang-senang dan hidup untuk saat ini jika ada seseorang yang menarik datang. Dan itulah yang aku lakukan, hidup untuk saat ini saja.

Mendengarku, dia masuk perlahan, memperhatikan saat aku menyandarkan kepalaku ke dinding dan menikmati setiap inci tubuhnya, dia sangat perkasa. Dia mengambil kesempatan untuk mencium leherku. Ketika dia sepenuhnya berada di dalam, dia berhenti dan berbisik di antara ciuman di telingaku, "Sekarang aku bergerak ya." Dia menarik keluar hanya untuk mendorong kembali dengan kekuatan penuh kali ini, rasanya luar biasa. Aku benar-benar kehilangan kendali dan menjadi gila oleh gerakannya saat dia bergerak masuk dan keluar dariku dengan cepat.

Kami kehilangan kendali dan aku menyerahkan diri sepenuhnya, seolah-olah tidak ada hal lain di sekitar kami. Aku merasakan kabut di mataku saat orgasme mulai terbentuk dan aku mengerang lembut di telinganya. Pada saat itu, dia tampak gila, mengangkat kakiku yang lain ke pinggangnya saat aku melingkarkannya di sekelilingnya. Menciumku dengan intens, dia mendorongku lebih keras, rasanya seperti surga di bumi. Aku pun mengerang di dalam mulutnya, merasakan kenikmatan yang luar biasa, tetapi dia terus bergerak sampai orgasme lain terbentuk. Aku terangsang lagi, bahkan lebih intens dari sebelumnya, membuatku terengah-engah. Saat aku benar-benar sudah tak tahan, dia berbisik bahwa dia hampir mendekati klimaks. Aku merasakan denyut nadi di sekelilingnya dan segera aku merasakan sesuatu yang hangat tersembur di dalam diriku.

Kami tetap di sana, berdiri dekat dengan dinding itu, hampir kehabisan napas, dahinya bertumpu pada dahiku. Sambil menciumku, dia perlahan menarik diri dan aku benar-benar puas, seperti yang akan dikatakan Minda. Aku tersenyum dan dia menatapku, memberiku ciuman lembut dan berkata, "Kamu benar-benar luar biasa!"

Dia dengan lembut menurunkan kakiku sampai menyentuh tanah, memperbaiki gaunku, merapikan celananya dan memelukku. Rasanya begitu intim, begitu hangat. Meskipun pertemuan kami penuh gairah dan begitu menggebu, dia tetap memperlakukanku dengan kelembutan. Aku belum pernah mengalami pengalaman luar biasa seperti ini sebelumnya. Selama ini aku hanya pernah bersama mantanku. Mantanku tak pernah peduli untuk memelukku setelahnya, bahkan tak pernah memikirkan apa aku merasa nyaman atau tidak. Baginya, semuanya hanya soal memenuhi keinginannya sendiri. Jadi ketika ada pria yang benar-benar peduli padaku, pada kenyamananku, dan memperhatikanku, rasanya begitu baru dan luar biasa. Dia mengecup leherku dan membisikkan sesuatu di telingaku, "Jadi, cantik, aku masih belum tahu namamu."

Butuh beberapa detik bagiku untuk mencerna semuanya. Aku baru saja berhubungan seks dengan seseorang yang bahkan namanya pun aku tidak tahu. Saat aku hendak menyebutkan namaku, dia mengambil HP-nya dari saku dan meminta waktu sebentar untuk menjawab telepon. Dia menjauh sedikit, dan aku hanya bisa mendengar suaranya meninggi, berkata, “Apa kamu bilang?” Saat itu juga, pria asing itu pergi terburu-buru, seolah melupakan kehadiranku atau seperti sedang melarikan diri dari wanita yang baru saja dia tiduri dengan cepat di pesta tadi.

Tentu saja, Citra, kamu memang bodoh! Tapi ya sudahlah! Toh aku juga cuma ingin bersenang-senang, aku nggak tahu siapa dia dan dia juga nggak tahu siapa aku. Nggak masalah. Aku merapikan diriku, mencari pakaian dalamku yang robek, entah di mana dibuangnya, lalu keluar dari lorong itu.

Aku kembali ke meja dan menemukan Minda dan Fajar lagi bermesraan. Tapi melihatku, mereka langsung berhenti.

“Min, aku rasanya baru saja bertemu Serigala Jahat!” Aku tertawa dan dia ikut tertawa.

“Nanti waktu kita sampai rumah, aku mau dengar semuanya!”

“Tentu saja!” jawabku dengan mata berbinar.

"Sayang, kurasa kita bisa pergi sekarang. Gimana, Cit?”

“Aku siap kapan pun kalian siap!” kataku sambil minum segelas air.

Kalau gitu, ayo kita pulang, cewek-cewek!” Kata Fajar sambil memimpin kami ke pintu keluar.

Begitu sampai rumah, Minda langsung menyerbu, “Ayo, ceritakan semua, siapa dia, gimana kejadiannya, apa yang terjadi dan nggak terjadi, semua!”

Aku tertawa dan menceritakan semuanya padanya. Setelah aku selesai, temanku menatapku dengan mulut menganga dan bertanya, "Kalian pakai kondom, kan ?"

Jantungku mulai berdetak kencang! Sial, kami nggak pakai kondom. Aku menggeleng pelan, masih syok menyadari betapa cerobohnya aku tadi. Dia langsung mencoba menenangkanku.

"Nggak apa-apa Cit, tenang. Aku yakin nggak akan terjadi apa-apa. Tapi kamu tetap perlu cek biar lebih pasti. Aku ke dapur buat bikin teh, oke? Jangan panik dulu!”
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Diam-Diam Sang Bos   Bab 95

    Sudut pandang Sekar.Aku terkesima saat dia membuka pintu kamar dan mendudukanku di tepi ranjang. Lampu-lampu kecil menerangi ruangan dengan cahaya temaram yang memunculkan suasana romantis. Di mana-mana ada cokelat dan permen. Di atas ranjang terletak sebuah keranjang besar yang dipenuhi berbagai jenis cokelat. Di dinding-dinding, terpasang poster-poster cetakan profesional yang dibingkai rapi, masing-masing dengan deklarasi cinta yang berbeda. Hati-hati kertas tersebar di setiap permukaan datar di ruangan itu.Heru mengambil keranjang cokelat dari atas tempat tidur dan meletakkannya di meja samping. Ia mengambil sebutir cokelat dan menghampiriku sambil membukanya. Cokelat itu ia selipkan ke dalam mulutku dan aku menggigitnya pelan. Isinya adalah cokelat isi minuman keras, dan saat aku menggigitnya, sedikit cairan mengalir dari sudut bibirku. Heru mendekat, menjilat dan mengisap tetesan itu dari kulitku, lalu memasukkan sisa cokelat ke dalam mulutnya.Dia sedang menggoda, menyihirku

  • Cinta Diam-Diam Sang Bos   S2-Bab 94

    Sudut pandang Sekar.Setelah membuka pintu, aku melihat seluruh ruangan diterangi oleh lampu-lampu kecil yang tersebar di berbagai sudut. Di langit-langit, ada lautan balon transparan berkilau seperti mutiara, semuanya mengambang karena gas helium. Dari tiap balon menggantung pita putih, dan di ujungnya ada foto-foto mini aku dan Heru, catatan berisi permintaan maaf atau ungkapan cinta, dan hati merah dari kertas karton. Aku berjalan perlahan, membaca setiap pesan, melihat satu per satu foto dari banyak momen bahagia yang pernah kami lalui bersama.Saat sampai di ruang tamu, air mata sudah mengalir di pipiku. Dan di depanku, aku melihat Heru berdiri di sana, di ruangan tempat kami pernah menonton matahari terbit bersama, tempat karpet berbulu dan bantal-bantal warna-warni kami masih tetap ada. Dia hanya berdiri di sana, dengan tangan di saku dan ekspresi cemas di wajahnya. Langit-langit ruangan itu juga dipenuhi balon-balon yang membawa foto, pesan, dan hati-hati kecil. Lampu-lampu ke

  • Cinta Diam-Diam Sang Bos   S2-Bab 93

    Sudut pandang Sekar.Setelah menerima pesan dari Minda, aku memutuskan untuk ambil tindakan, aku sudah lelah menunggu. Aku pulang, mandi, dandan cantik, semprot parfum, dan pilih gaun yang belum pernah kupakai sebelumnya. Aku pakai sepatu hak super tinggi, siap merebut kembali lelaki yang kucintai, tak peduli dia sembunyi di lubang mana sekalipun. Lalu aku telepon sekutuku yang paling setia, Enzo."Tanteku yang cantik! Apa kabar?" Jawab Enzo dengan gaya manisnya yang biasa."Aku lagi gelisah dan butuh bantuanmu," kataku langsung pada intinya."Ada apa?" Nadanya langsung serius."Aku harus cari ommu, tapi dia kayak hilang ditelan bumi. Sudah berbulan-bulan dia nggak muncul di rumah atau apartemen," kataku nyaris tanpa jeda napas."Tunggu sebentar, Tante." Aku dengar Enzo menjauh dari ponsel. Tak lama kemudian, dia kembali. "Tante, Ibu bilang mungkin dia ada di rumah Nenek. Kamu di mana sekarang?""Aku di rumah.""Kalau gitu siap-siap, aku jemput sebentar lagi, terus kita langsung ke ru

  • Cinta Diam-Diam Sang Bos   S2-Bab 92

    Sudut pandang Heru.Aku dan Min pergi ngopi di toko roti dekat kantor. Dia kasih aku peringatan halus dengan menarik telingaku.Lalu dia mulai menetapkan aturan main, kami akan belanja, benahi penampilanku, besok aku harus sudah kembali menjalankan kerajaanku, dan setelah itu baru dia akan bantu urus soal Sekar. Aku nggak sepenuhnya ngerti maksud semua ini, tapi kalau aku sudah kehujanan, ya sekalian aja basah. Lagipula dia menawarkan bantuan, jadi sebaiknya aku manfaatkan.Kami keluar dari toko roti dan naik taksi. Tujuan kami langsung ke hotel tempat aku sudah menginap berbulan-bulan."Heru, begini ya, kamu mandi yang bersih, beresin barang-barangmu, dan keluar dari hotel ini sekarang juga," kata Min saat kami masuk ke kamar."Min, aku nggak bisa tinggal di rumah itu tanpa Sekar, dan kalau aku balik ke apartemen, dia nggak akan pernah maafin aku.""Oh, sepertinya aku harus ubah urutannya dulu nih," keluh Min. "Oke, hari ini aku bantu kamu soal Sekar, dan hari Senin kamu bisa kembali

  • Cinta Diam-Diam Sang Bos   S2-Bab 91

    Sudut pandang Heru.Aku mabuk berat semalam! Sampai-sampai aku sudah tidak mengenali diriku sendiri lagi, aku benar-benar hancur. Aku pergi ke rumah Aditya untuk menjenguk bayi-bayi, tapi saat aku sampai, Sekar justru keluar dari sana. Dia bahkan tidak memberiku kesempatan untuk bicara. Aku hanya bisa diam melihatnya masuk ke mobil dan pergi, dan aku berdiri di sana selama beberapa menit. Rasanya seperti melayang, benar-benar hancur. Aku bahkan tidak masuk ke dalam rumah, langsung balik ke mobil dan pergi ke hotel.Aku masuk ke kamar dan seperti malam-malam sebelumnya, aku mulai minum. Aku minum! Minum banyak! Bahkan lebih banyak dari yang kusadari. Saat aku bangun, aku ada di ruangan terang dan mulai melihat sekeliling. Aku melihat sesuatu terpasang di tubuhku, melihat ke sekitar dan melihat kantong infus tergantung. Aku ternyata ada di rumah sakit. Tapi bagaimana bisa? Aku terkunci di kamar hotel, memeluk botol wiski, itu saja yang kuingat.Kepalaku sakit, seluruh tubuhku sakit. Jad

  • Cinta Diam-Diam Sang Bos   S2-Bab 90

    Sudut pandang Sekar.Dengan cemas aku meraih ponselku, tangan gemetar saat mencari nama Heru dan menekan tombol panggil. Tapi telepon langsung masuk ke voicemail. Aku menatap Vincent dengan ragu, dan dia hanya menghela napas panjang."Pizzanya sudah datang. Aku ambil dulu, kamu sana siap-siap. Kita makan sambil kamu dandan, habis itu aku anterin kamu ke rumah Romeomu," kata Vincent, jauh lebih yakin daripada aku sendiri."Tapi gimana kalau dia lagi sama orang lain, Vincent?" tanyaku, antara panik dan cemburu."Kamu usir tuh cewek, terus bilang ke dia kalau laki-laki itu milik kamu. Aku jamin, dia bakal seneng banget," kata Vincent enteng. Aku ngakak mendengar cara dia ngomong.Vincent mengambil pizza, dan aku menuruti sarannya, siap-siap sambil makan. Setelah aku selesai berdandan, aku ambil tas dan kami pun berangkat. Dia berhenti di depan rumah Heru, dan aku minta dia tunggu sebentar, jaga-jaga kalau semuanya nggak berjalan lancar.Aku turun dan menuju gerbang, tapi satpam bilang ka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status